Opini
Israel Kocar-kacir, Korban Perang Ditutupi!

Lagi-lagi Israel ketahuan bermain angka. Kali ini, jumlah tentaranya yang tewas di Gaza. Kepala Staf Eyal Zamir menyebut ada 5.942 keluarga tentara yang berduka, tapi militer hanya mengakui 844 tentara tewas. Kesalahan hitung? Tidak. Ini kebohongan yang dirancang rapi, demi menutupi realitas pahit di medan perang.
Setiap hari mereka koar-koar soal kemenangan, tapi rumah sakit di Israel penuh dengan tentara yang cacat dan trauma. Haaretz melaporkan dari Oktober hingga Desember 2023, mereka hanya mengakui 1.593 tentara terluka, padahal data rumah sakit menunjukkan 10.548. Jika perang ini benar-benar sukses, kenapa angka korban begitu besar? Siapa yang sedang mereka tipu?
Setiap bulan, lebih dari seribu tentara Israel butuh rehabilitasi. Tapi pemerintah tetap bersikeras bahwa perang berjalan sesuai rencana. Jika memang menang, kenapa semakin banyak keluarga berduka? Jika memang unggul, kenapa tentara mereka masih terus berjatuhan? Kebenaran perlahan muncul ke permukaan: mereka tidak ingin rakyatnya tahu bahwa mereka sedang kalah.
Ini bukan pertama kalinya. Israel sudah sering memainkan strategi ini. Dari dulu, mereka selalu membangun narasi heroik, sementara fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Gaza katanya sudah dikendalikan, tapi roket dan penyergapan masih terus terjadi. Hamas katanya sudah hancur, tapi tentaranya terus mati. Jadi, siapa yang sebenarnya menang?
Narasi kejayaan yang mereka jual kini mulai retak. Haaretz menyebut lebih dari 15.000 tentara Israel masuk program rehabilitasi. Ini bukan sekadar korban luka biasa, ini adalah pasukan yang tidak akan kembali bertempur. Tapi Israel terus menutupi angka ini karena jika rakyat mereka tahu jumlah korban yang sesungguhnya, gelombang protes akan pecah.
Setiap kali mereka mengumumkan kemenangan, itu adalah kebohongan yang dirancang dengan sangat rapi. Jika Hamas sudah kalah, kenapa perang belum berakhir? Jika Israel benar-benar superior, kenapa rumah sakit mereka penuh? Ini bukan perang yang berjalan sesuai skenario mereka, ini adalah perang yang justru menghancurkan mereka perlahan-lahan.
Israel tidak hanya membohongi dunia, tapi juga rakyatnya sendiri. Mereka mengirim anak-anak mereka ke garis depan demi ilusi kejayaan, hanya untuk menyaksikan mereka kembali dalam peti mati. Demi menjaga citra tentara yang tak terkalahkan, mereka lebih memilih menyembunyikan angka korban daripada menghadapi kenyataan bahwa mereka sedang tenggelam dalam perang yang sia-sia.
Musuh terbesar Israel bukan Hamas, bukan perlawanan Gaza, tapi kebenaran. Karena begitu rakyat mereka tahu betapa besar kebohongan yang telah ditutup-tutupi, perang ini akan kehilangan legitimasi. Itulah sebabnya mereka lebih takut pada angka sebenarnya daripada roket yang meluncur dari Gaza. Karena angka itulah yang bisa menghancurkan ilusi kemenangan mereka.
Bukan Pertama Kali
Zionis sudah lama lihai dalam menyulap angka dan menyembunyikan kekalahan mereka. Ini bukan trik baru. Beberapa contoh sebelumnya menunjukkan pola yang sama:
Perang 2006 Melawan Hizbullah
Saat perang melawan Hizbullah di Lebanon, mereka juga diduga menutupi jumlah tentaranya yang tewas. Secara resmi, mereka mengklaim hanya 121 tentara gugur, tapi laporan independen menyebut angka yang jauh lebih besar. Setelah perang, para analis militer pun sepakat: Israel gagal mencapai tujuan strategisnya dan mengalami kekalahan memalukan.
Serangan ke Gaza 2014
Dalam Operasi Protective Edge, jumlah korban tentara Israel diduga lebih tinggi dari laporan resmi. Hamas bahkan merilis video penyergapan dan penghancuran kendaraan militer Israel. Tapi, seperti biasa, angka-angka ini dimanipulasi agar publik Israel tetap percaya bahwa mereka unggul.
Perang Yom Kippur 1973
Di awal perang ini, Israel menderita kekalahan telak dari Mesir dan Suriah. Namun, mereka menutup-nutupi kenyataan itu agar tidak merusak semangat tentaranya. Baru setelah perang selesai, fakta tentang jumlah korban yang jauh lebih besar akhirnya terungkap.
Jadi, ketika Israel mengumumkan bahwa mereka sedang menang di Gaza, jangan langsung percaya. Sejarah sudah berulang kali menunjukkan bahwa mereka lebih lihai berbohong daripada bertempur. Dan kebohongan, sebesar apa pun, pada akhirnya akan runtuh.