Opini
Captain America: Film atau Propaganda Global?

Dalam dunia hiburan, ada sebuah paradoks yang tak terucapkan: film bukan hanya sarana hiburan, melainkan juga alat untuk menciptakan narasi yang sangat politis. Baru-baru ini, film Captain America: Brave New World yang menghadirkan karakter Sabra—seorang superhero asal Israel—menjadi sorotan. Tak heran, film ini menciptakan kegaduhan karena dunia tak bisa lagi menutup mata terhadap bagaimana industri hiburan kerap terjalin erat dengan kebijakan politik global.
Marvel, dengan segala ambisinya, tampaknya tak terlalu peduli dengan perspektif yang lebih luas. Karakter Sabra yang sudah lama menjadi simbol kontroversial kini muncul kembali, tapi kali ini dalam balutan sejarah yang lebih “ramah”. Bagi siapa pun yang berpikir ini hanya soal film semata, selamat! Anda mungkin sudah dibutakan oleh gemerlap Hollywood yang terafiliasi dengan agen-agen tertentu yang jelas punya kepentingan besar di balik layar.
Tapi hei, kita hidup di zaman di mana siapa pun yang ingin mempertahankan sedikit rasa kemanusiaan atau keadilan sosial langsung dicap “terlalu sensitif”. Toh, tidak ada yang lebih murni daripada Hollywood yang selalu mengklaim bahwa mereka “mengambil pendekatan baru” terhadap karakter, bukan? Mengubah latar belakang seorang Sabra dari agen Mossad menjadi pegawai pemerintah AS adalah langkah revolusioner, apalagi saat ini dunia sedang menyaksikan kekejaman yang dilakukan Israel di Gaza.
Sekarang, mari kita bicara soal yang lebih besar dari sekadar film—peran besar yang dimainkan oleh Hollywood dalam membentuk citra negara besar di dunia. Laporan tentang keterlibatan tokoh-tokoh Hollywood dengan CIA, seperti Angelina Jolie yang berkonsultasi di markas besar intelijen, bukanlah cerita yang hanya bisa dibaca sekilas. Ini adalah contoh jelas bagaimana film, meski tampak ringan, bisa jadi alat untuk “mencuci” citra negara tertentu yang memegang kendali global.
Jadi, jika Captain America: Brave New World mencoba memperhalus citra Israel melalui karakter Sabra, maka kita harus mulai bertanya-tanya: apakah film ini sekadar produk hiburan atau bagian dari agenda yang lebih besar? Ketika kita menyaksikan film seperti Zero Dark Thirty yang memuluskan narasi pro-perang, atau karakter-karakter seperti Sabra yang tak luput dari pengaruh politik, bisa dikatakan Hollywood tak hanya menciptakan kisah, mereka juga menciptakan opini global.
Lalu ada pula mereka yang dengan lantang mempertanyakan kebebasan berekspresi dalam industri ini, sementara para aktivis pro-Palestina meneriakkan slogan “Free Palestine” di premiere film. Sungguh, betapa ironisnya dunia ini: satu sisi mereka mengutuk gerakan boikot, sementara di sisi lain mereka terus mendukung film yang jelas memiliki hubungan kuat dengan kebijakan luar negeri negara yang banyak mengabaikan hak asasi manusia.
Sehingga, apa yang sebenarnya lebih patut dipertanyakan adalah apakah kita sebagai penonton cukup cerdas untuk memahami permainan besar yang sedang dimainkan. Hollywood tahu persis bagaimana menciptakan produk yang bukan hanya menghibur, tetapi juga mengarahkan opini publik ke arah yang diinginkan. Dengan kata lain, mereka bukan hanya membuat film; mereka menciptakan realitas yang sesuai dengan kepentingan politik mereka.
Bagi siapa pun yang masih meragukan pentingnya boikot terhadap film semacam ini, saya ingin bertanya: adakah yang lebih jelas dari keterlibatan langsung Marvel dalam melanggengkan pengaruh politik negara yang terlibat dalam konflik kemanusiaan besar? Apakah kita rela menjadi bagian dari skema besar ini dengan hanya duduk santai di kursi bioskop, sementara penderitaan berlangsung di luar sana?
Jadi, jika Anda merasa risih dengan kenyataan bahwa film ini mencoba “menormalkan” narasi yang sangat bias, inilah saatnya untuk bertindak. Jangan biarkan Hollywood terus-menerus mendikte apa yang harus kita pikirkan atau rasakan. Boikot adalah langkah pertama, dan kita harus lebih cerdas dalam memilih apa yang kita konsumsi. Dunia ini lebih dari sekadar apa yang disajikan di layar lebar, dan kita tak bisa membiarkan kebijakan politik mengendalikan realitas kita begitu saja.