Opini
Dampak Invasi Israel: Kemiskinan Meningkat di Dalam Negeri

Oleh: Lutfi Awaludin Basori
Laporan terbaru yang diterbitkan oleh Jerusalem Post mengungkapkan kenyataan yang mengejutkan tentang kondisi sosial-ekonomi di Israel. Berdasarkan temuan dari organisasi nirlaba LATET, hampir 30% dari populasi Israel kini hidup dalam kemiskinan, dan sekitar 600.000 anak-anak terjebak dalam kondisi tersebut. Selain itu, lebih dari 2 juta orang di Israel, termasuk anak-anak, menderita ketidakamanan pangan, dan 10,1% keluarga menghadapi ancaman kekurangan gizi yang parah. Data ini mengungkapkan gambaran suram yang tak banyak terungkap ke publik, terutama dalam konteks dampak jangka panjang dari invasi Israel terhadap Palestina.
Selama ini, Israel sering dipandang sebagai negara yang stabil dan makmur, tetapi kenyataannya semakin berbeda. Perang yang terus berlanjut dengan Palestina telah memberikan dampak yang jauh lebih besar dari sekadar kerugian fisik atau militer. Dengan meningkatnya biaya perang, banyak keluarga Israel kini berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa rata-rata pengeluaran rumah tangga yang mendapatkan bantuan kemanusiaan dari LATET hampir dua kali lipat lebih tinggi dari pendapatan bulanan mereka, yang menunjukkan betapa beratnya beban ekonomi yang mereka hadapi.
Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, obat-obatan, dan pendidikan semakin memperburuk ketimpangan sosial di Israel. Banyak keluarga yang sudah berada dalam kondisi miskin kini terpaksa mengorbankan pengeluaran lain demi bertahan hidup, termasuk harus melepaskan akses terhadap layanan kesehatan atau pendidikan bagi anak-anak mereka. Dalam situasi ini, perang yang seharusnya berakhir dengan kemenangan militer justru memperburuk keadaan ekonomi rakyat Israel. Bahkan, sekitar 70% dari penerima bantuan tidak mampu membeli obat-obatan yang mereka perlukan, dan lebih dari 22% mengalami pemutusan aliran listrik akibat ketidakmampuan membayar tagihan.
Selain itu, dampak perang terhadap anak-anak juga sangat signifikan. Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin menunjukkan penurunan yang drastis dalam kinerja akademis mereka, yang diakibatkan oleh ketidakstabilan emosional dan psikologis akibat ketakutan dan kekurangan yang mereka alami. Hampir 47% anak-anak dalam keluarga yang menerima bantuan melaporkan dampak besar dari perang terhadap kesehatan mental mereka, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga yang lebih mampu. Ini adalah indikasi jelas bahwa perang tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga merusak masa depan generasi mendatang.
Jika kondisi ini terus berlanjut, dampak jangka panjangnya sangat memprihatinkan. Kesenjangan sosial yang semakin melebar akan menciptakan ketegangan sosial yang bisa berujung pada ketidakstabilan politik. Ketidakpuasan terhadap pemerintah Israel yang gagal mengelola ekonomi dan kesejahteraan rakyat berpotensi meningkatkan polarisasi dan ketidakpercayaan terhadap institusi negara. Selain itu, banyak keluarga yang kekurangan sumber daya untuk mengakses pendidikan yang layak dan layanan kesehatan, yang pada gilirannya akan menghambat kemampuan mereka untuk berkontribusi secara produktif terhadap perekonomian negara.
Lebih jauh lagi, meskipun Israel telah mengeluarkan banyak dana untuk mendanai perang, ketimpangan sosial yang semakin besar akan menggerogoti fondasi ekonomi negara itu. Sementara itu, kebijakan fiskal yang akan diberlakukan di tahun 2025, seperti kenaikan PPN dan pembekuan pajak, diperkirakan akan semakin memperburuk kondisi bagi keluarga miskin. Dengan kebijakan seperti itu, beban ekonomi akan semakin berat bagi mereka yang sudah berada dalam garis kemiskinan, dan ini dapat memperparah ketidakstabilan sosial.
Kesimpulannya, jika invasi Israel ke Palestina terus berlanjut tanpa ada solusi yang nyata, bukan tidak mungkin bahwa dalam jangka panjang, mayoritas warga Israel akan terjebak dalam kemiskinan. Perang yang tidak berkesudahan ini tidak hanya menghancurkan kehidupan warga Palestina, tetapi juga berpotensi merusak kesejahteraan rakyat Israel itu sendiri. Ke depannya, jika tidak ada perubahan dalam kebijakan militer dan sosial, Israel akan menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan stabilitas sosial dan ekonomi. Perang, pada akhirnya, tidak memberikan solusi bagi rakyat Israel, melainkan hanya menambah derita bagi mereka yang sudah rentan.