Opini
Boikot Berhasil? KFC Rugi Rp796 Miliar di Tengah Solidaritas

Dulu, aroma ayam goreng KFC mengundang kerumunan, kini meja-meja kosong dan papan “tutup” menghiasi gerai sepi. PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pengelola KFC Indonesia, mencatat kerugian Rp796,71 miliar pada 2024, melonjak 91,67% dari Rp415,64 miliar tahun sebelumnya. Pendapatan anjlok 17,84%, dari Rp5,93 triliun ke Rp4,87 triliun. Angka-angka ini mencerminkan gelombang boikot terhadap produk yang dianggap terafiliasi dengan Israel. Apakah ini kemenangan rakyat atau hanya riak sementara?
Kampanye boikot, bergema melalui media sosial dan seruan MUI, mengguncang KFC. Pendapatan makanan dan minuman turun dari Rp5,9 triliun ke Rp4,85 triliun, jasa layanan antar merosot dari Rp2,73 miliar ke Rp1,91 miliar. FAST menutup 47 gerai dan mem-PHK 2.274 karyawan hingga September 2024, mencerminkan tekanan finansial. Beban operasi lain melonjak dari Rp67,69 miliar ke Rp279,95 miliar. Namun, kerugian sejak 2020 menandakan masalah struktural di luar boikot.
Boikot juga melanda Unilever Indonesia, dengan penurunan penjualan 15% pada kuartal keempat 2023. Harga sahamnya anjlok ke Rp2.840 pada Februari 2024, terendah dalam satu dekade, dari Rp4.700 pada 2022. Starbucks memangkas ekspansi dari 100 ke 50 gerai, sahamnya turun 8% pada 2023. McDonald’s Indonesia menghadapi penurunan penjualan, mendonasikan Rp1,5 miliar untuk Gaza. Survei MUI 2024 menunjukkan 85% masyarakat mendukung produk lokal.
Data keuangan FAST memperlihatkan guncangan nyata. Laba kotor turun dari Rp3,66 triliun ke Rp2,84 triliun, total aset menyusut dari Rp3,91 triliun ke Rp3,52 triliun, ekuitas anjlok ke Rp127,73 miliar. Unilever pulih pada kuartal pertama 2024, berkat iklan dan kampanye pro-lokal. Berjaya Food, operator Starbucks di Malaysia, rugi 42,6 juta ringgit pada 2023. Studi Margin Eco (2024) menyebut dampak boikot pada Unilever bersifat sementara.
Boikot kuat di Indonesia, tetapi lemah secara global. Pasar Indonesia hanya menyumbang sebagian kecil pendapatan Yum! Brands atau Unilever PLC. The Financial Times melaporkan perusahaan ekuitas seperti General Atlantic menghentikan penjualan saham waralaba di Indonesia, tetapi dampaknya lebih terasa lokal. Gerakan BDS mendapat dorongan, namun perubahan di Palestina tetap jauh. Boikot adalah simbol protes moral, bukan senjata geopolitik yang melumpuhkan.
Dilema etis membayangi. PHK 2.274 karyawan FAST menimpa pekerja kelas menengah ke bawah. Rantai pasok, seperti peternak ayam atau pemasok kemasan, terdampak penutupan gerai. Namun, boikot membuka peluang bagi UMKM. Kampanye “Bangga Buatan Indonesia” mengerek merek lokal seperti Richeese Factory. Data Kementerian Koperasi dan UKM (2024) menunjukkan kontribusi UMKM ke PDB naik 2%, meski butuh modal dan distribusi lebih baik.
Platform X menjadi katalis boikot. Tagar solidaritas Palestina dan daftar produk boikot menyebar cepat. Posting pada Januari 2025 mengklaim Unilever kehilangan pangsa pasar 9,4%, tetapi perlu verifikasi. Misinformasi meresahkan, dengan merek tanpa afiliasi jelas terseret, melemahkan kredibilitas. Keberlanjutan boikot dipertanyakan, karena konsumen mungkin kembali ke merek global jika citra dipulihkan melalui kampanye strategis atau donasi kemanusiaan.
Perusahaan bereaksi cepat. McDonald’s mendonasikan Rp1,5 miliar untuk Gaza, Unilever meluncurkan kampanye pro-lokal, FAST merencanakan private placement Rp80 miliar, meski berisiko mendilusi saham. Respons ini menunjukkan boikot memaksa adaptasi, tetapi juga ketangguhan korporasi. Untuk dampak lebih besar, boikot perlu kebijakan pemerintah, seperti subsidi UMKM, regulasi perusahaan asing, atau koordinasi dengan BDS global.
Masyarakat sipil berperan besar. Seruan MUI dan diskusi di X membentuk kesadaran kolektif, mendorong peralihan ke produk lokal. Namun, PHK massal menimbulkan dilema: bagaimana menyeimbangkan solidaritas dengan kesejahteraan lokal? Pemerintah bisa mendorong sertifikasi halal, yang menjangkau 2 juta produk pada 2024, atau insentif UMKM. Tanpa ini, boikot riskan menjadi aksi simbolis tanpa dampak struktural jangka panjang.
Boikot memberi efek psikologis. Masyarakat merasa berdaya, dengan konsumsi menjadi sarana protes. Namun, tekanan sosial menciptakan polarisasi; konsumen yang tetap membeli merek global kadang dicap tidak peduli. Diskusi di X menunjukkan ketegangan ini, menggarisbawahi perlunya edukasi untuk menjaga fokus solidaritas. Boikot memperkuat identitas kolektif Indonesia sebagai pendukung keadilan global, terutama di kalangan generasi muda.
UMKM menghadapi peluang dan tantangan. Produk lokal seperti sabun atau makanan cepat saji mulai dilirik, tetapi 60% UMKM kesulitan akses pasar karena distribusi lemah, menurut Kementerian Koperasi dan UKM (2024). Boikot bisa menjadi katalis transformasi ekonomi jika logistik dan modal diperkuat. Tanpa ini, peluang UMKM riskan terbuang, melemahkan potensi boikot untuk mengubah lanskap ekonomi lokal.
Pemerintah memiliki peran strategis. Kebijakan seperti pajak preferensial untuk produk lokal atau audit afiliasi perusahaan asing bisa memperkuat boikot. Program sertifikasi halal MUI memperkuat daya saing UMKM. Dengan langkah ini, boikot tidak hanya merugikan merek global, tetapi juga membangun kemandirian ekonomi. Kolaborasi dengan BDS global juga bisa meningkatkan tekanan internasional, meski tantangan koordinasi tetap ada.
Boikot memicu diskusi tentang konsumsi etis. Masyarakat mulai mempertanyakan dampak pembelian sehari-hari, dari kopi hingga sabun. Namun, edukasi konsumen krusial untuk menghindari boikot buta yang merugikan merek tak relevan. Laporan Transparency International (2024) menekankan perlunya verifikasi afiliasi perusahaan untuk menjaga integritas gerakan. Dengan pendekatan ini, boikot bisa menjadi alat yang lebih tajam bagi solidaritas.
Boikot adalah kemenangan rakyat. Penurunan saham Unilever, penutupan gerai KFC, dan revisi ekspansi Starbucks membuktikan suara masyarakat bergema. Meskipun dampaknya terbatas secara global, boikot menunjukkan dukungan besar rakyat Indonesia untuk Palestina, sebuah perjuangan yang tidak sia-sia. Di setiap meja kosong gerai KFC, ada gema solidaritas—bukti bahwa aksi kolektif Indonesia telah mengukir makna dalam perjuangan kemanusiaan.
Daftar Sumber
- com. (2025). “Pendapatan Turun, KFC Indonesia Tekor Rp 796 Miliar.” Diakses dari https://money.kompas.com/read/2025/04/23/175551526/pendapatan-turun-kfc-indonesia-tekor-rp-796-miliar.
- CNN Indonesia. (2023). “Unilever Indonesia Catat Penurunan Penjualan Akibat Boikot Anti-Israel.” Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20231215/unilever-indonesia-penurunan-penjualan-boikot.
- co. (2024). “Harga Saham Unilever Indonesia Anjlok ke Level Terendah, Dipicu Boikot.” Diakses dari https://bisnis.tempo.co/read/20240210/harga-saham-unilever-indonesia-terendah-boikot.
- The Financial Times. (2024). “Boikot di Indonesia dan Malaysia Ganggu Penjualan Waralaba Makanan Cepat Saji.” Diakses dari https://www.ft.com/content/2024/boikot-indonesia-malaysia-waralaba.
- Margin Eco. (2024). “Analisis Dampak Boikot terhadap Kinerja Penjualan Unilever Indonesia.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 12, No. 3.
- (2024). “Survei Preferensi Konsumen terhadap Produk Lokal di Tengah Boikot.” Diakses dari https://mui.or.id/berita/survei-konsumen-2024.
- Posting di Platform X. (2025). “Unilever Indonesia Kehilangan Pangsa Pasar 9,4% Akibat Boikot Pro-Palestina.” Diakses pada Januari 2025 (Catatan: Informasi dari X digunakan sebagai konteks tambahan dan memerlukan verifikasi).
- Berita Bisnis Malaysia. (2023). “Berjaya Food Rugi 42,6 Juta Ringgit Akibat Boikot Starbucks.” Diakses dari https://www.bisnesmalaysia.com/berjaya-food-rugi-boikot-2023.