Opini
Israel: Pencuri Bantuan, Pembunuh Harapan Gaza

Oleh: Lutfi Awaludin Basori
Sudah terlalu lama dunia menutup mata pada tragedi yang terjadi di Gaza. Dan tampaknya, beberapa pihak sengaja mempermainkan dunia dengan drama kemanusiaan yang sudah tak lagi bisa dicerna oleh akal sehat. Israel, dengan segala klaim moralitasnya, kini menjadi aktor utama dalam drama yang lebih mirip opera kejam daripada realitas. Apa yang dulu disebut sebagai “blokade”, kini berkembang menjadi sebuah taktik genosida yang lebih halus: menjarah bantuan yang seharusnya mengalir ke rakyat Gaza yang kelaparan, mengabaikan hak asasi manusia yang seharusnya dilindungi oleh konvensi internasional. Mungkin mereka berpikir, jika bantuan itu datang, maka akan datang pula potensi kekuatan yang bisa melawan mereka. Lalu, apa yang terjadi? Bantuan yang dikirim dengan harapan untuk menyelamatkan nyawa itu justru menjadi barang dagangan, dirampok oleh tangan-tangan yang seharusnya menjaga kedamaian.
Mungkin ini adalah strategi paling licik yang pernah ada: menghalangi bantuan kemanusiaan sampai ke tangan orang-orang yang membutuhkannya, lalu mengirimkan ‘tentara’ khusus untuk mengurangi jumlahnya sebelum sampai ke rakyat Gaza. Israel bukan hanya memblokade; mereka mengontrol setiap tetes air yang mengalir ke sana, setiap potongan makanan yang coba menyelamatkan nyawa, bahkan setiap obat yang bisa menyembuhkan penyakit. Tapi siapa sangka, mereka tak hanya menghalangi. Mereka juga memanfaatkan kesempatan ini untuk menghapus sisa-sisa harapan Gaza, mencuri bahan bantuan tersebut dan menciptakan situasi di mana hidup tak lagi berarti, hanya kelaparan dan penderitaan yang abadi.
Bayangkan sebuah rumah yang terbakar, lalu ada seorang pemadam kebakaran yang datang, tapi bukan untuk memadamkan api. Pemadam kebakaran itu malah membakar lebih banyak barang di rumah itu. Itulah Israel, dalam peran mereka sebagai penjaga “keamanan”. Keamanan apa yang mereka jaga, jika yang mereka lakukan adalah menghancurkan keluarga-keluarga yang sudah sangat menderita? Keamanan untuk siapa, jika bukan untuk mereka yang ingin menguasai segalanya dengan cara yang paling brutal? Jika keamanan yang dimaksud adalah kelangsungan hidup mereka sendiri, maka ini adalah bukti bahwa Israel tak hanya menghentikan bantuan, tapi juga dengan sengaja mematahkan tulang-belulang Gaza.
Kejahatan ini lebih dari sekedar pencurian bantuan. Ini adalah pencurian masa depan. Ini adalah pencurian harapan. Gaza sedang disiksa dengan cara yang paling terorganisir, tanpa rasa malu, dan tanpa rasa kemanusiaan. Israel yang kini mengaku sebagai “pemimpin dunia yang beradab”, ternyata tak lebih dari sekadar predator yang memanfaatkan penderitaan rakyat sipil untuk menambah kekuatan mereka. Jika dunia berpikir bahwa ini hanya sekadar perselisihan politik atau pertempuran ideologi, mereka salah besar. Ini adalah perang terhadap kemanusiaan.
Apa yang bisa diharapkan dari dunia internasional, yang hampir seluruhnya terikat oleh tali kekuasaan dan kepentingan politik? Apa yang bisa diharapkan dari negara-negara yang terus menutup mata terhadap kenyataan yang jelas di depan mereka? Dunia ini tak lagi bisa berpura-pura tak tahu apa yang terjadi di Gaza. Kita tak bisa lagi menerima alasan-alasan yang picik dan penuh kepentingan. Gaza bukan hanya milik Palestina; Gaza adalah milik setiap manusia yang peduli akan hak asasi. Dan saat ini, hak asasi manusia itu sedang direbut, bukan hanya oleh kekuatan militer Israel, tetapi oleh kecenderungan dunia internasional yang memilih untuk berpaling.
Kita harus berhenti hanya berbicara dan mulai bertindak. Semua langkah yang tak membawa perubahan hanya akan memperpanjang penderitaan. Dunia perlu tahu bahwa selama Israel terus mencuri bantuan dan menghalangi hak-hak dasar rakyat Gaza, mereka bukan hanya melanggar hukum internasional, mereka melanggar hati nurani umat manusia. Kejahatan yang terstruktur ini harus diketahui dan dihadapi. Jika dunia terus diam, maka mereka juga menjadi bagian dari kejahatan itu. Gaza tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Dunia harus bertindak, dan kita tidak boleh lagi menunggu hingga darah dan air mata mereka mengalir lebih banyak.
*Sumber: Al Jazeera