Connect with us

Opini

Dari Dubai ke Darfur: Emir, Emas, dan Air Mata

Published

on

Sudan menuding Uni Emirat Arab (UEA) membiayai tentara bayaran Kolombia yang bertempur di pihak Rapid Support Forces (RSF)—sebuah paramiliter yang kini terlibat dalam perang sipil brutal melawan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF). Pernyataan itu bukan sekadar semburan marah dari pemerintah yang kehabisan akal, tapi diklaim didukung oleh bukti “tak terbantahkan” yang sudah dikirim ke Dewan Keamanan PBB. Namun, bukti macam apa yang bisa menggugah hati dunia jika darah bukan lagi penggugah, dan air mata hanya dianggap kelembaban?

UEA menanggapi dengan elegansi khas para petrodollar elite: “fitnah, rekayasa, dan pengalihan isu.” Singkat, padat, dan tentu—tidak mengejutkan. Bagi Abu Dhabi, tudingan ini hanyalah upaya Sudan untuk menutupi kegagalannya sendiri. Tapi siapa yang sungguh bisa membedakan antara penyangkalan dan pencitraan dalam dunia diplomasi saat yang dituding punya hotel tujuh bintang, sedangkan yang menuding tak punya air bersih di kamp pengungsinya?

Donasi ke Vichara via Saweria

Dukung Vichara dengan berdonasi 💛

Di Darfur, tak ada jamuan mewah, tak ada menara kaca, hanya reruntuhan rumah dan jasad membusuk yang tak sempat dikubur. Sementara itu, di Dubai, cahaya menari dari gedung tertinggi dunia, menyambut wisatawan, investor, dan kadang… pejuang yang sedang transit.

Ada ironi pahit di sana—ketika satu bangsa membangun kekayaannya dari stabilitas, dan yang lain diruntuhkan oleh ‘stabilitas’ yang dibeli oleh yang pertama. Sudan menyebutkan bahwa ratusan ribu militan asing dari berbagai belahan dunia—dengan dana Emirat—telah menyerbu negerinya. Ini bukan invasi ala film Hollywood; ini adalah kekacauan global yang dibiayai oleh yang tak pernah mencicipi lapar, apalagi tahu bagaimana rasanya menyuapi anak dengan ketakutan karena tak ada roti di meja.

UEA menyangkal semua itu, tentu. Tapi kita hidup di zaman ketika yang menyangkal lebih dipercaya ketimbang yang terluka. Bukankah begitu, dunia?

Mari kita tarik garis emas—secara harfiah—yang menghubungkan Darfur dan Dubai. RSF selama ini menguasai banyak tambang emas di Sudan, dan menurut investigasi seperti yang dilakukan The Sentry, sebagian besar emas itu mengalir keluar ke UEA. Bukan sekali dua kali laporan menyebut keterlibatan jaringan dagang yang mengaitkan milisi Sudan dengan pengusaha Emirat. Tapi tentu saja, emas tak pernah menjerit. Ia hanya bersinar diam-diam, masuk dalam koper diplomat, dan berubah menjadi arloji mewah atau jet pribadi.

Ketika Sudan membawa perkara ini ke Mahkamah Internasional dan menuduh UEA terlibat dalam genosida terhadap etnis Masalit di Darfur, hasilnya pun menyedihkan. ICJ menolak kasus itu karena alasan teknis: UEA telah mengajukan reservasi saat menandatangani Konvensi Genosida. Dalam bahasa awam, itu artinya mereka sepakat ikut perjanjian—tapi hanya jika mereka suka pasalnya. Lucu, bukan? Bahkan pembantaian pun bisa ditolak jika tanda tangannya dilengkapi catatan kaki.

Namun di balik segala permainan hukum internasional itu, ada anak-anak yang kehilangan orang tua, dan para ibu yang memeluk jenazah dengan kebingungan—apakah dunia masih bisa merasa?

Konflik Sudan bukan sekadar perang saudara, tapi ladang eksperimen geopolitik di mana negara-negara kaya bersaing membiayai proksi, lalu berpura-pura netral. UEA bukan satu-satunya pemain di sini, tapi dalam narasi kali ini, mari kita beri sorotan lebih kepada mereka. Sebab yang bersih bukan berarti suci, dan yang harum tak selalu murni.

Apakah UEA membantu RSF demi kestabilan kawasan? Demi mencegah kembalinya Islam politik ala Ikhwanul Muslimin? Atau demi tambang emas yang bisa diakses dengan murah karena negara penghasilnya sedang terbakar? Jawaban-jawaban itu akan datang dengan balutan diplomasi. Tapi kenyataan di lapangan tak seindah kata pers resmi.

Kita tahu, Sudan sejak lama telah menjadi lahan investasi bagi negara-negara Teluk, terutama di sektor pertanian dan tambang. Tapi investasi macam apa yang menjelma jadi dukungan senjata? Investasi yang membuat satu kelompok menembaki kelompok lain, lalu hasil tambangnya dibawa ke pelabuhan dengan pengawalan bersenjata? Itu bukan investasi, itu perampokan bersponsor.

Dalam dunia yang dipenuhi jargon stabilitas dan pembangunan, Sudan adalah pengingat pahit bahwa yang stabil bukan selalu yang damai, dan pembangunan bisa dibangun di atas puing dan nyawa. Ketika UEA memamerkan eksposisi dunia, konferensi iklim, atau pertemuan perdamaian, dunia bertepuk tangan. Tapi siapa yang berani bertanya: di mana posisi Sudan dalam semua itu? Apakah orang Darfur juga diajak bicara saat elite Teluk bicara tentang masa depan Afrika?

Ironisnya, media dunia pun pelan-pelan ikut bungkam. Tak ada headline besar tentang tentara Kolombia yang dibayar dirham untuk membunuh sesama Muslim di Khartoum atau Geneina. Tak ada breaking news tentang anak-anak Masalit yang mengungsi ke Chad, menatap dunia yang terlalu jauh untuk peduli. Padahal, yang terjadi bukan hanya perang, tapi outsourcing of death. Negara membiayai kematian dari kejauhan, lalu berkata, “Kami hanya bantu stabilitas.”

Mungkin, suatu hari nanti, kita akan melihat dokumenter tentang ini. Lalu dunia terkejut, dan elite menggelar simposium bertema “Never Again.” Tapi untuk sekarang, kita hanya bisa menyaksikan kenyataan yang semakin absurd: Darfur terbakar, dan Dubai bersinar. Kekayaan satu bangsa dipupuk dengan penderitaan bangsa lain. Dan semua itu dibungkus dalam kata: kepentingan.

Tak ada larangan untuk bermewah di dunia ini. Tapi ketika emas di pergelangan tangan seseorang berasal dari tanah yang dibasahi darah, dunia punya hak untuk bertanya: siapa yang berbisik di balik konflik, siapa yang tertawa saat peluru dilepaskan?

Mungkin bukan tugas kita untuk mengadili negara. Tapi tak ada salahnya mengingatkan bahwa pembangunan sejati bukan tentang gedung tertinggi, melainkan tentang siapa yang tak perlu dikubur tanpa nama. Dari Dubai ke Darfur, jaraknya memang jauh. Tapi tak sejauh nurani yang kini makin mahal harganya.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Populer