Connect with us

Opini

Druze, HTS, dan Zionis: Drama Baru di Suriah

Published

on

Zionis kembali memainkan drama murahan mereka. Kali ini, dengan wajah penuh kepalsuan, mereka berlagak sebagai penyelamat kaum Druze di Jaramana. Sebuah skenario usang yang selalu mereka pakai: menciptakan musuh imajiner, lalu datang sebagai pahlawan yang tak seorang pun minta.

Benjamin Netanyahu dan Israel Katz kini mendadak menjadi pembela kaum minoritas. Seolah-olah mereka baru sadar ada Druze di Suriah yang butuh perlindungan. Padahal, di Palestina, tangan mereka berlumuran darah anak-anak tak berdosa. Kemunafikan semacam ini sudah menjadi spesialisasi mereka.

Media zionis melaporkan Netanyahu telah memerintahkan militer untuk “membela” Jaramana. Dalihnya? Demi kemanusiaan. Tapi semua orang tahu, ketika zionis berbicara tentang kemanusiaan, itu berarti ada agenda jahat di baliknya. Mereka tak pernah benar-benar peduli, kecuali jika itu menguntungkan mereka.

Ohad Hamo, komentator Channel 12, dengan penuh semangat menyebut ini sebagai sinyal kesiapan zionis membuka front baru. Seakan-akan mereka belum puas menghancurkan Gaza dan Tepi Barat. Kini, mereka mencari alasan untuk menancapkan kuku lebih dalam di tanah Suriah.

Lebih jauh, Yanon Yateh dari News 24 mengatakan langkah Netanyahu ini bertujuan menunjukkan “keunggulan” zionis dibandingkan “Suriah baru” yang sedang berkembang. Sebuah klaim yang terdengar konyol mengingat zionis semakin panik menghadapi perlawanan regional yang terus meningkat.

Keberadaan Abu Muhammad al-Joulani dan kelompoknya, Hai’at Tahrir al-Sham (HTS), membuat situasi semakin menarik. Kini, mereka diuji: apakah mereka akan melawan zionis atau tetap diam seperti sebelumnya?

Netanyahu dan Katz dengan lantang menyatakan tak akan membiarkan pemerintah Suriah yang kini dipimpin HTS menyakiti Druze. Jika benar-benar turun tangan, itu artinya mereka harus berhadapan langsung dengan HTS. Sebuah dilema menarik, mengingat HTS kini adalah pemerintah resmi Suriah.

Sejak kapan zionis peduli dengan minoritas Arab? Ketika mereka membombardir Suriah, membantai warga, dan menghancurkan rumah-rumah di Palestina, tak ada satu pun komunitas yang mereka lindungi. Kini, mereka mendadak menjadi pembela Druze? Bukan kebohongan halus, tapi penghinaan terhadap akal sehat.

Analis militer zionis mulai berspekulasi soal “peringatan militer” yang akan diberikan kepada Suriah. Bentuknya bisa berupa serangan udara atau langkah strategis lainnya. Ini pola lama yang terus mereka ulang: mencari celah untuk menyerang tanpa konsekuensi.

Amir Bar Shalom dari Israeli Army Radio menyebut bahwa jika Druze diserang, Netanyahu sudah menyiapkan langkah militer. Seolah-olah zionis hanya butuh alasan untuk intervensi. Dengan atau tanpa Druze, serangan ini hanya soal waktu.

Jika bentrokan antara zionis dan HTS benar-benar terjadi, itu lebih soal perebutan wilayah ketimbang perlawanan ideologis. Zionis ingin mengontrol perbatasan Suriah-Lebanon, sementara HTS ingin mempertahankan kendali atas Suriah. Kini, situasinya berubah. Jika zionis benar-benar intervensi, mereka akan berhadapan langsung dengan HTS. Pertanyaannya, apakah HTS akan bertindak atau tetap membiarkan zionis berulah di tanah Suriah?

Zionis tahu, mendukung Druze bukan sekadar manuver militer, tapi juga strategi politik untuk menekan HTS. Mereka ingin mengadu domba Druze dengan pemerintah Suriah agar ketegangan terus berlanjut dan Suriah tetap tidak stabil. Strategi pecah-belah dan kuasai kembali dimainkan.

Keberadaan HTS sebagai pemerintah Suriah saat ini menempatkan mereka dalam posisi sulit. Sebagai mantan oposisi yang kini berkuasa, mereka harus menegaskan kedaulatannya. Apakah mereka berani menantang zionis yang selama ini mereka abaikan? Atau hanya akan membiarkan intervensi zionis tanpa perlawanan berarti?

Sementara itu, di tengah situasi ini, Amerika Serikat dan sekutunya tetap bungkam. Mereka hanya bersuara ketika kepentingan mereka terancam. Jika zionis menyerang Suriah, Washington akan berdalih ini bagian dari “stabilitas regional” seperti yang selalu mereka katakan saat membela agresi zionis di Palestina.

HTS yang kini berkuasa juga tak bisa lagi bersembunyi di balik bayang-bayang perlawanan terhadap rezim lama. Mereka adalah penguasa Suriah sekarang. Jika mereka membiarkan zionis bertindak semaunya, maka legitimasi mereka sebagai penguasa akan dipertanyakan. Masyarakat Suriah akan melihat apakah mereka benar-benar pemimpin yang melindungi negaranya atau hanya boneka yang menggantikan pemerintahan sebelumnya.

Pada akhirnya, ini skenario lama dengan aktor yang sama. Zionis menggunakan dalih kemanusiaan untuk menyerang, membungkus kejahatan mereka dengan retorika heroik, dan menampilkan diri sebagai penyelamat. Tapi dunia semakin sadar, dan kebohongan mereka makin sulit diterima. Satu hal yang pasti: kemunafikan zionis tak pernah mengenal batas.

Namun, ada satu skenario lain yang mungkin lebih menarik. Jika HTS yang kini berkuasa di Suriah benar-benar menghadapi zionis secara langsung, ini akan menjadi babak baru dalam konflik regional. Akankah HTS membuktikan dirinya sebagai penguasa yang sah dengan menegaskan kedaulatan Suriah? Ataukah mereka akan terus membiarkan agresi zionis tanpa perlawanan berarti? Jika HTS tak bertindak, maka jelas bahwa mereka tak lebih dari pion dalam permainan geopolitik yang lebih besar.

Sementara itu, masyarakat internasional akan melihat bagaimana dunia merespons intervensi zionis ini. Akankah mereka terus diam, atau akhirnya menyadari bahwa kebijakan luar negeri zionis selalu berpihak pada kepentingan mereka sendiri, tanpa peduli pada rakyat yang mereka klaim lindungi?

Sejarah telah mencatat betapa seringnya zionis menggunakan propaganda untuk membenarkan agresi mereka. Kini, dunia memiliki pilihan: terus tertipu oleh sandiwara mereka, atau mulai mempertanyakan motif sebenarnya di balik setiap langkah yang mereka ambil. Satu hal yang pasti, kebenaran tak bisa selamanya disembunyikan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *