Connect with us

Opini

€800 Miliar: Eropa Bertaruh Nyawa di Meja Perang

Published

on

Uni Eropa baru saja mengetuk palu untuk menggelontorkan dana €800 miliar demi memperkuat pertahanan. Angka ini lebih dari dua kali lipat total belanja militer mereka tahun ini. Sebuah keputusan berani, atau lebih tepatnya, sebuah pertaruhan besar-besaran. Sebuah meja judi global telah disiapkan, dan Eropa melemparkan chipnya, berharap ini bukan langkah menuju kehancuran.

Kebijakan ini lahir dari kegelisahan yang semakin dalam, terutama setelah Amerika Serikat menghentikan bantuan militernya ke Ukraina. Washington memberi sinyal bahwa Eropa harus belajar mandiri, menjaga dirinya sendiri. Maka, para pemimpin Uni Eropa berkumpul di Brussels, memutuskan bahwa mereka harus mulai membangun otot militer, meski dengan kantong yang semakin kempis.

Tapi tunggu dulu, ada sesuatu yang aneh di sini. Sementara para pemimpin Uni Eropa bergegas mempersiapkan diri untuk perang yang entah kapan akan datang, perekonomian mereka justru sedang dalam kondisi yang tidak sehat. Eurostat melaporkan bahwa penjualan ritel di zona euro turun 0,3% pada Januari, bertolak belakang dengan ekspektasi pertumbuhan. Empat bulan berturut-turut, sektor konsumsi melemah.

Masyarakat Eropa, bukannya membelanjakan uang mereka, justru memilih menyimpannya. Mereka takut dengan ketidakpastian ekonomi yang terus berlarut-larut. Perang di Ukraina, tensi perdagangan global, dan ancaman resesi di sektor industri membuat mereka berpikir dua kali sebelum mengeluarkan uang. Tapi ironisnya, pemerintah mereka justru melakukan sebaliknya: menghamburkan ratusan miliar euro untuk belanja senjata.

Jika kita berbicara soal logika ekonomi, ini seperti seseorang yang kehilangan pekerjaan tetapi justru mengambil kredit mobil mewah. Ya, tampak keren, tampak gagah, tetapi jika tidak punya penghasilan tetap, hanya soal waktu sebelum bank datang menagih utang. Apakah Uni Eropa benar-benar berpikir mereka bisa bersaing dengan industri pertahanan Amerika Serikat, Rusia, atau bahkan China dan Iran yang sudah jauh lebih maju?

Sejauh ini, industri pertahanan Eropa masih tertinggal. Negara-negara besar seperti Prancis dan Jerman memang memiliki perusahaan seperti Dassault, Airbus, dan Rheinmetall, tetapi mereka masih kalah bersaing dari segi produksi massal dan efisiensi biaya dibandingkan dengan Amerika Serikat atau Rusia. China dan Iran bahkan sudah membuktikan bahwa mereka bisa memproduksi drone dan sistem pertahanan canggih dengan biaya yang jauh lebih rendah.

Lalu, jika Eropa gagal membangun industri pertahanan yang kompetitif, ke mana uang ini akan mengalir? Jawabannya sederhana: ke Washington. AS akan menjadi pemenang sejati dari rencana ini, menjual senjata kepada Eropa dengan harga premium, sambil tetap mempertahankan kendali strategis atas mereka. Eropa bisa menghabiskan miliaran, tetapi pada akhirnya, keputusan militer mereka tetap akan berada di bawah bayang-bayang Gedung Putih.

Dan yang lebih mengkhawatirkan, pengeluaran militer besar-besaran ini bisa menjadi beban ekonomi yang semakin memperburuk situasi Uni Eropa. Dana sebesar itu tidak datang begitu saja dari langit. Negara-negara anggota harus mengeluarkan anggaran tambahan, yang berarti kemungkinan pajak akan dinaikkan atau utang publik akan bertambah. Dalam skenario terburuk, dana ini bisa datang dari pemotongan anggaran sosial, seperti pendidikan dan kesehatan.

Jika ini terjadi, rakyat Eropa akan merasakan dampaknya secara langsung. Biaya hidup yang sudah tinggi bisa semakin membebani masyarakat. Inflasi bisa melonjak karena pemerintah mencetak lebih banyak uang untuk mendanai pengeluaran militer. Jika daya beli masyarakat menurun, konsumsi pun akan terus melemah, memperpanjang siklus stagnasi ekonomi yang sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.

Semua ini membuat kebijakan €800 miliar ini tampak seperti pertaruhan di meja judi. Taruhannya adalah masa depan ekonomi Eropa. Jika mereka gagal membangun industri pertahanan yang mandiri, mereka tidak hanya akan kehilangan potensi keuntungan dari sektor ini, tetapi juga akan menjadi lebih tergantung pada AS, terjerat dalam utang, dan menghadapi krisis fiskal yang lebih dalam.

Dan yang paling ironis, ini semua terjadi di bawah dalih “mengamankan Eropa.” Mengamankan dari siapa? Rusia? Moskow telah berulang kali menyatakan bahwa mereka tidak berniat menyerang Eropa. Bahkan jika ada ancaman nyata, apakah solusi terbaiknya benar-benar menghamburkan ratusan miliar euro untuk senjata, sementara ekonomi dalam kondisi rapuh?

Eropa sepertinya lupa bahwa kekuatan tidak hanya diukur dari jumlah tank dan pesawat tempur, tetapi juga dari ketahanan ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya. Apa gunanya memiliki militer yang kuat jika rakyatnya tidak mampu membeli bahan makanan? Apa artinya memiliki pertahanan canggih jika industri manufaktur mereka terus merosot dan pengangguran meningkat?

Jika kebijakan ini gagal, Eropa tidak hanya akan kehilangan uang, tetapi juga akan kehilangan kredibilitasnya di mata dunia. Mereka bisa menjadi sekadar pasar senjata bagi Amerika, tanpa pernah benar-benar mandiri dalam strategi militernya sendiri. Lebih buruk lagi, ini bisa memicu ketidakpuasan di dalam negeri, memperdalam krisis sosial dan politik yang sudah mulai terlihat di beberapa negara anggota Uni Eropa.

Pada akhirnya, keputusan ini bukan hanya soal pertahanan, tetapi juga tentang arah yang ingin diambil Eropa. Apakah mereka ingin tetap menjadi kekuatan ekonomi global yang tangguh, atau justru berubah menjadi blok militer yang lemah dan tergantung pada Washington? Waktu yang akan menjawab, tetapi satu hal yang pasti: taruhan €800 miliar ini adalah salah satu keputusan paling berisiko yang pernah dibuat oleh Uni Eropa. Dan seperti halnya di meja judi, tidak ada jaminan bahwa mereka akan menang.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *