Connect with us

Opini

Babak Baru Perang Dagang: Masa Depan Tarif AS vs China

Published

on

Di tengah hiruk-pikuk pasar global yang terus bergerak, dentuman ancaman tarif kembali bergema dari dua raksasa ekonomi dunia. Presiden Donald Trump, dengan nada tegas, mengancam akan menaikkan tarif impor barang dari China hingga lebih dari 100%—sebuah langkah yang langsung memicu respons keras dari Beijing: “fight to the end.” Angka perdagangan memperlihatkan skala pertarungan ini—nilai perdagangan barang antara AS dan China mencapai $585 miliar tahun lalu, dengan defisit di pihak AS sebesar $295 miliar. Tapi ini bukan sekadar soal angka. Eskalasi ini adalah bagian dari dinamika global yang berpotensi mengubah arah geopolitik dan ekonomi dunia.

Pergeseran Perdagangan dan Jalur Bayangan

Meski perdagangan antara AS dan China masih sangat besar, data menunjukkan tren penurunan. Impor AS dari China turun dari 21% pada 2016 menjadi hanya 13% tahun lalu. Penurunan ini bukan tanpa sebab. Kebijakan tarif era Trump yang dilanjutkan bahkan diperluas oleh Presiden Joe Biden turut memengaruhi arus barang. Namun, China menyesuaikan strategi: produk mereka menyusup ke pasar AS lewat negara-negara seperti Vietnam dan Malaysia, menurut laporan Departemen Perdagangan AS pada 2023.

Kini, Trump ingin memperluas kebijakan tarif timbal balik terhadap negara-negara tersebut. Dampaknya tak main-main—harga barang konsumen dari smartphone hingga panel surya berpotensi naik tajam. Sementara China masih mengekspor baterai mobil listrik dan perangkat elektronik, AS mengekspor kedelai untuk mengisi perut sekitar 440 juta babi di China. Jika tarif naik hingga 100%, dampak inflasinya bisa melonjak lima kali lipat dan memukul konsumen di kedua negara.

Strategi dan Retorika: Tekanan Versus Perlawanan

Eskalasi tarif ini bukan hal baru, tetapi sikap kedua pemimpin membuat situasinya lebih rumit. Trump, melalui juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt, menyebut dirinya memiliki “spine of steel” dan bertaruh pada tekanan maksimum demi memaksa China bernegosiasi. Di sisi lain, editorial Xinhua menilai pendekatan AS sebagai bentuk “naked extortion.” Kementerian Perdagangan China pun menyebut langkah Washington sebagai tindakan “bullying unilateral.”

Jika ditotal, tarif yang digulirkan Trump dapat mencapai 104%—gabungan dari 20% tarif lama, 34% tarif baru, dan ancaman 50% tambahan. Sebagai balasan, China tak hanya menyiapkan tarif tandingan, tetapi juga mempertimbangkan langkah yang lebih strategis: pembatasan ekspor logam langka seperti germanium dan gallium yang vital untuk kebutuhan teknologi dan militer AS.

Efek Domino ke Dunia

Ketegangan ini melampaui batas bilateral. AS dan China menyumbang 43% dari ekonomi global, menurut IMF. Maka, perang tarif skala penuh sangat mungkin memicu gejolak lebih luas, bahkan resesi global. Pasar saham sudah menunjukkan gejala: S&P 500 turun ke level 4.982,77 dan Nasdaq anjlok 2,2%, meski FTSE 100 dan Nikkei 225 sempat mengalami rebound.

China yang mencatatkan surplus barang hampir $1 triliun menghadapi risiko “dumping” produk ke pasar lain jika akses ke AS dibatasi. Negara seperti Inggris melalui UK Steel telah memperingatkan banjirnya baja murah dari China yang bisa mengancam industri domestik. Di sisi lain, AS berpotensi memperketat blokade teknologi terhadap China, termasuk pembatasan chip AI yang menjadi isu strategis tersendiri, seperti yang digaungkan oleh penasihat ekonomi Trump, Peter Navarro.

Suara dari Akar Rumput

Di Beijing, suasana di tingkat masyarakat mencerminkan campuran antara keyakinan dan kekhawatiran. Wu Qi, seorang pekerja konstruksi, mengatakan bahwa ia percaya pada ketahanan nasionalnya. Namun, pelaku usaha seperti Paul Wang memilih mengalihkan pasar ke Eropa untuk bertahan. Jessi Huang, seorang importir bahan kimia dari AS, khawatir tarif balasan dari China justru mematikan usahanya.

Sementara itu, di AS, perusahaan seperti Apple terpukul keras. Nilai pasarnya turun sekitar 20% dalam sebulan terakhir, imbas dari ketergantungannya pada manufaktur China. Situasi ini bukan sekadar duel antara dua ekonomi besar—tapi tentang bagaimana rivalitas ini membentuk ulang lanskap global, dengan negara-negara lain terjebak di tengah-tengah badai kebijakan.

Ketegangan yang Menyerupai Perang Dingin Baru?

Masa depan dari konflik tarif ini sangat bergantung pada dinamika antara Trump dan Xi Jinping. Trump menganggap tarif sebagai alat negosiasi, bahkan menyebut kemungkinan kesepakatan dengan Korea Selatan di platform Truth Social. Namun, dari pihak China, belum ada tanda-tanda pelunakan posisi.

Jika kedua pemimpin bertahan pada posisi keras masing-masing, dunia bisa mengalami polarisasi yang menyerupai Perang Dingin. Bukan lagi kapitalisme versus komunisme, tetapi proteksionisme ekonomi AS versus ekspansi dagang China. Jepang dan Korea Selatan, meskipun memiliki hubungan militer erat dengan AS, mulai membuka pembicaraan soal kerja sama ekonomi lebih lanjut dengan China untuk menyiasati tarif.

Kanada dan Meksiko, yang telah terkena tarif 25% sejak Maret, cenderung memilih jalur gugatan melalui perjanjian USMCA ketimbang mendekat ke Beijing. Uni Eropa menyiapkan tanggapan serupa, tetapi masih ragu menjadi mitra penuh China karena persaingan dalam sektor teknologi. Di sisi lain, Rusia hampir pasti mempererat kerja sama dengan China, terutama dalam perdagangan energi yang sudah meningkat tajam.

Vietnam dan ASEAN berada dalam posisi sulit—di satu sisi tertekan oleh tarif AS, di sisi lain berhadapan dengan ambisi China di Laut China Selatan. Keseimbangan ekonomi dan politik mereka bisa mendorong ke arah Beijing, meski dengan pertimbangan yang sangat hati-hati.

Potensi Konflik Melampaui Ekonomi

Meski belum menyentuh konflik bersenjata, dinamika ini membuka potensi risiko lain. China bisa menggunakan ekspor rare earth sebagai senjata, sementara AS mungkin memperluas kehadirannya di Indo-Pasifik atau memainkan isu sensitif seperti Taiwan. Sejarah mencatat bahwa ketegangan ekonomi kerap menjadi pintu masuk konflik yang lebih luas. Jika Perang Dingin dulu memiliki perang proksi, versi modernnya bisa berbentuk sanksi teknologi, perang siber, atau ketegangan di wilayah sengketa.

Trump bisa saja menggunakan ketegangan ini sebagai pengalih isu dari masalah ekonomi domestik. Xi Jinping, di sisi lain, mungkin memanfaatkan narasi nasionalisme untuk mempertahankan legitimasi Partai Komunis di tengah tantangan ekspor.

Jalan Panjang Menuju Resolusi

Defisit perdagangan AS dengan China sebesar $295 miliar memang hanya sekitar 1% dari PDB AS—jauh dari klaim Trump yang menyebut angkanya $1 triliun. Namun, angka ini tetap cukup besar untuk memicu inflasi jika kebijakan tarif diperketat. China, dengan kapasitas manufaktur yang tinggi, bisa mengalihkan ekspornya ke kawasan lain melalui proyek Belt and Road, tetapi menggantikan pasar AS yang menyerap $440 miliar impor bukan hal mudah. Sebaliknya, AS juga sangat bergantung pada pasokan baterai, komponen elektronik, dan bahan langka dari China—membuat pemisahan total (decoupling) nyaris mustahil tanpa risiko besar pada rantai pasok global.

Dunia dalam Simpang Jalan

Konflik tarif ini mencerminkan betapa eratnya keterikatan dua kekuatan besar dunia—bahkan saat mereka saling berseteru. Tarif sebesar 104% atau ancaman ekspor logam langka adalah ilustrasi dari bagaimana kebijakan proteksionis dapat berdampak sistemik. Pada akhirnya, kedua negara ini saling membutuhkan lebih dari yang mereka akui di forum publik. Konsumen AS akan merasakan dampaknya di dompet mereka, sementara pekerja di China menghadapi ketidakpastian ekonomi yang nyata.

Dialog dan kompromi tetap menjadi solusi terbaik. Namun, selama pendekatan konfrontatif masih dominan, dunia perlu bersiap menghadapi ketegangan jangka panjang—bukan hanya di bidang ekonomi, tetapi juga dalam tatanan global yang telah dibentuk selama puluhan tahun terakhir.

 

Referensi:

  1. https://www.bbc.com/news/articles/c4g2089vznzo
  2. https://www.theguardian.com/us-news/2025/apr/08/trump-global-tariffs
  3. https://apnews.com/article/china-us-tariffs-trade-trump-b5010acb08114304d8c36267b47eda13

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *