Connect with us

Opini

Apakah Dominasi Dolar AS Akan Berakhir?

Published

on

Oleh: Lutfi Awaludin Basori

Dominasi dolar AS sebagai mata uang cadangan global telah berlangsung lebih dari tujuh dekade, menjadikannya simbol kekuatan ekonomi dan finansial dunia. Namun, sebuah laporan baru-baru ini dari International Monetary Fund (IMF) mengungkapkan fakta yang cukup mengejutkan: cadangan devisa global dalam bentuk dolar AS telah jatuh ke level terendah dalam hampir 30 tahun. Angka terbaru menunjukkan bahwa dolar hanya mencakup 57,4% dari cadangan devisa dunia pada kuartal ketiga 2024, turun 0,85% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Penurunan ini adalah tanda yang semakin jelas bahwa dunia sedang mengalami pergeseran dalam struktur keuangan global. Ini memunculkan sebuah pertanyaan besar: apakah dominasi dolar AS akan berakhir?

Pergeseran ini bukanlah sesuatu yang terjadi dalam semalam. Selama bertahun-tahun, banyak negara mulai mencari cara untuk mengurangi ketergantungan mereka pada dolar. Tren ini semakin menguat di tengah ketegangan geopolitik, khususnya setelah sanksi ekonomi yang diterapkan oleh Amerika Serikat terhadap negara-negara seperti Rusia. Tindakan AS yang membekukan cadangan dolar Rusia pasca-perang Ukraina membuat banyak negara berpikir dua kali tentang ketergantungan mereka pada mata uang yang sepenuhnya terikat dengan kebijakan luar negeri Washington. Beberapa negara, terutama anggota BRICS, mulai beralih ke mata uang lokal untuk perdagangan internasional mereka, sebuah langkah yang semakin mempercepat de-dolarisasi.

Fenomena de-dolarisasi yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa dunia tidak lagi melihat dolar AS sebagai simbol stabilitas yang tak tergoyahkan. Dolar tidak hanya tergoyahkan oleh perkembangan internal AS, seperti meningkatnya utang nasional dan inflasi yang tidak terkendali, tetapi juga oleh kekhawatiran negara-negara besar yang merasa bahwa keberadaan mereka bisa terancam jika terlalu bergantung pada satu mata uang dominan. Tentu, dolar AS tetap menjadi mata uang cadangan utama, namun trennya yang terus menurun menunjukkan adanya pergeseran dalam keseimbangan kekuatan ekonomi global.

Salah satu dampak langsung dari penurunan dominasi dolar adalah kebangkitan mata uang alternatif. Euro, yen Jepang, dan yuan Tiongkok telah mengambil langkah besar untuk menggantikan dolar dalam perdagangan internasional. Pada kuartal ketiga 2024, pangsa euro dalam cadangan devisa dunia naik menjadi 20,02%, sementara yen Jepang mencatatkan lonjakan signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara besar mulai lebih percaya diri untuk bertransaksi dalam mata uang yang tidak terikat langsung dengan kebijakan luar negeri AS.

Namun, yang paling menarik adalah lonjakan dalam penggunaan yuan Tiongkok. Setelah sembilan kuartal berturut-turut mengalami penurunan, yuan akhirnya mengalami kenaikan pada kuartal ketiga 2024, meskipun secara keseluruhan masih berada di angka 2,17% dari cadangan devisa global. Tiongkok, sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, telah memanfaatkan kebijakan ekonomi dan politik untuk mendorong penggunaan yuan dalam perdagangan internasional. Inisiatif ini semakin terlihat jelas melalui proyek One Belt One Road, yang memperkenalkan yuan ke berbagai negara sebagai alat transaksi utama.

Namun, meskipun dolar AS kehilangan sebagian kekuatannya, ia masih jauh dari terancam untuk kehilangan dominasi global dalam waktu dekat. Dolar tetap menjadi mata uang utama dalam perdagangan energi, komoditas, dan transaksi internasional lainnya. Ditambah dengan peran kuat yang dimainkan oleh bank-bank besar dan sistem keuangan AS yang masih menjadi pusat perdagangan global, dolar memiliki ketahanan yang luar biasa. Sebagian besar negara juga masih mengandalkan dolar untuk cadangan devisa mereka, meskipun mereka mencoba untuk mengurangi ketergantungan tersebut.

Namun, apa yang akan terjadi jika tren ini terus berlanjut? Jika negara-negara semakin mengalihkan cadangan devisa mereka dari dolar AS ke mata uang alternatif, kita bisa melihat terjadinya pergeseran yang lebih besar dalam ekonomi global. Negara-negara yang sebelumnya terikat dengan dolar mungkin akan mencari cara untuk membentuk sistem finansial baru yang lebih terbuka dan terdiversifikasi. Tentu saja, hal ini bisa mengarah pada meningkatnya ketidakstabilan jangka pendek, karena pasar keuangan global akan beradaptasi dengan lanskap yang baru.

Ke depan, dunia mungkin akan memasuki era multipolar dalam hal mata uang cadangan global. Sistem yang lebih terdiversifikasi, di mana tidak ada satu mata uang pun yang mendominasi sepenuhnya, bisa membuka peluang baru bagi negara-negara berkembang untuk lebih mengontrol ekonomi mereka tanpa terlalu terpengaruh oleh kebijakan negara besar seperti AS. Ini akan membawa dampak besar dalam perdagangan internasional, sistem pembayaran, dan stabilitas keuangan global.

Namun, tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana negara-negara besar, terutama AS, akan merespon perubahan ini. Apakah mereka akan merangkul perubahan ini dengan membuka diri terhadap mata uang alternatif, atau akan terus mengandalkan kekuatan dolar untuk mempertahankan pengaruh mereka dalam politik dan ekonomi dunia? Salah satu potensi jawaban terletak pada pengembangan mata uang digital bank sentral (CBDC), yang berpotensi menjadi bagian dari solusi untuk mengurangi ketergantungan pada dolar dan mendorong terciptanya sistem keuangan yang lebih terbuka dan terhubung.

Apa pun yang terjadi, satu hal yang pasti: dunia sedang bergerak menuju perubahan besar dalam cara kita melihat uang dan kekuatan ekonomi. Dominasi dolar AS memang belum berakhir, tetapi masa depan keuangan global tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang pasti. Ke depan, kita mungkin akan menyaksikan lahirnya era baru dalam sistem moneter global, di mana berbagai mata uang bersaing untuk mendapatkan tempat utama di pasar internasional.

 

*Sumber: Russian Today

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *