Connect with us

Opini

Israel Terancam Runtuh: Perang Internal Lebih Berbahaya!

Published

on

Oleh: Lutfi Awaludin Basori

“Netanyahu sekali lagi berlari menuju media asing,” kata Benny Gantz dengan penuh kemarahan. “Sementara para negosiator bekerja, Netanyahu kembali merusak upaya kami.” Kalimat ini bukan bagian dari drama politik biasa, tetapi realitas yang terjadi di Israel pada Minggu kemarin, ketika dua pemimpin besar negara itu saling menyalahkan dalam perseteruan publik yang semakin tajam. Sementara mereka bertengkar, ribuan nyawa di Gaza terus melayang.

Di tengah krisis yang begitu mendalam, Israel sibuk dengan pertempuran politik yang tak kalah intens. Sementara Benjamin Netanyahu dan Benny Gantz beradu argumen soal kebijakan penyelamatan sandera, di Gaza, tragedi kemanusiaan terus berlangsung tanpa henti. Selama lebih dari 443 hari, Israel terus melancarkan serangan brutal yang menyebabkan lebih dari 45.000 warga Palestina tewas, dengan mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Dalam 24 jam terakhir saja, empat pembantaian terjadi, menambah deretan panjang korban yang jatuh. Sementara itu, di dalam negeri, ketegangan politik terus berkembang, dengan Netanyahu dan Gantz saling tuding dan mengecam dalam upaya mereka untuk memperebutkan posisi politik.

Netanyahu, yang tetap bersikeras menumpas Hamas, menghadapi kenyataan bahwa kelompok tersebut masih bertahan lebih dari setahun setelah serangan besar dimulai. Fokusnya yang tak kunjung surut pada “mengalahkan” Hamas, sementara negaranya terbelah dalam perseteruan politik, justru memperburuk keadaan. Pertanyaannya adalah, apakah Israel akan bertahan menghadapi dua front ini—satu eksternal melawan musuh, dan satu internal yang menggerogoti dari dalam?

Dan di sini, kita tiba pada kesimpulan yang lebih mendalam. Bagaimana mungkin sebuah negara yang tengah berperang dengan dirinya sendiri bisa berharap memenangkan pertempuran melawan musuh eksternal? Jika pemerintah Israel terus terjebak dalam pertikaian politik seperti ini, ketidakstabilan internal akan semakin menggerogoti fondasi negara itu. Di saat rakyat Palestina menderita di Gaza, sementara sandera Israel menjadi senjata politik, pemimpin-pemimpin Israel justru sibuk dengan pencitraan dan saling menjatuhkan satu sama lain.

Perpecahan dalam tubuh negara Israel, yang terjadi di saat negara tersebut harus bersatu melawan ancaman besar, mungkin saja adalah tanda-tanda keruntuhan negara itu sendiri. Ketika pemimpin-pemimpin negara lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan politik, bukan tidak mungkin mereka akan mengabaikan tanggung jawab utama mereka terhadap keamanan dan kesejahteraan rakyat. Sejarah menunjukkan bahwa negara yang terbelah dalam pertempuran internal yang tak pernah selesai cenderung menuju kehancuran. Sebuah bangsa yang terpecah oleh pertikaian internal, apalagi dalam situasi perang, berisiko kehilangan arah dan meruntuhkan segala yang telah dibangun.

Israel kini berada di persimpangan jalan. Apakah mereka akan terus bertahan dalam kebisuan sementara ribuan nyawa hilang begitu saja, ataukah mereka akan menyadari bahwa pertempuran terbesar mereka mungkin justru ada di dalam negeri, bukan di Gaza atau Beirut? Jika mereka tidak segera menemukan jalan untuk menyelesaikan perselisihan internal mereka, Israel bisa saja hancur, bukan karena kekalahan di medan perang, tetapi karena kegagalan untuk bersatu dalam menghadapi tantangan bersama.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *