Opini
AS Bikin Eropa Jatuh Dua Kali

Setelah berpuluh-puluh tahun menikmati gas murah dari Rusia, Eropa kini harus merelakan sumber daya alam yang murah itu. Alih-alih berdamai dengan Rusia, Eropa malah diharuskan untuk berbaris mendukung Ukraina, mengikuti permintaan AS tanpa banyak pilihan. Hasilnya, Eropa justru terjebak dalam ketergantungan baru: gas mahal dari AS. Kalau ini bukan jatuh, apa lagi?
Tidak hanya itu, Amerika Serikat, yang seolah tak kenal lelah, kini menuntut Eropa untuk menggali lebih dalam dompet mereka. Donald Trump yang baru saja kembali ke Gedung Putih, mendesak negara-negara NATO untuk menaikkan pengeluaran pertahanan mereka menjadi 5% dari PDB. Ya, 5%. Angka yang lebih tinggi dari 2% yang telah lama dijanjikan, dan hampir dua kali lipat dari yang dikeluarkan banyak negara Eropa saat ini.
Di tengah krisis energi, inflasi yang melambung, dan ketidakpastian politik, Eropa dipaksa untuk mencari uang yang susah didapat. Mengharapkan kenaikan pertahanan 5% dalam kondisi ekonomi yang lesu adalah seperti meminta seseorang untuk terbang sambil menggendong batu bata. Begitu banyak yang harus diprioritaskan, tapi apakah Eropa punya ruang untuk menuruti keinginan Trump? Tentu saja tidak.
Sepertinya, Trump merasa bahwa NATO itu layaknya sebuah perusahaan dan Eropa adalah klien yang harus membayar lebih. Namun, Eropa tidak hanya dibebani dengan permintaan pengeluaran pertahanan, tetapi juga harus menghadapi konsekuensi ekonomi dari kebijakan luar negeri AS yang mendorong mereka ke dalam ketergantungan energi yang lebih mahal. Jika ada yang menguntungkan dalam situasi ini, itu mungkin hanya AS.
Kendati NATO mengklaim bahwa dua pertiga anggotanya sudah mengalokasikan 2% untuk anggaran pertahanan, permintaan Trump mengundang gelombang protes. Beberapa anggota NATO, seperti Italia dan Jerman, bahkan terjebak dalam dilema antara memenuhi tuntutan AS atau mengabaikan kebutuhan domestik mereka, terutama dalam bidang sosial dan kesejahteraan. Pertahanan yang lebih kuat, tapi siapa yang akan membayar biaya sosial yang terabaikan?
Sementara itu, Eropa harus menghadapi kenyataan bahwa mereka mungkin tak bisa memenuhi permintaan tersebut. Trump, dalam ciri khasnya, mungkin menganggap ini sebagai strategi negosiasi. Namun, ada juga kemungkinan bahwa dia serius ingin menarik AS keluar dari NATO, meninggalkan Eropa untuk menghadapi ancaman Rusia sendirian. Begitulah cara Trump, selalu penuh kejutan dan dramatis.
Ironisnya, Eropa hanya bisa berdiam diri dan berharap bahwa permintaan ini hanya sebuah taktik. Jika benar-benar diterapkan, apakah negara-negara Eropa bisa mengatasinya? Jika Eropa memutuskan untuk mengikuti tuntutan tersebut, mereka harus menambahkan lebih banyak beban finansial ke dalam sistem yang sudah rapuh. Menghabiskan uang untuk persenjataan saat rakyat mereka membutuhkan lebih banyak dari segi kesejahteraan sosial adalah dilema yang hampir mustahil dipecahkan.
Dalam situasi seperti ini, Eropa tampaknya hanya memiliki satu pilihan: bertahan. Namun, dengan bertahan bukan berarti mereka bisa melawan dua “pukulan” besar yang datang dari kebijakan luar negeri AS. Begitu banyak masalah yang harus diselesaikan di dalam negeri, tetapi di luar negeri, AS terus-menerus mengarahkan jari mereka, meminta lebih banyak, lebih banyak, dan lebih banyak lagi dari Eropa.
Jika Eropa memilih untuk menuruti tuntutan AS, mereka mungkin akan mengalami “jatuh dua kali” dalam waktu yang bersamaan. Di satu sisi, mereka akan terperosok dalam ketergantungan energi yang lebih mahal, sementara di sisi lain, mereka akan terjebak dalam beban finansial yang tak terkendali untuk memenuhi anggaran pertahanan yang semakin membengkak. Tak ada yang lebih tragis dari ini, kecuali jika mereka tetap bertahan dan akhirnya menyadari bahwa harga yang mereka bayar sangat mahal.