Opini
China: Ketika AS Bermain Api, Dunia Siap Terbakar

Oleh: Lutfi Awaludin Basori
Baru-baru ini, AS kembali menambah bensin ke api yang sudah membara. Dengan bangga, mereka mengumumkan bantuan militer terbaru senilai $571 juta untuk Taiwan, seperti seorang petualang yang tak peduli dengan risiko terperosok dalam jurang. Tidak peduli dengan peringatan China yang terus berdatangan, Washington malah menanggapinya dengan angkuh. “AS bermain api,” kata China. Dan siapa yang akan menanggung akibatnya? Tentu saja, Taiwan yang tak tahu apa-apa dan terperangkap dalam permainan besar ini.
Ah, Taiwan, pulau kecil yang tampaknya tak lebih dari sekadar pion dalam percaturan besar antara dua raksasa. AS mengirimkan senjata ke Taiwan, sementara China mengancam dengan hujan peluru dan peringatan keras. Semua ini seperti deja vu, bukan? Ukraina, siapa yang tidak ingat? Dalam semangat yang sama, AS terus memberikan “pertolongan” kepada Taiwan dengan cara yang cukup provokatif. Ingat, AS tidak pernah mengakui Taiwan secara diplomatik, namun mereka dengan senang hati mengirimkan berbagai senjata dan pelatihan militer. Arogansi ini tak hanya mengancam kedaulatan China, tetapi juga menarik Taiwan ke dalam perang yang bukan mereka pilih.
Mungkin Anda bertanya-tanya, apa yang bisa lebih buruk daripada kebijakan luar negeri yang penuh dengan provokasi seperti ini? Ini adalah langkah yang mengingatkan kita pada pola yang sudah teruji di Ukraina: memberi “dukungan” kepada sebuah pihak, tanpa melihat ke belakang, tanpa mempertimbangkan betapa besar biaya yang akan dibayar. Dan siapa yang akan membayar harga terbesarnya? Tentu saja Taiwan. Sementara Washington bisa bersenang-senang di gedung putih, Taiwan yang terjepit di antara dua kekuatan besar harus siap menghadapi dampaknya.
Sementara itu, China semakin gelisah. Mereka sudah berulang kali mengatakan, “Taiwan adalah bagian dari kami!” Lantas, siapa yang benar di sini? Apakah Taiwan benar-benar bisa berdiri tegak sebagai entitas independen, atau apakah mereka hanya ilusi yang diciptakan oleh kebijakan luar negeri AS yang lebih fokus pada gesekan daripada perdamaian? Bagaimana jika, dengan setiap peluru yang dikirimkan, AS hanya menambahkan bahan bakar ke api yang tak akan pernah padam? China, dengan segala kekuatannya, sudah memperingatkan berulang kali. Dan jangan lupa, kesabaran mereka juga ada batasnya.
Lalu, dampak dari semua ini? Bagi Taiwan, dampaknya jelas: semakin terperangkap dalam ketegangan antara AS dan China, yang hanya akan semakin memperburuk ketidakpastian. Jika Taiwan menjadi arena pertarungan seperti Ukraina, dunia akan menyaksikan kehancuran yang lebih besar. Ekonomi global yang sudah terhuyung-huyung akibat krisis yang masih belum selesai, akan semakin terperosok dalam jurang yang lebih dalam. Di saat yang sama, dunia akan melihat AS, yang tampaknya tanpa penyesalan, terus menambah kekacauan dengan setiap langkahnya.
Tentu, kita tak boleh melupakan kebijakan luar negeri AS yang penuh dengan kesombongan ini. Dalam upaya mereka untuk “membela demokrasi,” mereka malah menjerumuskan dunia ke dalam lebih banyak ketegangan dan konflik. Seolah-olah mereka tak belajar dari sejarah, yang berulang kali menunjukkan bahwa mencampuri urusan negara lain dengan semena-mena hanya akan menghasilkan kehancuran. Semua itu, tentu saja, dengan senyum di wajah mereka dan ketegangan di medan perang.
Apa yang terjadi selanjutnya? Apakah Taiwan akan menjadi Ukraina berikutnya, terjebak dalam kebijakan luar negeri yang tidak ada ujungnya? Atau apakah dunia akan bangkit dan berkata cukup? Saat ini, kita hanya bisa menunggu dan melihat apakah api ini akan padam atau justru semakin membara. Namun, satu hal yang pasti: dunia ini sudah cukup terbakar. Jangan biarkan Taiwan menjadi bahan bakar berikutnya.
*Sumber: Al Jazeera, DW