Opini
Hamas Bangkit, Israel Gagal Total di Gaza!

Berita itu datang seperti dentuman keras yang menampar wajah kebijakan militer zionis. Hamas, yang katanya hendak dimusnahkan dari muka bumi, justru menyalakan api perlawanan dengan roket yang melesat ke Tel Aviv. Ini bukan sekadar serangan balasan. Ini adalah deklarasi yang mengumumkan bahwa setelah satu setengah tahun genosida, Gaza masih berdiri dan perlawanan belum padam.
Zionis telah mengerahkan segala daya: bom pintar, drone tercanggih, pasukan darat yang membanjiri setiap sudut Gaza, tetapi tetap gagal membungkam perlawanan. Sejak awal perang ini, mereka menggembar-gemborkan strategi pemusnahan total, tetapi kenyataannya, mereka hanya membunuh warga sipil tanpa pernah berhasil menghancurkan struktur inti Hamas. Perang yang mereka lancarkan tak lebih dari pesta pembantaian yang tak membuahkan hasil.
Ini adalah bukti nyata dari kegagalan perang modern ketika berhadapan dengan strategi perlawanan asimetris. Hamas tak perlu jet tempur, kapal perang, atau anggaran militer miliaran dolar. Mereka cukup dengan terowongan bawah tanah, roket yang terus diproduksi, serta keyakinan bahwa tanah ini harus dipertahankan hingga titik darah penghabisan. Sementara zionis sibuk menyusun taktik militer konvensional, Hamas memainkan strategi gerilya yang membuat frustrasi mesin perang terbesar di Timur Tengah.
Dunia menyaksikan bagaimana serangan ke Tel Aviv ini bukan hanya sekadar aksi simbolik, tetapi juga pernyataan bahwa zionis telah gagal. Bayangkan, lebih dari satu tahun mereka mengerahkan semua kekuatan militer untuk menghapus Gaza dari peta, tetapi yang terjadi malah sebaliknya: Hamas tetap berdiri, dan kini mereka kembali mengguncang jantung musuhnya. Betapa memalukan bagi zionis, yang mengklaim diri sebagai kekuatan militer tak terkalahkan, tetapi tak mampu menundukkan sepetak tanah kecil yang diblokade dari segala arah.
Perang ini mengingatkan kita pada bagaimana kekuatan besar dalam sejarah selalu terjebak dalam arogansinya sendiri. Vietnam menjadi kuburan bagi ambisi Amerika, Afghanistan mengusir Soviet dan kemudian NATO, dan kini Gaza membuktikan bahwa bahkan kekuatan militer dengan teknologi mutakhir bisa dihadapkan pada realitas pahit: perang bukan hanya soal persenjataan, tetapi juga soal daya tahan dan keberanian. Zionis telah menguasai udara, tetapi mereka tidak bisa menguasai tanah yang mereka injak.
Setiap rudal yang ditembakkan Hamas adalah penghinaan bagi seluruh kebijakan keamanan zionis. Iron Dome, yang diklaim sebagai sistem pertahanan udara terbaik di dunia, hanya bisa mencegat sebagian kecil serangan. Sebagian besar roket mungkin jatuh di area terbuka, tetapi faktanya tetap sama: Hamas masih memiliki kapasitas untuk menyerang. Dan yang lebih menyakitkan bagi zionis, serangan ini terjadi setelah mereka mengklaim telah menghancurkan infrastruktur perlawanan. Jika ini disebut kemenangan, maka definisi kemenangan perlu direvisi.
Bukan hanya itu, setiap kali Hamas menembakkan roket, dunia melihat bahwa perang ini bukan tentang keamanan zionis, tetapi tentang penindasan dan kebangkitan melawannya. Hamas tidak hanya bertahan secara fisik, tetapi juga secara politik dan moral. Mereka tetap menjadi simbol perlawanan yang tak bisa dihancurkan dengan bom, karena semangatnya telah tertanam di setiap rumah yang dihancurkan, di setiap keluarga yang kehilangan anggota, dan di setiap anak yang tumbuh dalam reruntuhan dengan tekad untuk melanjutkan perjuangan.
Dari perspektif geopolitik, Gaza adalah laboratorium perang modern yang membuktikan bahwa kekuatan militer konvensional tak bisa mengalahkan perlawanan akar rumput. Zionis mungkin memiliki senjata nuklir, tetapi nuklir tak bisa menargetkan jaringan bawah tanah yang terus berkembang. Mereka bisa membunuh komandan Hamas, tetapi selalu ada pengganti yang siap mengambil alih. Mereka bisa menghancurkan gedung-gedung, tetapi kehendak untuk melawan tak pernah bisa dihancurkan dengan cara yang sama.
Kegagalan zionis di Gaza juga bisa dilihat dari dampaknya terhadap masyarakat mereka sendiri. Semakin lama perang berlangsung, semakin banyak warganya yang mulai meragukan efektivitas kebijakan militer ini. Mereka dijanjikan keamanan, tetapi yang mereka dapatkan adalah sirene peringatan dan serangan balik yang terus terjadi. Mereka diklaim sebagai bangsa terkuat di kawasan ini, tetapi mereka tak bisa menundukkan sekelompok pejuang yang bertahan di wilayah kecil dengan sumber daya yang diblokade.
Sementara itu, di Gaza, meskipun dibombardir tanpa henti, semangat perlawanan justru semakin menguat. Masyarakat di sana tahu bahwa mereka menghadapi musuh yang tidak mengenal batas moral, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka memiliki satu senjata yang tak dimiliki oleh zionis: tekad untuk tidak tunduk. Setiap serangan yang mereka hadapi hanya memperkuat keinginan untuk terus berjuang.
Kita juga harus berbicara tentang absurditas klaim zionis bahwa mereka sedang “melawan terorisme.” Jika mereka benar-benar bertempur melawan milisi kecil yang katanya tanpa dukungan, mengapa mereka membutuhkan waktu lebih dari satu tahun dan belum juga menang? Jika Hamas hanyalah ancaman kecil, mengapa Tel Aviv masih bisa dihantam roket? Jika operasi mereka sukses, mengapa dunia terus menyaksikan Gaza melawan dengan gigih?
Kenyataan yang tak bisa mereka tolak adalah bahwa perang ini bukan tentang menghapus Hamas, tetapi tentang menekan seluruh rakyat Palestina. Tetapi seperti yang telah dibuktikan sejarah, penindasan yang berlebihan justru melahirkan perlawanan yang lebih besar. Setiap anak yang selamat dari pembantaian ini akan tumbuh dengan dendam yang membakar, dan setiap keluarga yang kehilangan anggotanya akan memiliki alasan lebih kuat untuk melawan.
Zionis telah gagal total, bukan hanya secara militer, tetapi juga dalam membangun narasi yang bisa membenarkan tindakan mereka. Dunia kini melihat bahwa perang ini bukan tentang pertahanan diri, tetapi tentang imperialisme brutal yang tak mengenal batas kemanusiaan. Mereka bisa membombardir Gaza selama satu dekade lagi, tetapi mereka tak akan pernah menang, karena mereka berperang melawan sesuatu yang tak bisa dibunuh dengan peluru: keyakinan bahwa tanah ini bukan milik penjajah.
Peluncuran roket ke Tel Aviv bukan sekadar aksi militer, tetapi simbol bahwa perjuangan belum berakhir. Ini adalah tamparan keras bagi seluruh strategi militer zionis yang didesain untuk menghancurkan Hamas tetapi justru semakin memperkuatnya. Sejarah mencatat bahwa bangsa yang tertindas selalu menemukan jalan untuk bangkit, dan Gaza kini menuliskan babak baru dalam kisah perlawanan yang akan dikenang selamanya.
Daftar referensi:
- The Cradle – Qassam Brigades targets Tel Aviv with first rocket barrage in months. (20 Maret 2025). [https://thecradle.co/articles/qassam-brigades-targets-tel-aviv-with-first-rocket-barrage-in-months](https://thecradle.co/articles/qassam-brigades-targets-tel-aviv-with-first-rocket-barrage-in-months)
- Al Jazeera – Gaza war updates: Death toll surges as Israel renews attacks. (Maret 2025). [https://www.aljazeera.com](https://www.aljazeera.com)
- Middle East Eye – Why Israel has failed to eliminate Hamas despite months of war. (2025). [https://www.middleeasteye.net](https://www.middleeasteye.net)
- The Guardian – Israel’s military strategy in Gaza faces increasing scrutiny as resistance persists. (2025). [https://www.theguardian.com](https://www.theguardian.com)
- Human Rights Watch – Israel’s systematic targeting of Gaza’s infrastructure and its impact. (2025). [https://www.hrw.org](https://www.hrw.org)
- UN OCHA – Humanitarian crisis deepens in Gaza as blockade continues. (2025). [https://www.unocha.org](https://www.unocha.org)
- Institute for National Security Studies (INSS) – The resilience of Hamas: Strategic failures of the Israeli military campaign. (2025). [https://www.inss.org.il](https://www.inss.org.il)