Connect with us

Opini

Israel dan Siklus Kegilaan: Perang Tanpa Akhir

Published

on

Israel tampaknya kembali ke jalur yang sudah pasti gagal. Setelah hampir satu setengah tahun menyerang Gaza tanpa hasil yang diinginkan, mereka kini mempertimbangkan untuk melakukan hal yang sama lagi, berharap bahwa keajaiban akan terjadi. Definisi kegilaan, kata Einstein, adalah melakukan hal yang sama berulang kali dan mengharapkan hasil berbeda. Tapi siapa yang butuh akal sehat?

Menurut laporan Bloomberg, pemerintah Netanyahu ingin memperkuat keberadaannya di Gaza, membangun zona penyangga, dan “membongkar” Hamas secara militer. Sungguh strategi cemerlang! Sebab selama lebih dari satu tahun mereka telah gagal melakukannya, jadi tentu saja, logika yang masuk akal adalah mencoba lebih keras, menghancurkan lebih banyak, dan berharap Hamas tiba-tiba lenyap begitu saja.

Tak hanya itu, Israel juga dengan bijaksana menunda pembicaraan tahap kedua gencatan senjata. Bukankah ini contoh komitmen luar biasa terhadap perdamaian? Mereka tidak ingin ada perundingan sebelum memastikan bahwa lawan mereka sepenuhnya takluk. Kalau bisa, mungkin mereka juga ingin perundingan dilakukan tanpa adanya Palestina di meja negosiasi. Atau bahkan tanpa Palestina sama sekali.

Namun, ada satu hal yang menarik: Israel menunda pembebasan lebih dari 600 tahanan Palestina. Rupanya, mereka bukan hanya menginginkan tawanan mereka kembali, tapi juga mengatur bagaimana dan kapan pembebasan itu terjadi. Bahkan ada tuntutan tambahan, seperti penyerahan jenazah sebelum membebaskan tahanan. Dalam dunia diplomasi, ini disebut sebagai “negosiasi damai ala penjajah.”

Lucunya, mereka masih mengklaim bahwa seluruh operasi ini bertujuan untuk menyelamatkan sandera mereka. Ya, tentu saja. Itulah sebabnya mereka mengebom tempat-tempat di mana sandera mereka kemungkinan berada, menolak kesepakatan damai, dan mengancam akan melanjutkan perang besar-besaran. Tidak ada yang lebih peduli dengan nyawa warganya selain sebuah negara yang bersedia menghancurkan separuh wilayah hanya demi membuktikan dominasi militer.

Sementara itu, para pemimpin Israel tampaknya juga sedang bersaing untuk melihat siapa yang bisa memberikan syarat paling mustahil bagi Palestina. Menteri Energi Eli Cohen dengan percaya diri menetapkan empat syarat: pembebasan semua sandera, penghancuran Hamas, perlucutan senjata Gaza, dan kontrol keamanan penuh Israel. Mengapa tidak sekalian meminta Palestina mengucapkan terima kasih atas penjajahan ini?

Dan tentu saja, jika semua ini tidak berjalan sesuai rencana, Netanyahu telah menyiapkan Plan B: kembali ke perang besar-besaran. Rencananya? Versi baru dari “Generals’ Plan,” yaitu strategi jenius yang sebelumnya berhasil menghancurkan sektor kesehatan Gaza, mengusir ratusan ribu warga, dan menewaskan ribuan orang. Tapi jangan khawatir, kali ini mungkin hasilnya akan berbeda. Atau mungkin tidak.

Yang paling ironis adalah bagaimana Israel dan sekutunya tetap berbicara tentang “moralitas perang” dan “hak untuk membela diri.” Tak masalah bahwa mereka telah memblokade wilayah itu selama bertahun-tahun, menghancurkan rumah sakit, mengebom kamp pengungsi, dan kini kembali mempertimbangkan operasi militer baru. Semua ini pasti demi keamanan dan keadilan, bukan?

Seiring waktu, satu hal semakin jelas: Israel tidak memiliki strategi nyata selain perusakan tanpa henti. Mereka tidak mencari solusi, tidak menginginkan perdamaian, dan tidak benar-benar peduli pada tawanan mereka sendiri. Seluruh operasi ini hanyalah upaya mempertahankan ilusi kekuatan yang semakin memudar di hadapan perlawanan yang tidak bisa mereka tundukkan.

Dunia mungkin akan tetap menonton, beberapa pemimpin mungkin akan terus berbicara tentang “kekhawatiran mendalam,” dan Israel akan terus mengulang strategi gagal mereka, berharap bahwa kali ini, hasilnya akan berbeda. Tapi seperti kata pepatah lama, “Jika satu-satunya alat yang Anda punya adalah palu, maka setiap masalah akan terlihat seperti paku.” Israel hanya tahu satu cara: menghancurkan. Dan mereka akan terus mencobanya, bahkan ketika dunia sudah tahu bahwa palu mereka tidak lagi efektif.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *