Opini
Carney vs Trump: Tarif Jadi Senjata Politik Pemilu Kanada

Angin dingin menyapu Sungai Ottawa, membawa bisik tentang aliansi yang retak. Perdana Menteri Kanada Mark Carney berdiri di hadapan lautan mikrofon, wajahnya penuh tekad, menyatakan berakhirnya kemitraan puluhan tahun dengan Amerika Serikat. “Hubungan yang dimiliki Kanada dengan AS selama lebih dari 40 tahun, berdasarkan integrasi yang semakin dalam, telah berakhir,” katanya, menyebutnya “tragedi” dan “kenyataan,” seperti dilaporkan Al Mayadeen. Ucapannya mengguncang bangsa yang bergulat dengan ketegangan ekonomi dan pemilu yang kian dekat. Pernyataan Carney adalah langkah berani, namun di baliknya tersimpan jalinan strategi politik, ketergantungan ekonomi, dan postur diplomatik yang menuntut pengamatan kritis. Tarif Trump, yang digambarkan sebagai ancaman, justru menjadi alat politik dalam pertarungan elektoral Kanada, mengungkap permainan kekuasaan yang rumit.
Pernyataan Carney bukan sekadar keluh kesah, melainkan langkah terukur dalam kancah pemilu federal Kanada pada 28 April 2025. Berhadapan dengan pemimpin Konservatif Pierre Poilievre, yang menggambarkan Carney sebagai kelanjutan warisan Liberal Justin Trudeau yang melemah, Carney mengalihkan fokus ke musuh eksternal: Presiden AS Donald Trump. Dengan membingkai tarif 25% Trump atas barang Kanada—baja, aluminium, mobil—sebagai ancaman eksistensial, Carney memobilisasi kebanggaan nasional. Poilievre, dalam debat, menuduh Liberal menyerahkan dominasi energi ke AS, namun Carney menangkis, bersikeras, “Risiko terbesar bagi ekonomi ini adalah Donald Trump.” Ini adalah teater politik klasik, mengarahkan ketidakpuasan domestik ke lawan asing, memanfaatkan ketegangan tarif sebagai amunisi elektoral.
Namun, retorika Carney menyederhanakan hubungan yang kompleks. Kanada dan AS memiliki perdagangan senilai $1,2 triliun, dengan Kanada sebagai pasar ekspor utama bagi 36 negara bagian AS, menurut Statistics Canada 2024. USMCA mengikat ekonomi mereka, sementara NORAD menjamin keamanan bersama. Tarif Trump, diberlakukan Maret 2025, mengganggu harmoni ini, menargetkan barang yang tidak sesuai USMCA. Tarif balasan Kanada sebesar 25% atas produk AS menunjukkan perlawanan, tetapi ketergantungan tetap ada. Klaim Carney tentang kemitraan yang rusak mengabaikan fakta bahwa kedua negara telah melewati ketegangan masa lalu, seperti negosiasi NAFTA, dan pulih karena saling ketergantungan.
Tarif Trump memang nyata, tetapi dampaknya bernuansa. Pengecualian Kanada dari tarif dasar 10% untuk mitra lain menunjukkan tekanan spesifik pada Ottawa, terkait ketidakseimbangan perdagangan dan isu seperti fentanyl. Data Departemen Perdagangan AS memperkirakan tarif ini menaikkan harga mobil di AS hingga $4.000-$10.000, merugikan konsumen. Di Kanada, Asosiasi Produsen & Eksportir Kanada memperingatkan 100.000 lapangan kerja di sektor otomotif dan baja terancam. Carney memanfaatkan ketakutan ini, menyebut tarif sebagai upaya untuk “mematahkan” Kanada, namun tak menyebut barang USMCA bebas tarif, yang bisa mengurangi kerusakan jika rantai pasok disesuaikan.
Fokus Carney pada Trump juga melindungi dari kerentanan domestik. Pertanyaan Poilievre di debat—“Bisakah Anda membeli makanan? Apakah perumahan lebih terjangkau?”—mengena. Laporan CMHC 2024 mencatat harga rumah naik 40% sejak 2015, sementara inflasi pangan di 4%, menurut Statistics Canada. Dengan menyinggung ambisi Trump untuk “memiliki” Kanada, Carney mengalihkan perhatian dari kegagalan Liberal. Ucapan Trump di Fox News Februari 2025, bahwa Kanada harus jadi “negara bagian ke-51,” memicu narasi Carney. The New York Times menyebut ini taktik negosiasi, bukan rencana aneksasi, namun Carney memanfaatkannya untuk membangkitkan sentimen nasionalis.
Narasi negara bagian ke-51 adalah titik lemah Carney. Trump, dalam media sosial dan konferensi pers Maret 2025 dengan Elon Musk, memang memprovokasi, tetapi aneksasi Kanada—negara dengan 41 juta penduduk dan PDB $2 triliun—tak realistis. Persetujuan Kongres AS, referendum Kanada (85% menolak, menurut Angus Reid), dan perubahan konstitusi adalah hambatan besar. Usulan Trump untuk membeli Greenland pada 2019, yang lebih sederhana, gagal karena penolakan Denmark. Peringatan Carney bahwa Trump ingin “mematahkan kami agar memiliki kami” melebih-lebihkan ancaman untuk memicu semangat nasionalis, mengalihkan fokus dari isu domestik.
Tarif Trump, yang Carney gambarkan sebagai ancaman, justru menjadi alat politik di Kanada. Ketegangan perdagangan ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga panggung elektoral. Carney memanfaatkan ketakutan publik terhadap Trump, yang menurut survei Environics Institute 2025 dianggap berbahaya oleh 60% warga Kanada, untuk menyatukan pemilih. Namun, ini berisiko. Dengan 75% ekspor Kanada menuju AS, menurut Global Affairs Canada, memusuhi tetangga ini bisa merugikan. Refrain debat Carney—“Kita semua akan melawan Donald Trump”—menggugah, tetapi mempersulit diplomasi masa depan, seperti terlihat pada sengketa kayu lunak 1980-an yang terselesaikan melalui negosiasi.
Konteks tarif juga melibatkan isu yang diabaikan Carney. AS menyebut perbatasan Kanada sebagai saluran fentanyl, dengan 70% obat yang disita berasal dari sana, menurut DEA. Tekanan migrasi dan pembatasan ekspor energi Kanada, yang dikritik Poilievre, memperburuk ketegangan. Dengan hanya menyalahkan Trump, Carney mengabaikan tanggung jawab Kanada untuk mengatasi isu-isu ini. Pendekatan seimbang, seperti memperkuat keamanan perbatasan atau menegosiasikan energi, bisa meredakan konflik, tetapi Carney memilih narasi konfrontasi untuk keuntungan politik.
Pemilu memperjelas motif Carney. Dengan bayang-bayang Trudeau, Carney harus memisahkan diri dari warisan Liberal. Tanggapannya di debat—“Justin Trudeau tidak ada di sini”—menegaskan upaya ini. Dengan menjadikan Trump musuh utama, Carney membentuk ulang dirinya sebagai pembela kedaulatan. Namun, Jajak pendapat Nanos Research 2025 menunjukkan 55% warga Kanada mengutamakan stabilitas ekonomi ketimbang sikap anti-Trump, mengindikasikan bahwa retorika Carney mungkin tak sepenuhnya selaras dengan prioritas pemilih, terutama di tengah krisis biaya hidup.
Sejarah menawarkan perspektif tambahan. Ketegangan Kanada-AS bukan hal baru. Perselisihan tarif kayu lunak tahun 1980-an dan ketegangan era Bush atas perang Irak menunjukkan bahwa hubungan ini tangguh. Data dari Kementerian Perdagangan AS menunjukkan perdagangan bilateral tumbuh 20% pasca-NAFTA, meskipun ada konflik. Ini menunjukkan bahwa klaim Carney tentang “akhir kemitraan” berlebihan, karena kepentingan bersama dalam perdagangan dan keamanan cenderung mendorong rekonsiliasi, meskipun setelah periode turbulensi.
Publik Kanada juga menunjukkan sikap ambivalen. Meskipun 60% mengkhawatirkan kebijakan Trump, menurut Environics, hanya 30% mendukung eskalasi konflik, per Forum Research 2025. Banyak yang lebih peduli pada keterjangkauan perumahan dan lapangan kerja, isu yang kurang disentuh Carney. Dengan memanfaatkan tarif sebagai alat politik, Carney mempertaruhkan kepercayaan pemilih yang menginginkan solusi konkret, bukan hanya retorika anti-AS yang membakar semangat tetapi minim hasil.
Dampak ekonomi jangka panjang dari tarif menambah kerumitan. Studi dari Bank of Canada 2025 memperkirakan tarif ini bisa mengurangi PDB Kanada sebesar 0,5% pada 2026 jika berlanjut. Namun, penyesuaian rantai pasok untuk memenuhi USMCA dapat memitigasi kerugian, sesuatu yang tidak ditekankan Carney. Dengan berfokus pada narasi ancaman, ia melewatkan peluang untuk mempromosikan strategi adaptasi, seperti insentif bagi produsen untuk mematuhi aturan asal USMCA, yang bisa menstabilkan ekonomi.
Pada akhirnya, pernyataan Carney adalah setengah kebenaran yang dipoles untuk pemilu. Tarif Trump nyata dan merusak, tetapi kemitraan Kanada-AS terganggu, bukan hancur. USMCA menawarkan jalan resolusi, dan aneksasi adalah fantasi. Dengan menjadikan tarif sebagai alat politik, Carney memanfaatkan ketakutan publik untuk keuntungan elektoral, tetapi berisiko merusak hubungan jangka panjang dengan AS. Menjelang pemilu, rakyat Kanada harus mempertimbangkan apakah sikap konfrontasi Carney benar-benar melayani mereka atau hanya menutupi tantangan domestik yang lebih mendesak. Sungai Ottawa terus mengalir, menuntut pragmatisme di tengah badai politik ini.
Daftar Sumber :
- Al Mayadeen. (2025). “Canada’s Carney Declares End of US Partnership Amid Tariff Tensions.” Diakses dari https://english.almayadeen.net/news/politics/canada-s-carney-declares–end-of-us-partnership–amid-tariff.
- Statistics Canada. (2024). “Canada-U.S. Trade Statistics: Bilateral Trade Overview.” Diakses dari https://www.statcan.gc.ca.
- S. Department of Commerce. (2025). “Impact of Tariffs on U.S. Consumer Prices.” Diakses dari https://www.commerce.gov.
- Canadian Manufacturers & Exporters Association. (2025). “Economic Impact of U.S. Tariffs on Canadian Industries.” Diakses dari https://cme-mec.ca.
- Canada Mortgage and Housing Corporation (CMHC). (2024). “Housing Market Trends Report.” Diakses dari https://www.cmhc-schl.gc.ca.
- The New York Times. (2025). “Trump’s Rhetoric on Canada: Negotiation or Provocation?” Diakses dari https://www.nytimes.com.
- Angus Reid Institute. (2025). “Public Opinion on U.S.-Canada Relations and Annexation.” Diakses dari https://angusreid.org.
- Environics Institute. (2025). “Canadian Perceptions of U.S. Policy Under Trump.” Diakses dari https://www.environicsinstitute.org.
- Global Affairs Canada. (2024). “Canada’s Export Market Overview.” Diakses dari https://www.international.gc.ca.
- S. Drug Enforcement Administration (DEA). (2025). “Fentanyl Trafficking Routes Through Canada.” Diakses dari https://www.dea.gov.
- Nanos Research. (2025). “Canadian Voter Priorities Ahead of Federal Election.” Diakses dari https://nanos.co.
- Forum Research. (2025). “Public Support for U.S.-Canada Trade Conflict Escalation.” Diakses dari https://www.forumresearch.com.
- Bank of Canada. (2025). “Economic Outlook and Tariff Impact Assessment.” Diakses dari https://www.bankofcanada.ca.
- S. Department of Commerce. (2024). “Post-NAFTA Bilateral Trade Growth.” Diakses dari https://www.commerce.gov.