Connect with us

Opini

Bahlil, Menteri Blunder?

Published

on

Bayangkan seorang menteri yang kinerjanya sudah merah menyala dalam laporan evaluasi 100 hari, tetapi bukannya berbenah, justru menambah daftar kesalahan yang menyengsarakan rakyat. Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, tampaknya punya bakat khusus dalam membuat kebijakan yang mengundang amarah publik. Entah ini ketidaksengajaan atau memang sudah jadi hobinya.

Baru saja CELIOS memberikan rapor buruk terhadap kinerjanya, Bahlil kembali membuat langkah kontroversial dengan melarang pengecer menjual LPG 3 kg. Alasan klisenya? Supaya subsidi lebih tepat sasaran. Hasilnya? Kelangkaan di mana-mana, antrean gas membludak, harga semakin mahal, dan tragisnya, seorang ibu harus kehilangan nyawa hanya demi mendapatkan tabung gas bersubsidi.

Bahlil berdalih bahwa subsidi LPG sudah 20 tahun tidak berubah, sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar terus meningkat. Seolah-olah rakyat yang harus menanggung beban ekonomi negara, sementara pemerintah dengan mudahnya membakar triliunan rupiah untuk proyek yang sering kali tak jelas manfaatnya. Gas subsidi naik, tapi rakyat diminta bersabar. Ironi yang luar biasa.

Bukannya mengoreksi kebijakan dengan cara yang bijak, pemerintah malah mencoba mempermainkan aturan dengan mengubah pengecer menjadi subpangkalan. Alasannya? Supaya harga bisa dikontrol dengan sistem IT. Luar biasa solusinya, seperti mengatakan pada masyarakat yang kehabisan makan bahwa masalahnya bukan kelaparan, tapi kurangnya aplikasi pemantauan gizi.

Tak butuh waktu lama bagi Presiden Prabowo untuk turun tangan dan membatalkan kebijakan itu. Sayangnya, kerusakan sudah terjadi. Antrean panjang, harga yang melambung tinggi, dan keresahan publik sudah terlanjur mengakar. Seakan itu belum cukup, Bahlil pun dengan entengnya mengatakan bahwa ini adalah kesalahannya sendiri. Luar biasa, baru kali ini ada menteri yang bangga mengaku gagal.

Dalam dunia normal, kesalahan fatal seperti ini seharusnya jadi tiket satu arah menuju pencopotan jabatan. Tapi entah kenapa, Bahlil masih bertahan dengan segala blundernya. Mungkin karena keberanian mengakui kesalahan kini dianggap sebagai prestasi. Atau mungkin ada keyakinan bahwa rakyat akan melupakan semuanya begitu antrean gas mereda.

Jika ada penghargaan bagi menteri dengan jumlah kebijakan paling merugikan dalam waktu singkat, Bahlil pasti jadi kandidat kuat. Dari hilirisasi yang tak kunjung jelas manfaatnya, transisi energi yang masih sebatas wacana, hingga kebijakan gas LPG yang berubah-ubah dalam hitungan hari. Sungguh pencapaian yang luar biasa untuk seorang pejabat negara.

Harus berapa kali lagi blunder dibuat sebelum akhirnya Presiden Prabowo sadar bahwa Bahlil lebih cocok jadi menteri eksperimen ketimbang menteri energi? Harus ada berapa banyak lagi rakyat kecil yang jadi korban sebelum evaluasi serius dilakukan? Atau memang pemerintah ingin melihat seberapa jauh kesabaran publik bisa diuji sebelum meledak?

Bahlil, Menteri Blunder, sepertinya masih punya banyak kejutan di sisa masa jabatannya. Jika dibiarkan, siapa tahu kebijakan apalagi yang akan muncul? Mungkin esok kita akan dilarang membeli beras di warung, lalu disuruh langsung ke gudang Bulog. Atau mungkin air galon akan disubsidi dengan syarat harus dibeli lewat aplikasi resmi pemerintah. Segalanya mungkin terjadi.

Dan ketika semua itu benar-benar terjadi, kita tahu siapa dalangnya. Orang yang dengan bangga mengakui kesalahannya tapi tetap duduk di kursi empuknya. Orang yang lebih cepat membuat blunder ketimbang mencari solusi. Orang yang seharusnya sudah lama digantikan, tapi tetap bertahan entah karena alasan apa. Selamat menikmati era kebijakan absurd, rakyat yang malang.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *