Connect with us

Opini

Harga Genosida Israel di Gaza

Published

on

Laporan terbaru menyebutkan bahwa perang Israel di Gaza telah merugikan negara itu hingga 250 miliar shekel atau $67,57 miliar. Sebuah angka fantastis untuk proyek penghancuran. Namun, di balik angka tersebut, lebih dari 46.537 warga Gaza telah tewas, dan 109.571 lainnya terluka sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023. Apakah genosida ini benar-benar sepadan dengan biayanya?

Dalam 48 jam terakhir saja, lima pembantaian dilakukan Israel terhadap keluarga-keluarga di Gaza, menewaskan 32 orang dan melukai 193 lainnya, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Banyak korban masih terkubur di bawah reruntuhan, tak tersentuh oleh ambulans atau regu penyelamat. Untuk Israel, nyawa warga Gaza tampaknya lebih murah daripada harga satu rudal yang mereka tembakkan.

Jika genosida adalah komoditas, Israel menjadi produsen unggul. Dengan Iron Dome, teknologi laser, dan tembok perbatasan, mereka memasarkan keamanan dengan harga selangit. Ironisnya, meskipun miliaran dolar dihabiskan, sistem pertahanan itu gagal menghentikan perlawanan dari Gaza yang dianggap sebagai ancaman eksistensial. Uang habis, kehancuran bertambah.

Israel bahkan mengalihkan pendapatan dari gas alam untuk membiayai perang. Uang yang seharusnya membangun rumah sakit dan sekolah kini digunakan untuk senjata. Bagi elite politik Israel, tampaknya lebih penting membangun bom daripada masa depan. Sementara itu, keluarga-keluarga Israel yang membayar pajak hanya mendapat ketakutan dan ketidakpastian sebagai balasannya.

Nagel Committee merekomendasikan tambahan anggaran 275 miliar shekel untuk militer dalam dekade mendatang. Ini artinya, rakyat Israel akan terus dibebani demi menopang mesin perang mereka. Di Gaza, keluarga-keluarga kehilangan rumah dan nyawa; di Israel, rakyat kehilangan anggaran pendidikan dan kesehatan yang seharusnya menjadi hak mereka.

Perang ini juga menanamkan kebencian global yang semakin sulit dihapus. Lebih dari 46.000 nyawa telah direnggut, termasuk anak-anak dan perempuan, dan dunia terus mencatat setiap pembantaian. Bagi banyak negara, Israel bukan lagi simbol kekuatan, melainkan wajah dari kekejaman sistematis. Harga genosida ini bukan hanya ekonomi, tapi juga moral.

Dalam 463 hari agresi ini, laporan Calcalist menyebutkan perang ini sebagai “beban berat.” Tapi siapa yang benar-benar menanggungnya? Elite politik tetap duduk nyaman, sementara rakyat biasa, baik di Israel maupun Gaza, yang membayar mahal. Di Gaza, dengan nyawa. Di Israel, dengan masa depan yang terkikis oleh obsesi perang.

Ironisnya, meski mahal, genosida ini tidak membawa hasil. Gaza tetap bertahan sebagai simbol perlawanan, dan Israel terus terjebak dalam lingkaran kebijakan agresif yang tidak membawa kedamaian. Semakin banyak uang dihabiskan, semakin jauh mereka dari solusi yang benar-benar berarti.

Israel mungkin bangga dengan tembok, rudal, dan teknologi perang mereka. Namun, kenyataannya, tidak ada tembok yang cukup tinggi untuk mengubur kebenaran, dan tidak ada rudal yang cukup kuat untuk menghancurkan keinginan rakyat Gaza untuk bertahan hidup. Biaya ekonomi, sosial, dan moral perang ini tidak sebanding dengan apa pun yang coba mereka capai.

Ketika angka-angka ini dicatat, pertanyaannya kembali kepada Israel: apakah $67 miliar cukup untuk membeli rasa aman? Atau justru genosida ini menunjukkan kegagalan total—baik secara moral maupun ekonomi? Dunia tidak akan lupa apa yang telah terjadi, bahkan jika Israel terus berpura-pura bahwa harga ini layak dibayar.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *