Opini
Dominasi Dolar AS Vs BRICS

Ada sebuah pepatah yang mengatakan, “Uang adalah segalanya,” dan siapa yang tidak tahu kalau yang memegang kendali uang itu adalah Dolar AS. Tapi, siapa sangka kalau ada sekelompok negara bernama BRICS yang tiba-tiba ingin memecahkan monopoli sang raja mata uang. Begitulah dunia ini, selalu ada yang ingin menggeser yang paling berkuasa—meskipun mereka hanya negara-negara berkembang yang ingin menanggalkan beban dolar dari pundaknya.
Laporan terbaru mengungkapkan bahwa Donald Trump, sang penjaga pintu ekonomi dunia, dengan santai mengancam akan mengenakan tarif 100% kepada negara-negara BRICS jika mereka berani mengganti dolar dengan mata uang mereka sendiri. Sebuah taktik cerdas, bukan? Sebab, dengan mengancam tarif tinggi, Trump sedang mencoba untuk mengingatkan dunia: “Jangan lupa, kita masih ada di sini, masih berkuasa!” Seolah-olah ekonomi dunia hanya bisa berputar jika dolar ikut berdansa.
Namun, di sisi lain, Kremlin justru bersikap santai, menanggapi ancaman itu dengan nada datar: “Tidak ada rencana untuk menciptakan mata uang bersama.” Tidak ada yang bisa lebih tenang daripada negara yang sudah punya banyak masalah domestik untuk diurus. Jika Rusia sudah berkata begitu, mungkin karena mereka tahu bahwa sanksi ekonomi dari AS selama ini sudah membuktikan bahwa dolar tidak lagi begitu sakral.
Sungguh, sanksi AS itu ibarat tamparan bagi para pemimpin dunia, namun malah membuat negara-negara BRICS lebih kreatif. Dengan populasi yang mewakili lebih dari 50% penduduk dunia, BRICS bisa jadi sedang merencanakan sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar mengganti dolar dengan mata uang bersama. Bagi mereka, sanksi itu hanya pemicu untuk berinovasi, bukan halangan untuk berhenti.
Kenyataannya, sanksi terhadap Rusia hanya mempercepat keinginan mereka untuk mengurangi ketergantungan pada dolar dan euro. Rusia, yang kini sedang bersedih melihat pembekuan aset mereka oleh negara-negara Barat, justru menemukan peluang besar dalam ketidakpercayaan terhadap dolar. Mengapa terus mempercayai mata uang yang bisa dibekukan kapan saja oleh negara yang mengaku teman? Bukankah itu terdengar sangat tidak adil, bahkan jika Anda adalah negara besar dengan sumber daya melimpah?
Tentu, AS tidak tinggal diam. Trump, dalam upayanya mempertahankan “keluhuran” dolar, baru-baru ini mengeluarkan larangan terhadap Central Bank Digital Currencies (CBDCs) di AS. Sebuah langkah yang lebih tampak seperti pertahanan terakhir dolar daripada upaya menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif. Jika negara lain bergerak cepat ke arah digital, AS malah menutup mata, berteriak “tidak” tanpa memikirkan bahwa dunia kini sudah berjalan menuju uang digital—entah itu dari BRICS, China, atau siapa pun yang ingin menghindari kontrol AS.
Di luar sana, lebih dari 130 negara sudah mulai menggali Central Bank Digital Currencies (CBDCs), termasuk negara-negara BRICS. Sementara itu, di AS, Presiden Trump lebih memilih untuk menggali lubang di pasir dengan menandatangani perintah eksekutif yang bisa mengekang perkembangan ekonomi digital dunia. Semua ini hanya untuk mempertahankan sedikit kendali, meskipun tampaknya mereka sedang kalah dalam pertandingan ini. Dunia sedang berubah, namun Washington tampaknya masih terjebak di zaman kegelapan finansial.
Namun, mari kita bicara lebih dalam tentang realitas di lapangan. Apa yang sebenarnya terjadi adalah pergeseran besar dalam sistem keuangan global. Negara-negara yang selama ini terjajah dalam hal mata uang dan sistem pembayaran internasional kini mulai mengambil kendali. Jika AS beranggapan bahwa ancaman dan sanksi akan menghentikan langkah BRICS, mereka mungkin perlu berpikir ulang. Sanksi terhadap Rusia malah membuat mereka lebih terdorong untuk mencari alternatif.
Jika kita melihat lebih jauh, kita akan menyadari bahwa sanksi ekonomi AS terhadap negara-negara BRICS dan Global South mungkin hanya mempercepat laju dedolarisasi yang selama ini tertunda. Dolar bisa saja kehilangan statusnya sebagai mata uang cadangan dunia, dengan banyak negara yang mulai mencari jalan keluar melalui CBDCS dan sistem keuangan yang lebih terdesentralisasi.
Akhirnya, pertanyaannya bukan lagi soal siapa yang memiliki kekuatan dalam ekonomi global. Ini bukan hanya soal BRICS yang ingin menciptakan mata uang bersama atau AS yang terancam. Ini adalah tentang keinginan untuk membebaskan diri dari sistem yang sudah usang, dan mungkin, hanya mungkin, dunia ini sedang bergerak ke arah yang lebih adil—tanpa dominasi satu mata uang yang menentukan segalanya.