Connect with us

Opini

Eropa Merampok Rusia: Modus Baru Kolonialisme?

Published

on

Tiga tahun perang di Ukraina telah meninggalkan tagihan besar bagi Eropa, lebih dari $122 miliar dalam bantuan langsung, belum termasuk miliaran lainnya untuk memperkuat militer dan industri pertahanan mereka. Namun, di tengah pembengkakan anggaran yang tak tertahankan, ada satu godaan yang belum berani mereka sentuh: aset Rusia senilai $229 miliar yang telah dibekukan. Tidak, bukan hanya bunganya, tapi modal pokoknya.

Prancis, dalam langkah yang kental dengan kepura-puraan moral, baru saja mengesahkan resolusi non-mengikat yang mendesak pemerintah mereka untuk menyita aset Rusia guna mendanai militer Ukraina dan rekonstruksinya. Seolah-olah tindakan ini adalah demi keadilan, bukan karena dompet Eropa semakin kering. AS dan Kanada sudah lebih dulu membuka jalan, meloloskan legislasi untuk menyita aset Rusia. Tapi Eropa, dengan segala pretensinya sebagai pembela supremasi hukum, masih ragu-ragu. Katanya, ini “komplikasi hukum”. Nyatanya, ini soal uang dan ketakutan akan preseden berbahaya.

Pisau analisis pertama yang perlu diasah adalah realisme dalam hubungan internasional. Di dunia yang dijalankan oleh kepentingan, bukan moralitas, Eropa kini menghadapi dilema klasik: antara mempertahankan citra mereka sebagai pembela hukum internasional atau menyelamatkan ekonomi mereka yang sudah digerogoti inflasi dan biaya perang. Realisme mengajarkan bahwa negara akan selalu bertindak demi kepentingan nasionalnya. Jika menyita aset Rusia lebih menguntungkan daripada memegang teguh prinsip hukum, maka hukum tinggal lembaran kertas yang bisa ditekuk sesuai kebutuhan.

Eropa adalah pengikut setia AS dalam perang ini. Washington ingin menekan Rusia tanpa perlu mengeluarkan biaya terlalu besar. Lihat bagaimana AS mendorong Eropa untuk melakukan pekerjaan kotor: membekukan aset Rusia, menyuplai senjata, dan mengurus pengungsi, sementara Washington cukup menabuh genderang perang dari kejauhan. Ini bukan tentang Ukraina, ini tentang memperpanjang konflik, melemahkan Rusia, dan memastikan bahwa Uni Eropa tetap bergantung pada AS untuk keamanan dan energi.

Dari kacamata ekonomi politik internasional, perampasan aset Rusia adalah bagian dari strategi hegemoni Barat untuk mempertahankan dominasi finansial global. Rusia, yang selama ini menyimpan dan menginvestasikan dananya di Eropa, kini dihadapkan pada kenyataan bahwa aturan hanya berlaku selama Barat tidak merasa terancam. Jika dulu negara-negara berkembang dipaksa tunduk pada sistem perbankan internasional berbasis dolar dan euro, kini Rusia telah membuktikan bahwa uang yang disimpan di Eropa bisa berubah menjadi sandera dalam sekejap.

Tentu saja, keputusan untuk merampas aset Rusia tak bisa diambil begitu saja. Ada ketakutan besar bahwa tindakan ini akan mengguncang kepercayaan dunia terhadap sistem keuangan Barat. Bagaimana jika China, yang diam-diam mengamati, mulai memindahkan asetnya dari bank-bank Eropa dan AS ke sistem perbankan sendiri? Bagaimana jika negara-negara Timur Tengah atau Asia mulai melihat bahwa menyimpan uang di Barat adalah langkah bunuh diri? Sejarah membuktikan, kepercayaan adalah mata uang paling berharga dalam sistem keuangan global.

Lalu ada aspek hukum internasional, yang kini terasa seperti lelucon buruk. Prinsip imunitas aset negara seharusnya mencegah penyitaan dana Rusia. Tapi ketika Barat berbicara tentang hukum, itu hanya berlaku jika menguntungkan mereka. Mereka berkilah bahwa aset ini bisa digunakan untuk membayar reparasi perang dan membantu Ukraina. Tapi bukankah itu preseden yang sangat berbahaya? Jika negara lain melakukan hal yang sama terhadap aset AS atau Eropa, apakah mereka akan menerimanya dengan lapang dada?

Ketika Perang Dunia II usai, Jerman dipaksa membayar reparasi melalui perjanjian internasional. Itu terjadi setelah kekalahannya di medan perang dan perundingan resmi. Tapi kini, bahkan sebelum ada kesepakatan damai, Barat ingin merampas aset Rusia tanpa proses hukum yang sah. Ini bukan lagi hukum, ini banditisme internasional yang diselubungi dengan kata-kata indah tentang keadilan dan demokrasi.

Aspek keamanan juga tidak bisa diabaikan. Jika aset Rusia benar-benar disita, akankah Moskow tinggal diam? Vladimir Putin telah lama memperingatkan bahwa segala bentuk perampasan aset akan dianggap sebagai aksi permusuhan. Jika Rusia mulai menanggapi dengan langkah balasan – membekukan aset perusahaan Eropa, menghentikan pasokan energi, atau bahkan menggunakan kekuatan militer untuk merespons – maka Eropa mungkin akan menyesali keputusan ini. Tapi sejarah mengajarkan bahwa para pemimpin Eropa tak pernah belajar dari kesalahan. Mereka pikir bisa terus bermain api tanpa terbakar.

Studi wacana kritis terhadap media Barat menunjukkan bahwa framing yang digunakan untuk membenarkan langkah ini sangat menarik. Media menampilkan Rusia sebagai agresor yang pantas dihukum, seolah-olah penyitaan aset adalah hukuman yang setimpal. Tapi jarang ada pembahasan tentang implikasi lebih luas: jika Rusia bisa dirampas asetnya hari ini, siapa yang akan menjadi korban berikutnya? Negara berkembang yang berani menentang kebijakan Barat? Sekutu yang mulai berpikir untuk mandiri?

Dalam dunia yang semakin multipolar, perampasan aset Rusia mungkin akan menjadi paku terakhir dalam peti mati dominasi keuangan Barat. China, India, dan negara-negara Global South kini memiliki alasan lebih kuat untuk beralih ke sistem perbankan alternatif, menjauhi dolar dan euro, dan membangun sistem keuangan yang tidak bergantung pada belas kasihan Washington dan Brussel. Jika itu terjadi, maka Barat telah menggali kuburannya sendiri dalam sistem yang mereka bangun selama puluhan tahun.

Tapi siapa yang peduli? Para politisi Eropa hidup dalam ilusi bahwa mereka masih mengendalikan dunia. Mereka berpikir bahwa dengan menjarah uang Rusia, mereka bisa membeli waktu dan menyelamatkan ekonomi yang sudah berada di tepi jurang. Mereka lupa bahwa dunia telah berubah. Mereka bukan lagi penguasa tunggal, dan kekuasaan mereka kini mulai tergerus. Jika mereka terus maju dengan rencana ini, mereka akan menghadapi konsekuensi yang jauh lebih besar dari sekadar kecaman diplomatik.

Jadi, apakah ini tentang keadilan atau sekadar perampokan terang-terangan? Jawabannya jelas. Ini bukan lagi tentang membela hukum internasional, bukan tentang membantu Ukraina, dan tentu bukan tentang demokrasi. Ini tentang bertahan hidup di dunia yang mereka sendiri buat semakin kacau. Ini adalah pertunjukan besar yang akan menentukan apakah Barat masih memiliki kredibilitas atau akan tercatat dalam sejarah sebagai peradaban yang mati karena keserakahannya sendiri.

 

Daftar Referensi:

  1. RTSeizing Russian assets would be ‘an act of war’ – Belgian PM (https://www.rt.com/news/614592-belgium-russian-frozen-assets/)
  2. Gov.UkUK sanctions freeze £25bn of Russian assets (https://www.gov.uk/government/news/uk-sanctions-freeze-25bn-of-russian-assets)
  3. CNN – Europe needs money to back Ukraine. Why is it reluctant to spend Russia’s? (https://edition.cnn.com/2025/03/21/business/europe-russia-frozen-assets-ukraine-intl-cmd/index.html)
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *