Opini
HTS: Berani ke Lebanon, Tapi Bungkam ke Zionis!

Laporan dari Suriah kembali hadir, membawa kabar segar bagi siapa saja yang masih percaya bahwa ada pihak-pihak yang sungguh-sungguh memerangi musuh bersama umat Islam. Di sebuah desa bernama Al-Hawik, yang separuhnya di Suriah dan separuhnya di Lebanon, sebuah kelompok bersenjata dengan gagasan luhur menyerbu tanpa permisi. Mereka tidak datang untuk melawan penjajah, tetapi untuk menumpas saudara seiman.
Kelompok ini, yang telah berusaha keras menghapus citra lamanya sebagai organisasi ekstremis, kini memilih jalan lebih modern dan bijak. Mereka tidak lagi memusuhi musuh bebuyutan Islam, tetapi justru menggempur sebuah desa yang kebetulan dihuni oleh warga Syiah. Oh, betapa lembutnya transformasi mereka! Dari militan yang katanya ingin menegakkan syariat, kini menjadi pasukan yang sibuk mengatur siapa yang boleh tinggal di tanah sendiri.
Lebih menarik lagi, mereka diam seribu bahasa ketika pesawat-pesawat zionis melintas di atas kepala mereka, membombardir Suriah seakan itu tanah tak bertuan. Tak ada serangan balasan, tak ada pernyataan keras, bahkan tak ada umpatan kasar sekalipun. Mungkin mereka kini percaya bahwa jihad melawan penjajah adalah doktrin kuno, dan memerangi kelompok yang mereka anggap berbeda lebih mendesak daripada melawan entitas yang sejak dulu menumpahkan darah umat Islam.
Di perbatasan Lebanon, suku-suku setempat tentu tidak tinggal diam. Mereka menjemput para tamu tak diundang ini dengan penuh kehangatan—hangat dalam artian peluru yang menembus tubuh. Para militan yang datang dengan penuh kepercayaan diri kini berakhir sebagai sekumpulan mayat, teronggok di tanah yang mereka pikir bisa mereka rebut dengan mudah. Ah, mungkin mereka lupa bahwa yang mereka lawan bukanlah petani tak bersenjata, melainkan para lelaki yang tidak akan membiarkan satu pun peluru melintas tanpa balasan.
Ada sesuatu yang menggelitik dalam tragedi ini. Mereka yang selalu meneriakkan kebencian terhadap zionis kini memilih untuk berteman diam-diam. Seperti dua serigala lapar yang berbagi hutan yang sama, mereka tak perlu saling menggigit selama ada mangsa lain yang lebih lemah untuk dikoyak. Dan siapa yang lebih cocok untuk dijadikan musuh selain mereka yang secara ideologis bertentangan, namun tetap satu bagian dari umat Islam? Perpecahan selalu lebih mudah daripada melawan penjajahan.
Ironisnya, Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) yang dulunya dikenal garang kini memilih jalur yang lebih pragmatis. Mungkin mereka telah menyadari bahwa melawan Israel hanya membawa kesia-siaan. Lagi pula, siapa yang mau mempertaruhkan nyawa demi sesuatu yang tidak memberi keuntungan strategis? Bukankah lebih baik menghancurkan desa-desa yang tak punya pesawat tempur dan artileri canggih? Bukankah lebih nyaman menggempur mereka yang tidak bisa memanggil bantuan dari Washington atau London?
Jadi, inilah era baru “jihad”: bukan lagi melawan penjajah, tapi memastikan kelompok sendiri yang tetap berkuasa. Siapa yang berani menentang harus dihancurkan, meskipun mereka sama-sama membaca Al-Qur’an. Siapa yang berbeda dalam tafsir agama harus diusir, meskipun mereka lahir dan besar di tanah yang sama. Sementara itu, sang penjajah yang sebenarnya bisa bernapas lega. Mereka tak perlu bersusah payah menghadapi perlawanan, karena musuh-musuh mereka justru sibuk bertikai sendiri.
Kini kita tahu siapa yang benar-benar bertarung di medan perang dan siapa yang hanya menjual slogan. Kita tahu siapa yang berani menghadapi tank-tank zionis dan siapa yang hanya berani mengusir rakyat jelata dari rumahnya sendiri. Sejarah akan mencatat bagaimana kelompok yang dulu dielu-elukan sebagai pejuang Islam kini berubah menjadi sekadar kaki tangan dari tatanan yang mereka sendiri dulu kecam. Dan sejarah juga akan mencatat siapa yang tetap bertahan, meski dilabeli dengan segala macam propaganda buruk.
Tapi mungkin ini semua hanya kesalahpahaman. Mungkin HTS hanya sedang kehilangan arah dan tak sengaja mengarahkan senjata mereka ke desa-desa Lebanon. Mungkin mereka hanya ingin bermain perang-perangan tanpa benar-benar memahami siapa musuh sebenarnya. Atau mungkin, seperti banyak kelompok lain yang pernah mengklaim berjuang untuk Islam, mereka akhirnya sadar bahwa kekuasaan lebih menggoda daripada perlawanan sejati. Apa pun alasannya, satu hal pasti: jika ada yang masih percaya HTS adalah benteng jihad, maka mereka lebih buta daripada mereka yang berpikir bahwa zionis adalah sahabat dunia Islam.