Connect with us

Opini

HTS Pilih Legitimasi Internasional, Tinggalkan Palestina

Published

on

Oleh: Lutfi Awaludin Basori

Dunia kembali dikejutkan oleh pernyataan terbaru dari Maher Marwan, gubernur baru Damaskus di bawah pemerintahan Hayat Tahrir al-Sham (HTS). Dalam wawancara eksklusif dengan NPR, Marwan menyatakan bahwa HTS tidak ingin “mengancam keamanan Israel” dan bahkan meminta Amerika Serikat memediasi hubungan yang lebih baik dengan Tel Aviv. Pernyataan ini terasa seperti tamparan keras bagi mereka yang pernah percaya pada narasi HTS sebagai bagian dari perlawanan terhadap ketidakadilan global. Sungguh mengharukan melihat HTS, yang dahulu berpose sebagai pahlawan pembebasan, kini berubah menjadi pelindung rasa aman bagi penjajah. Apakah ini babak baru dari drama perjuangan yang berkhianat?

Langkah ini tentunya memberikan dampak besar, baik ke dalam maupun keluar. Secara internal, HTS akan menghadapi perpecahan dalam kalangan pendukungnya yang selama ini melihat mereka sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan. Tindakan ini bisa memicu penurunan dukungan dari kelompok-kelompok yang selama ini mendukung perjuangan mereka. Sementara itu, secara eksternal, sikap ini dapat memengaruhi pandangan dunia internasional terhadap HTS. Alih-alih dipandang sebagai kelompok yang memperjuangkan keadilan, mereka kini dapat dianggap sebagai pemain politik yang siap untuk mengorbankan prinsip demi kepentingan diplomatik dan pengakuan internasional.

Tidak dapat dipungkiri, langkah ini mengingatkan kita pada langkah negara-negara Arab lainnya yang lebih awal melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Negara-negara seperti Uni Emirat Arab dan Bahrain, yang sebelumnya sangat vokal dalam mendukung Palestina, kini menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Tindakan HTS ini mencerminkan pola yang sama: mengutamakan keuntungan diplomatik dan pengakuan internasional di atas solidaritas terhadap Palestina. Dalam hal ini, HTS tidak hanya mengkhianati rakyat Palestina, tetapi juga mereka yang selama ini berharap HTS menjadi simbol perlawanan.

Bagaimana dengan solidaritas terhadap Palestina? Dampak dari keputusan HTS ini sangat merugikan perjuangan Palestina. Alih-alih memperjuangkan kebebasan Palestina dari pendudukan Zionis, HTS kini lebih memilih untuk tidak “mengganggu” Israel, yang tentu saja bertentangan dengan semangat perjuangan Palestina yang terus menuntut pembebasan. Tanpa ada kecaman terhadap kejahatan yang dilakukan oleh Israel di Gaza dan tempat lainnya, HTS kehilangan kredibilitas sebagai bagian dari gerakan pembebasan. Sementara Gaza terus menderita, HTS tampaknya lebih memilih untuk bermain di arena diplomasi internasional daripada memberikan dukungan nyata kepada perlawanan Palestina.

Tindakan HTS ini lebih dari sekadar kemunafikan; ini adalah oportunisme politik dalam bentuk paling kasarnya. Dengan mengesampingkan perjuangan rakyat Palestina demi mencari legitimasi internasional, HTS secara efektif mengatakan bahwa perjuangan untuk keadilan dapat dijual dengan harga pengakuan politik. Mereka lupa bahwa legitimasi sejati tidak datang dari penguasa global, tetapi dari rakyat yang tertindas. Jika mereka benar-benar peduli pada rakyat Palestina, HTS tidak akan memohon kepada AS untuk menjadi mediator dengan Israel. Sebaliknya, mereka akan menggunakan setiap platform yang mereka miliki untuk mengecam kejahatan Israel dan mendukung perlawanan Palestina. Namun, tampaknya HTS lebih memilih untuk berdansa di lantai diplomasi daripada berjuang di medan keadilan.

Bagi mereka yang masih mendukung HTS, inilah saatnya membuka mata. Perhatikan baik-baik wajah baru pejuang ini. Apakah mereka masih pantas disebut sebagai pembela umat? Atau apakah mereka telah berubah menjadi aktor dalam sandiwara politik, mengorbankan prinsip demi kursi kekuasaan? Sejarah akan mencatat tindakan ini, bukan sebagai upaya untuk membangun perdamaian, tetapi sebagai bab gelap dalam perjalanan pengkhianatan. Ketika darah warga Gaza terus mengalir, HTS memilih untuk menjadi pelayan rasa aman bagi penjajah. Dan untuk itu, mereka tidak hanya berkhianat pada Palestina, tetapi juga pada nilai-nilai yang mereka klaim perjuangkan.

HTS mungkin berharap dapat membangun citra baru di mata dunia, tetapi mereka lupa bahwa dunia juga melihat Gaza. Dan di sana, cerita perjuangan sejati terus berlanjut, meskipun dikhianati oleh mereka yang dulu berteriak paling lantang.

 

*Sumber: The Jerusalem Post

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *