Opini
Bumerang Kebijakan Tarif Trump

Gedung Putih bergetar dengan ketegangan, suara-suara keras bergema dari kantor kepala staf. Penasihat senior saling berhadapan, memperebutkan nasib kebijakan tarif yang dijuluki “Liberation Day.” Menurut laporan CBS News, para penasihat dekat Presiden Donald Trump telah memperingatkan bahwa tarif ini bisa mengguncang pasar keuangan global dan mengancam stabilitas ekonomi AS. Namun, kebijakan ini tetap diumumkan, hanya untuk memicu kekacauan yang kini dikenal sebagai bumerang kebijakan tarif Trump.
Laporan CBS News mengungkap perpecahan di antara tim Trump. Peter Navarro, penasihat perdagangan, mendorong tarif 25% untuk semua barang impor senilai $3 triliun, sementara Menteri Keuangan Scott Bessent memperingatkan risiko gejolak pasar. Dalam pertemuan panas di kantor Susie Wiles, Navarro mengejek Bessent, membandingkannya dengan pendahulunya yang menolak proteksionisme. Menteri Perdagangan Howard Lutnick juga memperingatkan bencana global, namun suara kehati-hatian ini tenggelam dalam pengumuman “Liberation Day.”
Pasar keuangan bereaksi dengan brutal. Triliunan dolar lenyap dari indeks saham utama, pasar obligasi mengeluarkan sinyal bahaya, dan Goldman Sachs menaikkan probabilitas resesi. Jamie Dimon, CEO JPMorgan Chase, dalam wawancara dengan Maria Bartiromo, memperingatkan bahwa resesi kini semakin mungkin. Ed Bastian, CEO Delta, menyebut kekacauan ini “self-inflicted,” menghentikan panduan tahunan perusahaannya karena ketidakpastian pasar yang belum pernah terjadi sebelumnya, menurut CNBC.
Trump, yang awalnya bersikeras melalui media sosial dengan pesan “BE COOL! Everything is going to work out well,” terpaksa mengakui dampaknya. Setelah berkonsultasi dengan Bessent dan Lutnick, ia mengumumkan penundaan 90 hari untuk beberapa tarif. Dalam pernyataannya, ia meremehkan reaksi pasar sebagai “yippy” atau berlebihan, menunjukkan ketidaksesuaian antara gayanya dan kekhawatiran pelaku pasar. Langkah ini, menurut CBS, adalah upaya meredam kerusakan yang telah melanda.
Bumerang ini bukan sekadar kegagalan kebijakan, tetapi cerminan dari pola berulang dalam pendekatan Trump. Selama masa jabatan pertamanya, tarif terhadap Tiongkok memicu volatilitas pasar serupa. Laporan CBS menyebutkan Navarro menyinggung pendekatan Steven Mnuchin dan Gary Cohn, mantan penasihat yang menentang tarif keras. Kini, peringatan Bessent dan Lutnick terbukti benar, menggarisbawahi risiko proteksionisme yang tidak terkalibrasi dengan dinamika ekonomi global.
Data mendukung kekhawatiran ini. Menurut Biro Analisis Ekonomi AS, tarif 2018 terhadap Tiongkok meningkatkan harga konsumen AS sebesar 0,4% dan mengurangi PDB riil sebesar 0,3%. Studi dari National Bureau of Economic Research (2020) menunjukkan bahwa tarif ini membebani konsumen AS $51 miliar per tahun. Kini, dengan skala tarif “Liberation Day” yang lebih besar, dampaknya berpotensi lebih parah, terutama di tengah ekonomi global yang rapuh.
Elon Musk, penasihat efisiensi pemerintahan, menambah dimensi menarik. Meski tidak terlibat dalam pertemuan kunci, Musk secara terbuka mengkritik tarif melalui media sosial, mendorong penghapusan tarif antara AS dan UE. Menurut CBS, pandangannya hanya dibagikan dalam lingkaran kecil, namun sikapnya mencerminkan ketidakpuasan terhadap pendekatan Navarro. Absennya Musk dari pengambilan keputusan menunjukkan kurangnya koordinasi dalam tim Trump, memperburuk risiko bumerang.
Gejolak pasar bukan satu-satunya konsekuensi. Hubungan perdagangan internasional terancam. Uni Eropa, menurut Reuters, telah menyiapkan tarif balasan senilai €100 miliar jika AS melanjutkan kebijakan ini. Tiongkok, berdasarkan laporan Bloomberg, mempertimbangkan pembatasan ekspor bahan langka, yang dapat mengganggu rantai pasok global. Ketegangan ini mengingatkan pada perang dagang 2018-2019, yang menurut IMF memangkas pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,8%.
Bumerang ini juga memiliki implikasi politik. Basis pendukung Trump, yang menyukai retorika proteksionisnya, mungkin tetap setia, tetapi ketidakstabilan ekonomi dapat mengikis kepercayaan pemilih independen. Jajak pendapat Gallup (2024) menunjukkan bahwa 62% orang Amerika mengkhawatirkan kenaikan harga akibat tarif. Dengan inflasi yang masih menjadi isu sensitif, kebijakan ini berisiko memicu ketidakpuasan publik, terutama jika resesi benar-benar terjadi seperti yang dikhawatirkan Dimon.
Keputusan Trump untuk menunda tarif menunjukkan fleksibilitas, tetapi tidak menghapus kerusakan awal. Pasar tetap bergejolak, dan kepercayaan investor terguncang. Menurut laporan Financial Times, indeks S&P 500 turun 7% dalam seminggu pasca-pengumuman, kerugian terbesar sejak 2020. Obligasi Treasury AS juga menunjukkan tekanan, dengan imbal hasil 10 tahun melonjak ke 4,5%, sinyal bahwa investor mengantisipasi inflasi dan ketidakpastian lebih lanjut.
Pendukung tarif, seperti Navarro, mungkin berargumen bahwa gejolak pasar hanyalah harga jangka pendek untuk keuntungan jangka panjang, seperti penguatan industri domestik atau tekanan pada mitra dagang. Namun, bukti historis menunjukkan sebaliknya. Studi dari Federal Reserve (2019) menemukan bahwa tarif Trump sebelumnya gagal meningkatkan lapangan kerja manufaktur secara signifikan, sementara harga barang impor naik tajam. Dengan skala “Liberation Day,” risiko serupa kini diperbesar.
Kegagalan ini juga menyoroti kelemahan struktural dalam pengambilan keputusan Trump. Ketidaksepakatan internal, seperti yang diungkap CBS, menunjukkan kurangnya konsensus dan analisis mendalam sebelum kebijakan diumumkan. Peringatan Bessent dan Lutnick, yang didasarkan pada pengalaman pasar, diabaikan demi pendekatan populis Navarro. Ketidaklibatan Musk, seorang pemikir strategis, semakin menunjukkan bahwa proses ini lebih didorong oleh ideologi daripada perencanaan yang matang.
Bumerang kebijakan tarif Trump bukan sekadar cerita tentang pasar yang bergejolak, tetapi juga tentang risiko ambisi yang tidak seimbang dengan realitas ekonomi. Dunia yang saling terhubung menuntut kebijakan yang mempertimbangkan efek domino global. Ketika pasar jatuh dan sekutu bersiap membalas, kebijakan ini telah merusak kepercayaan, baik di dalam negeri maupun internasional. Trump mungkin telah menunda beberapa tarif, tetapi luka yang ditinggalkan akan sulit sembuh.
Masa depan kebijakan ini bergantung pada kemampuan Trump untuk mendengarkan suara kehati-hatian dalam timnya. Bessent dan Lutnick telah membuktikan bahwa prediksi mereka akurat, namun apakah mereka akan memengaruhi langkah selanjutnya tetap tidak pasti. Sementara itu, dunia menyaksikan, menunggu apakah bumerang ini akan terus berputar atau akhirnya berhenti, meninggalkan pelajaran berharga tentang batas-batas proteksionisme di era globalisasi.
Sumber:
- CBS News. Laporan tentang peringatan penasihat senior Trump terkait dampak tarif “Liberation Day” dan ketegangan internal di antara timnya.
- Biro Analisis Ekonomi AS. Data mengenai dampak tarif 2018 terhadap harga konsumen dan PDB riil AS.
- National Bureau of Economic Research (2020). Studi tentang beban ekonomi tarif 2018 yang mencapai $51 miliar per tahun bagi konsumen AS.
- Federal Reserve (2019). Penelitian yang menunjukkan kegagalan tarif Trump sebelumnya dalam meningkatkan lapangan kerja manufaktur dan kenaikan harga barang impor.
- Laporan mengenai rencana Uni Eropa untuk memberlakukan tarif balasan senilai €100 miliar sebagai respons terhadap kebijakan tarif AS.
- Berita tentang pertimbangan Tiongkok untuk membatasi ekspor bahan langka sebagai tanggapan terhadap tarif AS.
- International Monetary Fund (IMF). Laporan mengenai dampak perang dagang 2018-2019 yang memangkas pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,8%.
- Gallup (2024). Jajak pendapat yang menunjukkan 62% orang Amerika khawatir tentang kenaikan harga akibat tarif.
- Financial Times. Laporan tentang penurunan indeks S&P 500 sebesar 7% dan kenaikan imbal hasil obligasi Treasury AS pasca-pengumuman tarif.
- Wawancara dengan Maria Bartiromo. Pernyataan Jamie Dimon (CEO JPMorgan Chase) tentang kemungkinan resesi akibat tarif.
- Pernyataan Ed Bastian (CEO Delta) yang menyebut ketidakpastian pasar sebagai “self-inflicted” dan penghentian panduan tahunan perusahaannya.