Connect with us

Opini

Google: Mesin Pencari yang Menemukan Semua, Kecuali Etika

Published

on

Pada sebuah laporan eksklusif yang muncul di Washington Post, terungkap bahwa Google telah memberikan bantuan langsung kepada militer Israel. Sejak beberapa minggu pertama perang antara Israel dan Hamas, pegawai Google bekerja keras memberikan akses ke kecerdasan buatan canggih mereka kepada Kementerian Pertahanan Israel. Jadi, apakah ini langkah yang sah dari perusahaan yang selalu menjunjung tinggi etika?

Jika kita bertanya kepada Google, mereka pasti akan menjawab dengan penyangkalan khas mereka. “Kami hanya menyediakan teknologi,” mereka mungkin akan berkata, seolah-olah mereka tidak tahu bahwa teknologi mereka bisa digunakan untuk menyerang warga sipil atau memfasilitasi kekerasan dalam konflik militer. “Kami hanya pemrogram,” begitu mereka akan berkilah, tanpa mempertimbangkan dampak dari “alat” yang mereka ciptakan.

Namun, kenyataannya lebih rumit dari sekadar penyedia teknologi. Di balik layar, ada karyawan Google yang dengan cepat mempercepat permintaan dari Kementerian Pertahanan Israel untuk mendapatkan akses lebih besar ke layanan AI mereka. Dalam dunia bisnis, ini bisa dianggap sebagai upaya untuk menghindari pesaing, dalam hal ini, Amazon yang juga melayani militer Israel. Tentu saja, Google tidak ingin kehilangan klien besar yang berpotensi mendatangkan miliaran dolar.

Namun, apakah hanya sekadar masalah bisnis? Tidak. Di saat yang sama, ada pertanyaan etis yang tak bisa dihindari: Mengapa sebuah perusahaan teknologi besar seperti Google tidak melakukan penyelidikan lebih lanjut tentang bagaimana teknologi mereka digunakan? Apa yang akan terjadi jika alat yang mereka kembangkan untuk kemudahan hidup justru digunakan untuk mempermudah penargetan dan serangan terhadap manusia dan infrastruktur? Ini adalah pertanyaan yang sulit dijawab oleh Google, dan tentu saja, mereka lebih suka berdiam diri, berharap bahwa tuduhan tersebut akan hilang begitu saja.

Ingat, Google telah lama berusaha memisahkan diri dari kerjasama dengan militer Israel, setelah protes yang muncul dari karyawan mereka terkait kontrak komputasi awan dengan pemerintah Israel. Namun, kenyataannya berbalik 180 derajat ketika perusahaan memberikan akses kepada IDF (Israel Defense Forces) untuk meningkatkan penggunaan teknologi mereka yang paling canggih. Tindakan ini lebih dari sekadar bisnis, ini adalah masalah integritas—atau kurangnya integritas.

Keputusan Google untuk menyediakan akses ke teknologi canggih seperti platform pembelajaran mesin dan AI mereka untuk digunakan dalam perang, sangat kontras dengan citra perusahaan yang selama ini mempromosikan diri sebagai pelopor dalam bidang inovasi yang bermanfaat bagi umat manusia. Apa yang terjadi dengan nilai-nilai itu? Bukankah inovasi seharusnya digunakan untuk menciptakan dunia yang lebih baik, bukan untuk memperpanjang penderitaan dan kekerasan?

Sebagai respons terhadap tuduhan ini, Google, tentu saja, memilih untuk menyangkalnya. Mereka mengklaim bahwa teknologi yang mereka berikan tidak digunakan untuk keperluan yang sangat sensitif atau terkait langsung dengan senjata atau layanan intelijen. Namun, saat kita melihat lebih jauh, klaim ini terasa agak lemah. Apakah teknologi AI yang memungkinkan IDF memproses rekaman pengawasan dan menganalisis data sensitif bukan bagian dari upaya militer? Tentu saja, itu adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari operasi militer yang melibatkan serangan.

Begitu juga dengan kontrak Nimbus, yang senilai miliaran dolar dengan pemerintah Israel. Google dan Amazon bekerja sama dalam menyediakan layanan cloud untuk memastikan privasi dan kedaulatan data sesuai dengan hukum Israel. Tetapi, apakah kita benar-benar percaya bahwa data yang mereka simpan tidak akan digunakan untuk mempermudah penyerangan? Ketika pihak yang memanfaatkan teknologi tersebut adalah militer, jawabannya menjadi sangat kompleks.

Google mengklaim bahwa mereka tidak tahu bagaimana teknologi mereka digunakan. Namun, dalam dunia yang semakin terhubung ini, apakah kita bisa benar-benar percaya bahwa mereka tidak memiliki kontrol atau pemahaman lebih dalam tentang bagaimana teknologi mereka dimanfaatkan? Apakah perusahaan sebesar Google benar-benar tidak tahu bahwa salah satu aplikasi teknologi mereka, seperti AI untuk memproses data pengawasan, bisa dengan mudah beralih menjadi alat untuk menghancurkan kehidupan manusia?

Ironisnya, jika Google terus menanggapi tuduhan ini dengan penyangkalan tanpa melakukan penyelidikan yang transparan, mereka akan kehilangan lebih dari sekadar kepercayaan publik. Mereka akan kehilangan posisi mereka sebagai pemimpin dalam inovasi teknologi yang bertanggung jawab. Bahkan jika mereka berusaha mengelak, kita sebagai publik tidak bisa hanya berdiam diri dan berharap mereka akan menyelesaikan masalah ini dengan sendirinya.

Google, yang selama ini dikenal sebagai mesin pencari untuk segala hal, mulai terlihat seperti mesin pencari yang menghindari pertanyaan penting—seperti: “Apakah teknologi yang Anda buat digunakan untuk melukai atau membunuh?” Mungkin sudah saatnya bagi Google untuk berhenti bersembunyi di balik kecanggihan teknologinya dan mulai mencari jawabannya. Jawaban yang lebih daripada sekadar penyangkalan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *