Opini
Ironi Kebebasan: Larangan Protes Pro-Palestina di London

London, kota yang katanya kiblat kebebasan berekspresi, kembali menunjukkan keahliannya dalam melindungi demokrasi. Kali ini, polisi Metropolitan dengan bijaknya memutuskan bahwa sebuah protes damai untuk Palestina terlalu berbahaya untuk dibiarkan dekat dengan kantor BBC. Alasannya? Terlalu dekat dengan sinagoga pada hari Sabat. Tentu saja, keputusan ini dibuat demi ketertiban umum.
Ah, ketertiban umum! Mantra sakti yang selalu bisa digunakan untuk meredam suara-suara yang dianggap tidak nyaman. Bukankah kita semua tahu bahwa keramaian di dekat sinagoga pada hari Sabat bisa langsung mengancam seluruh tatanan masyarakat? Tidak penting bahwa rute protes sudah disepakati dua bulan lalu, dan tidak ada insiden apapun di protes-protes sebelumnya. Polisi pasti tahu lebih baik, bukan?
Namun, mari kita jujur. Masalahnya bukan pada kedekatan fisik dengan sinagoga, melainkan kedekatan protes ini dengan kebenaran yang terlalu sulit untuk ditelan oleh pihak tertentu. BBC, sebagai pelayan publik, jelas tidak boleh disentuh oleh kritik publik. Bukankah mereka adalah benteng terakhir dari netralitas berita, terlepas dari keluhan tentang bias liputan Palestina-Israel? Jika mereka merasa tidak nyaman dengan protes, maka jelas protes itu harus dihentikan.
Dan mari kita tidak lupa betapa mengerikannya demonstrasi damai pro-Palestina ini. Orang-orang dengan poster, spanduk, dan suara yang menyerukan keadilan pasti menjadi ancaman besar. Bahkan ketika ribuan orang Yahudi turut bergabung dalam aksi ini dengan slogan “Not in our name,” kita harus waspada. Bagaimana jika solidaritas semacam ini menyebar dan menginspirasi orang lain untuk berpikir kritis? Itu jelas tidak bisa dibiarkan.
Polisi, tentu saja, hanya melaksanakan tugasnya. Mereka harus melindungi ketertiban umum dengan cara apapun, termasuk menciptakan alasan keamanan yang terdengar masuk akal. Karena dalam demokrasi modern, keamanan selalu menjadi prioritas, bahkan jika itu berarti mengorbankan kebebasan. Lagipula, siapa yang peduli pada prinsip ketika kita punya alasan?
Oh, dan mari kita puji penggunaan Public Order Act, alat ampuh untuk memastikan bahwa tidak ada gangguan yang terlalu mengganggu kenyamanan kita. Tentu, undang-undang ini bisa digunakan untuk mengontrol apa saja, mulai dari demonstrasi hingga orang-orang yang sekadar berkerumun. Karena itulah undang-undang ini dibuat, untuk menjaga kenyamanan mereka yang berkuasa.
Tetapi mungkin kita terlalu keras pada polisi. Mereka hanya mencoba melindungi kita dari bahaya besar yang disebut “kebenaran.” Jika terlalu banyak orang mulai bertanya mengapa BBC, lembaga publik yang seharusnya netral, seringkali dituduh berpihak, apa yang akan terjadi pada dunia ini? Mungkin kita akan mulai berpikir bahwa institusi besar juga harus bertanggung jawab. Dan jelas, itu adalah ide yang sangat berbahaya.
Jadi, mari kita semua berterima kasih kepada polisi Metropolitan atas keberanian mereka untuk berdiri di sisi ketidakadilan demi keseimbangan palsu. Karena tanpa keputusan seperti ini, siapa yang akan melindungi kita dari suara-suara yang terlalu lantang dan terlalu benar? Dan siapa lagi yang akan memastikan bahwa kebebasan berekspresi tetap menjadi hak eksklusif mereka yang mengatakan hal-hal yang nyaman didengar?
Tentu saja, keputusan ini menuai kecaman. Dari penyintas Holocaust hingga selebritas, banyak yang menyebutnya sebagai serangan terhadap demokrasi. Tapi jangan khawatir, ini semua akan segera terlupakan, seperti semua hal lain yang tidak nyaman. Toh, kita hidup di zaman di mana kebebasan berekspresi hanya diselebrasi saat tidak mengganggu kenyamanan orang yang salah.
Jadi, untuk mereka yang berharap pada kebebasan berekspresi sejati, mungkin saatnya mengingat pelajaran penting: di dunia modern, kebebasan adalah ilusi yang dengan senang hati kita jual kepada orang lain, asalkan kita tidak perlu membelinya kembali untuk diri kita sendiri.