Connect with us

Opini

Erdogan di Ujung Tanduk: Suriah di Ambang Gejolak

Published

on

Istanbul terbakar, bukan oleh api, tetapi oleh kemarahan yang tersulut dari gas air mata dan peluru karet. Demonstran yang mengepalkan tinju di depan Balai Kota tahu betul, penangkapan Ekrem Imamoglu bukan sekadar drama hukum, tapi deklarasi bahwa Erdogan masih bercokol di istana dengan cengkeraman yang lebih erat dari rantai besi. Protes mengguncang, pasar keuangan merosot, dan kebijakan represif semakin mencolok. Tapi yang lebih menarik dari semua ini adalah bagaimana gegar politik di Turki bisa merambat ke tanah berdarah di sebelah selatan: Suriah. Erdogan yang selama ini memainkan peran dalang di konflik Suriah, bisa jadi akan terpaksa meninggalkan panggung sebelum ia siap, meninggalkan Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) dan Ahmad al-Sharaa terombang-ambing seperti boneka tanpa tali.

Realisme politik mengatakan bahwa setiap rezim hidup dan mati dengan kekuatan yang menopangnya. Erdogan bukan pengecualian. Ia bertahan karena ia adalah aktor yang memahami permainan kekuasaan. Di Suriah, ia bermain sebagai patron, menyuplai HTS dan Tentara Nasional Suriah (SNA) dengan logistik, amunisi, dan ilusi kemenangan. Jika ia jatuh, HTS dan Ahmad al-Sharaa bukan lagi harimau di hutan, melainkan kucing liar yang terancam mati kelaparan. Rusia dan Iran, yang sejak lama menunggu celah, akan bergegas masuk, siap mengiris-iris sisa pengaruh Turki di tanah Suriah. Tanpa perlindungan Erdogan, faksi-faksi yang selama ini mengandalkan Ankara akan dipaksa berhadapan dengan realitas pahit: mereka tidak lebih dari bidak catur yang ditinggalkan di papan setelah rajanya tertangkap.

Ketergantungan HTS pada Turki bukan sekadar hubungan transaksional. Ini adalah candu. Seperti pecandu yang terbiasa disuplai, mereka akan bergetar dalam sakau ketika Erdogan tak lagi bisa menyediakan apa yang mereka butuhkan. Perdagangan ilegal, suplai senjata, dan jalur finansial yang selama ini mengalir lancar dari Ankara ke Idlib akan mulai mengering. Ahmad al-Sharaa, yang selama ini menikmati peran sebagai pemimpin transisi, akan menemukan dirinya dalam dilema: mencari majikan baru atau melihat dirinya terlempar ke dalam jurang kekacauan. Qatar mungkin akan menggantikan Turki sebagai patron, tapi apakah Doha cukup gila untuk menanggung beban yang ditinggalkan Erdogan? Tak ada jaminan.

Sistem dunia dalam teori Wallerstein mengajarkan bahwa Turki bukan pemain inti, tapi hanya bagian dari semi-periferi yang kadang merasa lebih besar dari yang sebenarnya. Erdogan memainkan peran sebagai makelar di antara kekuatan-kekuatan besar: Rusia, Iran, dan Barat. Jika ia jatuh, sistem akan bergerak untuk menyesuaikan keseimbangan. Rusia akan merayakan kejatuhannya seperti pesta kemenangan, memperkuat kontrol di Tartus dan Latakia, sementara Iran akan menyusup lebih dalam ke Suriah utara, menggantikan pengaruh Turki. Tanpa Erdogan, peta kekuatan akan bergeser, bukan ke arah demokratisasi, tapi ke arah penyesuaian brutal di mana darah kembali menjadi mata uang utama.

Ironi dari semua ini adalah bagaimana Erdogan, yang membangun citra sebagai benteng Islamis, pada akhirnya bisa menyerahkan Suriah ke tangan para lawan ideologisnya. HTS, yang lahir dari rahim kekacauan, kini menghadapi kemungkinan yatim piatu tanpa seorang bapak asuh yang bisa mereka andalkan. Jika Erdogan jatuh dan Turki mundur, bukan hanya Assad yang tersenyum, tetapi juga SDF. Kaum Kurdi, yang selama ini ditekan dan dibombardir oleh pasukan Turki, bisa mendapatkan ruang gerak lebih luas. Ini bukan sekadar lelucon sejarah, ini adalah penghinaan sempurna bagi Erdogan dan segala mimpi neo-Ottoman yang ia coba bangun.

Konflik di Suriah tidak akan mereda dengan hilangnya Erdogan. Sebaliknya, ia akan berubah bentuk. Konflik bisa kembali ke titik awal: fragmentasi tanpa kepemimpinan jelas. Ahmad al-Sharaa, yang kini menguasai reruntuhan harapan di Idlib, bisa saja berusaha menyusun kembali kepemimpinan, tapi tanpa dukungan Turki, ia tidak lebih dari pemimpin tanpa pasukan, komandan tanpa senjata. Jika ia cukup cerdas, ia akan berusaha mendekati aktor lain—mungkin Rusia, mungkin Iran, atau bahkan diam-diam mengulurkan tangan ke Barat. Namun, setiap opsi datang dengan harga yang mahal, dan dalam permainan ini, harga yang dibayar sering kali berbentuk darah.

Turki di bawah kepemimpinan baru, jika CHP berhasil mengambil alih, kemungkinan akan lebih pragmatis. Kebijakan luar negeri Ankara bisa berubah dari intervensionisme Erdogan menjadi pendekatan diplomatis yang lebih hati-hati. Artinya, aliansi dengan HTS dan kelompok-kelompok Islamis di Suriah bisa mulai diputus. Ini bisa menjadi titik balik bagi konflik, mengarah pada kemungkinan negosiasi atau justru perang yang lebih besar ketika kelompok-kelompok yang kehilangan dukungan mencoba mempertahankan diri dengan cara apa pun yang tersisa.

Tetapi jangan terlalu berharap pada resolusi damai. Dunia politik bukan taman bunga, dan kekuasaan tidak berubah tangan dengan sentuhan lembut. Jika Erdogan jatuh, Suriah tidak akan menjadi lebih damai, tapi lebih liar. HTS akan menghadapi tekanan dari Rusia, dan Iran, sementara Ahmad al-Sharaa akan berjuang untuk relevansi di antara reruntuhan kekuasaan. Jika Turki menarik diri, kelompok Kurdi bisa mendapatkan peluang emas untuk memperkuat posisi mereka, tetapi itu juga berarti konflik baru dengan sisa-sisa militan yang dulu disokong Ankara.

Pada akhirnya, ini bukan tentang demokrasi atau keadilan. Ini tentang siapa yang lebih cepat beradaptasi dalam ekosistem yang terus berubah. Jika Erdogan jatuh, HTS dan Ahmad al-Sharaa harus memilih: beradaptasi atau musnah. Jika mereka bertahan, itu bukan karena mereka kuat, tetapi karena mereka menemukan cara untuk menipu sistem dan mencari patron baru. Jika mereka gagal, Suriah akan kembali ke titik di mana semua mimpi revolusioner dikubur di bawah reruntuhan ambisi yang gagal. Dan Erdogan? Jika ia jatuh, ia akan dikenang bukan sebagai Sultan modern, tetapi sebagai penjudi yang kehabisan kartu di tengah permainan.

 

Daftar Referensi

Agence France-Presse. Protests Erupt in Istanbul After Imamoglu’s Arrest. March 20, 2025. https://www.afp.com.

Al Mayadeen. Imamoglu Remains Under Arrest; Protesters Slam Arrest as ‘Unjust’. March 20, 2025. https://english.almayadeen.net/news/politics/imamoglu-remains-under-arrest–protesters-slam-arrest-as–un.

Human Rights Watch. Turkey’s Political Crisis and Its Regional Implications. March 2025.

Stockholm Center for Freedom. Crackdown on Social Media and Dissent in Turkey. March 21, 2025. https://www.stockholmcf.org.

Turkishminute. Protests in Turkey Escalate Following Imamoglu’s Arrest. March 20, 2025. https://www.turkishminute.com.

Verisk Maplecroft. Turkey’s Political Turmoil and Market Reaction. March 2025.

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *