Opini
Erdogan: Pidato Pro-Palestina, Ekspor Minyak Pro-Zionis

Recep Tayyip Erdogan, di atas panggung internasional, tampil dengan penuh percaya diri menyuarakan pembelaannya terhadap Palestina. Dalam pidatonya di Istanbul, ia menyebut Turki sebagai “pelindung kebenaran” yang akan diakui sejarah. Erdogan juga mengklaim telah memutuskan hubungan perdagangan dengan Israel demi mendukung perjuangan rakyat Palestina. Namun, laporan yang baru muncul mengungkapkan ironi yang mencolok: pengiriman minyak dari Turki ke Israel terus berlangsung, meskipun ada embargo yang diumumkan oleh Ankara. Retorika heroik Erdogan tampaknya hanya terdengar lantang di mikrofon, sementara di balik layar, minyak Azeri terus mengalir ke pelabuhan Ashkelon, mendukung mesin perang Israel.
Sebagai contoh, dalam pidato yang menggemakan semangat perlawanan, Erdogan berkata: “Sejarah akan membuktikan bahwa posisi kami dalam krisis Gaza adalah benar.” Pernyataan ini disambut tepuk tangan meriah di hadapan pendukungnya. Namun, laporan dari kampanye Stop Fueling Genocide mengungkapkan bahwa selama tahun 2024, setidaknya 10 pengiriman minyak dari Turki ke Israel tercatat. Tanker seperti Kimolos dan Seavigour bahkan mematikan pelacak satelit mereka untuk menyembunyikan jejak perjalanan mereka. Seolah-olah, jika sejarah benar-benar akan membuktikan sesuatu, mungkin yang akan terbukti adalah permainan dua muka Erdogan dalam mendukung Palestina di satu sisi, namun secara diam-diam memperlancar aliran minyak yang mendukung militer Israel.
Ironi ini semakin kentara dengan fakta bahwa kritik terhadap kebijakan Erdogan tidak hanya datang dari luar negeri. Di dalam Turki sendiri, banyak yang menganggap retorika pro-Palestina Erdogan sebagai taktik kosong. Pada sebuah forum internasional, sejumlah aktivis berani menginterupsi pidato Erdogan dengan menuduhnya bersikap hipokrit, karena ia secara publik menyuarakan solidaritas dengan Palestina, sementara kebijakan perdagangan minyak dengan Israel terus berlanjut. Aktivis-aktivis tersebut pun ditangkap.
Bahkan, ketika pawai solidaritas Gaza digelar di Istanbul pada awal Januari 2025, sejumlah pengunjuk rasa yang membawa spanduk “Pembunuh Zim dan Maersk, Pendukung Zionisme, Keluar dari Turki” dihalangi masuk oleh panitia. Ironisnya, acara tersebut digelar dengan narasi pro-Palestina, tetapi tidak dapat menerima pesan yang konsisten dengan klaim pemerintah. Para pengkritik menilai acara ini hanya sekadar pementasan politik, sebuah drama yang berfungsi untuk menutupi kenyataan bahwa Turki terus menjalankan hubungan ekonomi dengan Israel.
Putra Erdogan, Bilal Erdogan, turut berbicara dengan penuh semangat dalam pawai tersebut, menyerukan solidaritas tanpa syarat kepada Palestina dengan mengatakan, “Turki ada di sini!” Namun, pertanyaan besar muncul: apakah Turki benar-benar “di sini” untuk Palestina, sementara minyak yang diproses di Israel digunakan untuk menghancurkan Gaza?
Kritik terhadap Erdogan tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam negeri, menunjukkan kekecewaan terhadap kebijakan yang tidak sesuai dengan janji-janji yang diucapkan. Seorang aktivis yang ditahan karena mengkritik kebijakan ini mengatakan, “Solidaritas sejati tidak hanya diucapkan, tetapi harus dibuktikan.”
Dengan begitu banyaknya kritik yang datang dari berbagai kalangan, penting untuk bertanya: Apakah Erdogan benar-benar berdiri untuk Gaza, atau hanya untuk kepentingan politiknya sendiri? Jika sejarah akan mencatat, apakah yang akan diingat—pidatonya yang heroik, atau pengiriman minyak yang diam-diam memperkuat militer Israel?
Laporan Stop Fueling Genocide yang dipublikasikan pada 2 Januari 2025 mengungkapkan bahwa selama tahun 2024, setidaknya ada 10 pengiriman minyak mentah dari Turki ke Israel melalui jalur Baku-Tbilisi-Ceyhan, salah satu jalur utama impor minyak Israel. Dalam laporan ini, tankers seperti Kimolos dan Seavigour diketahui mematikan pelacak satelit mereka untuk menyembunyikan pengiriman ini. Salah satu pengiriman dilakukan ke terminal EAPC di Ashkelon, yang menambah bukti kemunafikan di balik klaim Erdogan tentang embargo terhadap Israel.
Jika sejarah benar-benar akan mencatat perjuangan Turki untuk Palestina, sejarah seperti apa yang akan dikenang?
*Sumber: TRT World, Turkishminute