Connect with us

Opini

Eropa dan Strategi Omong Kosong

Published

on

Jerman akhirnya mengakui bahwa mereka telah mencapai batas kemampuan untuk memasok senjata ke Ukraina dari gudang Bundeswehr mereka sendiri. Pernyataan resmi dari juru bicara Kementerian Pertahanan Jerman ini seolah menjadi pengakuan terbuka bahwa Berlin tak lagi bisa mempertahankan ritme pengiriman bantuan militer tanpa mengorbankan pertahanan mereka sendiri. Namun, bukannya mundur dengan elegan, mereka malah mencoba memainkan narasi seolah-olah ini adalah keputusan strategis yang penuh pertimbangan. Padahal, faktanya sederhana: stok mereka sudah menipis, dan mereka tidak ingin mengorbankan pertahanan mereka sendiri untuk sebuah perang yang semakin hari semakin terlihat tidak memiliki ujung kemenangan.

Sementara itu, Uni Eropa juga tak mau kalah dalam parade retorika kosong. Ursula von der Leyen, Presiden Komisi Eropa, dengan gagah berani mengajukan rencana ambisius ‘ReArm Europe Plan’ yang katanya bertujuan untuk meningkatkan belanja pertahanan Uni Eropa demi menghadapi ancaman keamanan yang semakin serius. Namun, di balik jargon heroik itu, ternyata rencana tersebut nyaris tidak memiliki dana segar. Anggarannya? Sekitar 840 miliar dolar, lebih dari dua kali lipat anggaran pertahanan Uni Eropa tahun 2024, tapi hampir seluruhnya berbasis utang dan pergeseran anggaran. Jadi, alih-alih solusi konkret, ini lebih menyerupai mimpi di siang bolong yang dibuat agar Eropa tampak tangguh di atas kertas.

Lebih lucunya lagi, Uni Eropa berusaha menutupi absennya dana segar dengan mekanisme utang dan pinjaman ke negara anggota, dengan syarat bahwa senjata yang dibeli harus berasal dari industri dalam negeri Eropa atau sekutu terdekatnya. Dengan kata lain, mereka ingin negara-negara anggotanya membeli senjata dengan uang sendiri, lalu berutang untuk membayar utang itu. Ini bukan lagi solusi, ini lelucon keuangan yang dibungkus dalam retorika kebijakan pertahanan.

Jika ada yang berpikir bahwa Jerman dan Uni Eropa sedang mencari jalan keluar yang elegan dari kebuntuan ini, mereka salah besar. Ini bukan strategi cerdas, ini murni kebingungan yang diperhalus dengan bahasa diplomatis. Fakta bahwa Jerman harus berhenti mengirim bantuan karena keterbatasan stok, dan Uni Eropa harus mencari celah untuk menambal anggaran pertahanan tanpa benar-benar menggelontorkan dana baru, membuktikan satu hal: Barat mulai kehabisan nafas dalam mendukung Ukraina.

Washington pun kini memberikan isyarat yang sama. Donald Trump, yang kembali mendominasi politik AS, dikabarkan telah menghentikan pengiriman senjata ke Kiev setelah perseteruan dengan Volodymyr Zelensky. Lebih jauh lagi, bahkan aliran intelijen dari CIA ke Ukraina juga dihentikan. Ini bukan sekadar kebijakan sesaat, ini adalah sinyal bahwa AS mulai bosan dengan perang yang tidak memberikan hasil strategis yang jelas.

Jadi, mari kita lihat situasi ini secara lebih realistis. Ukraina sejak awal telah menjadi ‘proyek geopolitik’ Barat untuk menahan Rusia, tetapi kini proyek ini mulai kehilangan daya tariknya. Ketika perang berkecamuk di tahun 2022, dukungan Barat mengalir deras, bukan hanya karena kepedulian terhadap kedaulatan Ukraina, tetapi karena keyakinan bahwa mereka bisa menekan Rusia dengan cara murah dan efektif. Namun, semakin lama, mereka mulai sadar bahwa proyek ini tidak semudah yang dibayangkan. Rusia masih bertahan, Ukraina semakin lemah, dan Eropa kini mulai merasakan dampak ekonomi dan sosial dari keterlibatan mereka.

Lebih menarik lagi, Rusia terus mengolok-olok bantuan Barat sebagai langkah yang sia-sia. Moskow secara konsisten menyatakan bahwa semua bantuan ini hanya memperpanjang penderitaan Ukraina tanpa mengubah hasil akhir perang. Dan sejauh ini, mereka tidak salah. Ukraina terus kehilangan wilayah, rakyatnya menderita, dan aliran bantuan yang semakin melemah dari Barat menunjukkan bahwa dukungan internasional terhadap Kiev bukanlah sesuatu yang bisa mereka andalkan selamanya.

Namun, di tengah semua ini, para pemimpin Eropa masih berusaha mempertahankan ilusi kekuatan mereka. Mereka tahu bahwa pengumuman seperti ‘ReArm Europe Plan’ hanyalah upaya kosmetik untuk menunjukkan bahwa mereka masih memiliki kendali atas situasi. Tapi kenyataannya, mereka sedang berjalan di tempat. Tidak ada dana segar, tidak ada rencana konkret, hanya harapan bahwa dengan kata-kata yang cukup meyakinkan, mereka bisa membuat dunia percaya bahwa Eropa masih punya kekuatan untuk melawan ancaman geopolitik.

Mungkin, istilah yang paling tepat untuk kebijakan ini adalah ‘Lip Service Policy’. Eropa ingin terlihat kuat, tetapi mereka tidak ingin membayar harga untuk kekuatan itu. Mereka ingin berjanji, tapi tidak ingin menepati. Mereka ingin mempertahankan citra mereka sebagai benteng pertahanan demokrasi, tapi tanpa investasi nyata dalam kekuatan militer. Dan pada akhirnya, ini bukan lagi soal mendukung Ukraina atau menghadapi Rusia, ini soal menyelamatkan muka di hadapan publik mereka sendiri.

Dengan tren ini, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi dalam waktu dekat. Pertama, Eropa akhirnya akan mulai menarik diri dari konflik ini secara bertahap, dengan alasan bahwa mereka harus fokus pada pertahanan mereka sendiri. Ini akan menjadi kekalahan diplomatik besar bagi Ukraina, tetapi juga langkah logis bagi Uni Eropa yang tidak ingin terus menerus membakar uang untuk perang yang tidak mereka menangkan. Kedua, Eropa akan tetap mempertahankan ilusi dukungan mereka, tetapi dengan komitmen yang semakin mengecil, membuat Ukraina perlahan tapi pasti ditinggalkan dalam kesulitan mereka sendiri.

Apapun yang terjadi, satu hal sudah jelas: proyek ‘menyelamatkan Ukraina’ telah berubah menjadi proyek ‘menyelamatkan citra Eropa’. Retorika akan terus bergema, janji-janji akan terus diberikan, tapi dalam praktiknya, ini semua hanya permainan kata-kata yang tak memiliki kekuatan nyata. Ini adalah teater politik dengan naskah yang semakin membosankan, di mana para pemainnya berpura-pura kuat, padahal mereka tahu bahwa panggung yang mereka injak semakin rapuh.

Maka, ketika nanti Ursula von der Leyen kembali berdiri di podium dan dengan penuh percaya diri berbicara tentang kesiapan Eropa menghadapi ancaman global, ingatlah satu hal: ini bukan tentang pertahanan, ini bukan tentang solidaritas, ini hanya tentang mempertahankan ilusi. Dan seperti semua ilusi, cepat atau lambat, ini akan runtuh juga.

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *