Connect with us

Opini

Di Balik Pemilihan Presiden Lebanon: Strategi Barat untuk Melindungi Israel

Published

on

Pemilihan Presiden Lebanon, yang akan digelar setelah hampir dua tahun tanpa kepala negara, tiba-tiba menjadi sorotan dunia. Apa yang membuat momen ini begitu penting? Tentu saja, karena di balik pemilihan tersebut, terdapat upaya yang sangat cerdik dari Amerika Serikat. Tujuannya jelas: menata ulang politik Lebanon agar lebih pro-Barat, serta, yang tak kalah penting, melindungi Israel dari ancaman Hizbullah.

Seiring dengan berakhirnya genjatan senjata antara Israel dan Hizbullah, momen pemilihan presiden ini terasa seperti sebuah upaya yang tak sekadar kebetulan. Kenapa tidak setelah genjatan senjata berakhir? Kenapa justru sekarang? Tentu saja, jawabannya ada pada fakta bahwa Washington tak ingin kehilangan momentum. Mengingat perang dengan Israel yang hampir pasti akan kembali menyala, AS merasa perlu untuk “mengatur” siapa yang akan duduk di kursi kepresidenan Lebanon.

Laporan yang menyebutkan adanya upaya AS untuk mendukung Joseph Aoun, komandan angkatan bersenjata Lebanon, sebagai presiden bukanlah sebuah kebetulan. Aoun, yang digadang-gadang mendapat dukungan dari Amerika, tampaknya menjadi pilihan yang ideal bagi Barat. Mengapa? Karena Aoun dianggap mampu memastikan Lebanon tetap dalam lingkup kekuasaan Barat dan, tentu saja, menjaga agar Hizbullah tidak terlalu berkuasa. Jangan lupa, Aoun adalah sosok yang juga dapat mendekatkan Lebanon dengan negara-negara Arab pendukung AS.

Namun, mari kita berpikir sejenak: apakah ada yang benar-benar percaya bahwa pemilihan presiden ini adalah semata-mata soal politik domestik Lebanon? Tentu saja, tak ada yang sebersih itu. Pemilihan ini adalah bagian dari sebuah permainan besar, sebuah sandiwara politik yang melibatkan banyak aktor luar. Dari Arab Saudi yang memberikan dukungan finansial hingga AS yang memanipulasi setiap langkah, semuanya demi satu tujuan utama: membebaskan Israel dari ancaman Hizbullah.

Hizbullah, kelompok yang mendapat dukungan dari Iran, tentu saja menjadi duri dalam daging bagi kebijakan AS di kawasan. Jika Hizbullah terus berkuasa di Lebanon, bagaimana AS dapat melindungi Israel? Inilah yang melatarbelakangi upaya untuk mempercepat pemilihan presiden Lebanon. Dengan presiden yang lebih pro-Barat, AS berharap dapat menekan Hizbullah dan menjamin keamanan Israel di masa depan. Namun, tentu saja, hal ini tak akan semudah membalikkan telapak tangan.

Lebanon, yang hampir dua tahun tanpa presiden, tampaknya mulai kehilangan arah. Ada yang bilang, kekosongan ini justru menciptakan peluang bagi kekuatan luar untuk masuk dan mengubah landscape politik negeri itu. Tak dapat disangkal, AS dan sekutunya berusaha keras untuk memanfaatkan peluang ini. Bahkan, dalam sebuah laporan disebutkan bahwa AS bekerja sama dengan Saudi untuk mendanai rekonstruksi Lebanon sebagai jaminan agar Joseph Aoun terpilih. Tentu, tidak ada yang gratis dalam politik internasional.

Namun, meski begitu, upaya Barat untuk mengontrol Lebanon bukanlah jaminan kemenangan. Pemilihan ini tetap harus melalui proses yang panjang dan penuh intrik. Aoun, meskipun memiliki dukungan AS, belum tentu bisa memimpin dengan mudah. Hizbullah dan sekutunya masih memiliki pengaruh besar di Lebanon. Tetapi, bagi Barat, pemilihan presiden ini adalah langkah awal untuk memastikan bahwa Lebanon tetap berada di jalur yang mereka inginkan.

Pada akhirnya, apa yang terjadi di Lebanon bukan hanya soal pemilihan presiden. Ini adalah bagian dari strategi besar Barat untuk memastikan bahwa Israel tetap aman dan Hizbullah tidak berkembang lebih jauh. Jika kita melihat lebih dalam, pemilihan presiden ini adalah bagian dari permainan catur internasional yang rumit. Di satu sisi, ada Lebanon yang diperebutkan, di sisi lain ada Israel yang harus dilindungi. Dan di tengah semuanya, ada AS yang siap menggerakkan pion-pionnya demi kepentingan besar yang lebih luas.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *