Opini
Disinformasi Suriah: DW Abaikan Peran Oposisi dan Media

Laporan DW tentang disinformasi di Suriah seakan memberi kita resep masakan yang sudah basi, namun disajikan dengan bumbu baru. Tentu saja, bumbu itu tidak lebih dari tuduhan sepihak yang justru mengaburkan kenyataan. Mengingat ini, seolah kita disuruh percaya bahwa hanya ada dua pilihan dalam dunia disinformasi: Rusia dan Iran, atau lebih tepatnya, setan dan iblis. Padahal, di Suriah, disinformasi sudah seperti ayam goreng yang ada di setiap meja makan, tak peduli siapa yang memasaknya.
Kita semua tahu bahwa setiap konflik besar selalu melibatkan permainan informasi yang jauh lebih rumit daripada sekadar memberi label pada pihak-pihak tertentu. Tapi DW memilih untuk menyajikan cerita ini dengan cara yang lebih mirip dongeng anak-anak. Mereka tak hanya menyinggung Rusia dan Iran, namun juga dengan cermat menghindari fakta bahwa para aktor lokal di Suriah, khususnya kelompok oposisi, telah mengolah disinformasi lebih lama dan lebih licik daripada pahlawan super manapun. Di dunia nyata, yang dihadapi adalah kebohongan yang dibungkus dengan kebohongan, bukan hanya sekadar pencaplokan oleh negara besar.
Tapi tunggu dulu, DW juga lupa menyoroti insiden CNN—dan ini bukan kesalahan kecil. Seperti anak yang menyiram cat di tembok, lalu menuntut orang lain membersihkan noda tersebut. CNN, dengan laporan yang direkayasa tentang pembebasan seorang tahanan, memberikan contoh betapa media internasional bisa menjadi ‘pemain’ utama dalam permainan disinformasi. Siapa yang peduli bahwa tokoh yang mereka angkat ternyata seorang mantan perwira intelijen yang malah terlibat dalam penyiksaan? Toh, yang penting bagi mereka adalah narasi yang mudah dikonsumsi audiens global, tanpa memperhatikan fakta yang lebih kompleks.
Lalu ada cerita klasik yang sering kita dengar: tuduhan tanpa bukti. Semua orang tahu bahwa tuduhan terhadap pemerintah Suriah era Bashar al-Assad tentang pembantaian warga sipil begitu mudah dibuang ke muka publik, seolah-olah kita semua sudah lupa betapa banyak kelompok oposisi yang telah melakukan hal yang sama. Kita semua pasti sudah familiar dengan taktik ISIS dan cabangnya yang lebih suka menyebarkan kebohongan demi kebohongan untuk memanipulasi opini internasional. Bahkan, kekejaman terhadap komunitas Katolik di Maaloula, yang dilaporkan oleh sumber-sumber Katolik sendiri, menunjukkan bahwa disinformasi tidak terbatas pada aktor negara, tetapi juga datang dari mereka yang mengaku pejuang kebebasan, padahal justru menebar teror.
Dan DW? Mereka memilih untuk memperbesar tuduhan terhadap Rusia dan Iran tanpa menyelidiki lebih dalam siapa yang sebenarnya bermain di balik layar. Jangan-jangan mereka hanya memilih narasi yang lebih ‘seksi’ untuk dibicarakan di meja makan para politisi, sambil mengabaikan fakta yang ada di lapangan. Jadi, dalam dunia disinformasi ini, DW bukanlah penjaga kebenaran, melainkan penjaga narasi yang sudah ada sejak awal.
Di tengah segala kekacauan ini, kita belajar bahwa tidak ada yang bisa kita percayai begitu saja—termasuk laporan dari media yang merasa dirinya paling tahu segalanya. Jika kamu menganggap bahwa hanya satu pihak yang menyebarkan kebohongan, mungkin saatnya untuk melihat sekelilingmu. Karena di dunia yang penuh dengan kabut informasi ini, siapa pun bisa menjadi pemain, dan siapa pun bisa jadi korban. Jadi, berhati-hatilah, karena dalam perang informasi, kita semua hanya bisa memilih untuk tidak mudah dibodohi.