Connect with us

Opini

Evakuasi Gaza: Bunuh Diri Diplomasi Indonesia?

Published

on

Di sebuah ruangan di Jakarta, aroma kopi menyeruak saat para pejabat tinggi berkumpul, membahas inisiatif kemanusiaan yang tampak mulia: mengevakuasi 1.000 warga Gaza ke Indonesia. Presiden Prabowo Subianto, dengan semangat yang diklaim selaras dengan mandat konstitusional, mengusulkan langkah ini sebagai respons terhadap penderitaan warga Palestina. Namun, di balik niat baik, terselip risiko mengerikan: langkah ini bisa menjadi bunuh diri diplomatik, justru membantu agenda Israel mengosongkan Gaza, melanggar amanat UUD 1945 untuk menghapus penjajahan.

Laporan media menyoroti dukungan PBNU dan Muhammadiyah terhadap rencana evakuasi, dengan catatan bahwa ini bersifat sementara. Yahya Cholil Staquf dari PBNU menyebutnya langkah cerdik untuk memicu dialog, sementara Haedar Nashir dari Muhammadiyah menekankan pentingnya tidak permanen. Namun, kedua organisasi ini juga menggarisbawahi bahwa solusi sejati adalah diplomatik, bukan sekadar menyelamatkan korban. Sementara itu, Turki dan Arab Saudi menolak keras, memperingatkan bahwa evakuasi bisa diartikan sebagai pengungsian, melemahkan perjuangan Palestina tetap di tanah air mereka.

Mengapa evakuasi begitu berisiko? Gaza, dengan 2,1 juta warganya yang terjebak tanpa makanan, obat, atau bahan bakar, adalah korban penjajahan Israel. Lebih dari 50.000 jiwa telah melayang sejak Oktober 2023, akibat serangan tanpa henti. Evakuasi 1.000 orang, meski tampak kecil, membuka celah bagi Israel untuk memperluas kendali. Sejarah menunjukkan Israel memanfaatkan krisis untuk aneksasi, seperti selama Nakba 1948, ketika ratusan ribu warga Palestina diusir dan tak pernah diizinkan kembali.

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa evakuasi bukan relokasi, hanya untuk pengobatan sementara. Namun, tanpa jaminan kuat bahwa warga dapat kembali, janji ini rapuh. Gaza bisa saja hancur total atau dikuasai sepenuhnya oleh Israel selama warga absen. Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, dengan tegas menolak rencana ini, menegaskan bahwa prioritas adalah gencatan senjata dan menjaga warga Palestina di tanah mereka, bukan memindahkan mereka, yang bisa melegitimasi pengusiran.

PBB, yang sering diharapkan sebagai penjamin hukum internasional, terbukti mandul. Meskipun Resolusi 194 menjamin hak kembali pengungsi, Israel secara konsisten mengabaikannya, didukung veto AS di Dewan Keamanan. Lebih dari setahun genosida di Gaza berlangsung, dengan serangan terbaru menewaskan 35 orang dalam sehari, namun PBB tak mampu menghentikan kekejaman. Mengandalkan PBB untuk mengawasi evakuasi adalah ilusi, meninggalkan Indonesia rentan terhadap tuduhan memfasilitasi agenda Israel.

Otoritas Palestina, yang kerap disebut sebagai pihak yang harus menyetujui evakuasi, tidak berkuasa di Gaza. Hamas, yang mengendalikan wilayah itu sejak 2007, kemungkinan menolak evakuasi sebagai bentuk pengungsian. Berkoordinasi dengan Hamas penuh risiko diplomatik, karena statusnya sebagai organisasi teroris di mata Barat. Tanpa persetujuan otoritas lokal Gaza, evakuasi bisa dianggap sepihak, mengabaikan aspirasi rakyat Palestina dan memperlemah legitimasi Indonesia sebagai pembela kemerdekaan.

Evakuasi bukan hanya soal logistik; ini soal narasi. Jika Indonesia memindahkan warga Gaza, meski sementara, dunia bisa melihatnya sebagai pengakuan bahwa Gaza tidak lagi layak huni, memberi Israel alasan untuk memperketat blokade atau aneksasi. Mensesneg Prasetyo Hadi mengakui tantangan teknis evakuasi, namun tetap bersikeras melanjutkan meski ditolak Turki. Sikap ini mengabaikan peringatan bahwa langkah ini bisa mencoreng reputasi Indonesia sebagai pendukung Palestina, menjadikannya sekutu tak sengaja penjajah.

Mandat konstitusional Indonesia, tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, jelas: menghapus penjajahan di atas dunia. Pendudukan Israel di Gaza, dengan blokade selama 17 tahun dan serangan yang menghancurkan infrastruktur, adalah penjajahan modern. Evakuasi, yang berfokus pada korban, tidak menyentuh akar masalah: Israel sebagai penjajah. Seperti menolong korban perampokan tanpa menghentikan perampok, warga yang dievakuasi bisa kembali ke Gaza yang telah direbut, atau lebih buruk, tak punya tempat kembali sama sekali.

Alternatif yang jauh lebih selaras dengan mandat konstitusional adalah bantuan langsung di Gaza. Mengirim dokter, obat-obatan, makanan, dan bahan bangunan akan memperkuat ketahanan warga di tanah mereka. Muhammadiyah telah mencontohkan ini dengan mengirim dokter dan membangun madrasah untuk pengungsi. Bantuan ini memastikan warga Gaza tetap bertahan, menentang agenda Israel untuk mengosongkan wilayah. Berbeda dengan evakuasi, bantuan langsung tidak membuka celah bagi aneksasi atau pengungsian.

Indonesia juga harus memperkuat tekanan anti-penjajahan melalui diplomasi. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) bisa menjadi platform untuk mendorong sanksi kolektif terhadap Israel, menggantikan PBB yang lumpuh. Dukungan resmi untuk gerakan Boycott, Divestment, Sanctions (BDS) akan melemahkan ekonomi Israel, memberikan tekanan nyata tanpa melanggar prinsip bebas aktif. Indonesia, sebagai negara Muslim terbesar, dapat memobilisasi opini publik global melalui kampanye media, menekankan bahwa pendudukan adalah akar penderitaan Gaza.

Penolakan normalisasi dengan Israel adalah langkah krusial. Beberapa negara Timur Tengah telah merangkul Abraham Accords, namun Indonesia harus tetap teguh menolak, menegaskan bahwa pendudukan tidak dapat diterima. Mendorong pengakuan internasional terhadap negara Palestina dengan perbatasan pra-1967 akan memperkuat legitimasi Palestina, melemahkan klaim Israel atas Gaza dan wilayah lain. Langkah-langkah ini, meski tidak instan, langsung menargetkan penjajahan, bukan hanya menampung korban.

Evakuasi, meski dikemas sebagai kemanusiaan, adalah langkah bunuh diri diplomatik. Jika Gaza dikuasai Israel selama warga absen, Indonesia akan dicap sebagai pihak yang memfasilitasi pengungsian, merusak reputasinya di dunia Islam dan komunitas pro-Palestina. Penolakan Turki dan Arab Saudi adalah peringatan keras: evakuasi bisa diartikan sebagai pengakuan kekalahan Palestina atas tanah mereka. Indonesia tidak boleh terjebak dalam jebakan ini, apalagi ketika mandat konstitusional menuntut penghapusan penjajahan, bukan penghapusan korban.

Bantuan langsung di Gaza adalah jalan yang lebih aman dan bermartabat. Mengirim tim medis, mendirikan rumah sakit lapangan, atau menyediakan beasiswa bagi pelajar Palestina akan membantu warga bertahan di tanah air mereka. Ini bukan sekadar kemanusiaan, tetapi perlawanan terhadap agenda Israel. Dengan menggabungkan bantuan ini dengan tekanan diplomatik melalui OKI, BDS, dan kampanye global, Indonesia dapat memenuhi amanat UUD 1945 tanpa risiko membantu penjajah.

Pada akhirnya, Gaza bukan hanya soal penderitaan, tetapi soal perjuangan. Warga Gaza tidak membutuhkan evakuasi yang berisiko mengosongkan tanah mereka; mereka membutuhkan dunia yang berdiri teguh melawan penjajahan. Indonesia, dengan sejarah panjang mendukung kemerdekaan Palestina, harus memimpin dengan keberanian, bukan terjebak dalam langkah yang bisa mencoreng namanya. Menghapus penjajahan berarti mengusir penjajah, bukan memindahkan korban—dan itulah panggilan sejati konstitusi.

 

Daftar Sumber

  1. com. (2025). “PBNU Dukung Inisiatif Prabowo soal Palestina Jadi Awal Membuka Pembicaraan.” Diakses dari https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7880991/pbnu-dukung-inisiatif-prabowo-soal-palestina-jadi-awal-membuka-pembicaraan.
  2. com. (2025). “Menhan Sjafrie: Evakuasi Warga Palestina Bukan Langkah Relokasi.” Diakses dari https://www.antaranews.com/berita/4786385/menhan-sjafrie-evakuasi-warga-palestina-bukan-langkah-relokasi.
  3. com. (2025). “Muhammadiyah Dukung Evakuasi Warga Gaza ke Indonesia Asal Tak Permanen.” Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250422131039-20-1221252/muhammadiyah-dukung-evakuasi-warga-gaza-ke-indonesia-asal-tak-permanen.
  4. com. (2025). “PBNU: Inisiatif Prabowo soal Palestina untuk Memantik Perbincangan.” Diakses dari https://www.antaranews.com/berita/4786265/pbnu-inisiatif-prabowo-soal-palestina-untuk-memantik-perbincangan.
  5. com. (2025). “Sudah Ditolak Berbagai Kalangan di Dalam dan Luar Negeri, Istana Pastikan Tetap Lanjutkan Ide Evakuasi Warga Gaza Palestina ke Indonesia.” Diakses dari https://www.jawapos.com/nasional/015910942/sudah-ditolak-berbagai-kalangan-di-dalam-dan-luar-negeri-istana-pastikan-tetap-lanjutkan-ide-evakuasi-warga-gaza-palestina-ke-indonesia.
  6. co.id. (2025). “Mensesneg Akui Rencana Evakuasi Warga Gaza ke Indonesia Tidak Mudah.” Diakses dari https://khazanah.republika.co.id/berita/sv32rn483/mensesneg-akui-rencana-evakuasi-warga-gaza-ke-indonesia-tidak-mudah-part2.
  7. co.id. (2025). “Istana Tak Masalah Turki Tolak Rencana Evakuasi Pengungsi Gaza ke Indonesia.” Diakses dari https://www.viva.co.id/berita/nasional/1816689-istana-tak-masalah-turki-tolak-rencana-evakuasi-pengungsi-gaza-ke-indonesia?page=2.
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *