Connect with us

Opini

Apa Kabar Para Sandera di Gaza?

Published

on

Di tengah dentuman bom, hujan rudal, dan gemuruh tank yang melintasi Gaza, ada satu suara yang hampir tak terdengar: suara para sandera. Mereka, yang katanya warga Israel yang harus diselamatkan, kini tampaknya tidak lebih dari pion yang diabaikan dalam permainan catur politik pemerintah mereka sendiri.

Ironis, bukan? Negara yang selalu menggembar-gemborkan doktrin “tidak meninggalkan seorang pun” justru terlihat begitu dingin terhadap nasib mereka. Seperti boneka yang dilempar ke medan perang, sandera ini dibiarkan terkatung-katung tanpa kejelasan, seolah nyawa mereka hanyalah angka statistik. Padahal, Hamas—yang di mata Israel adalah musuh utama—berulang kali menawarkan pertukaran tawanan. Tapi, siapa yang peduli? Tentu bukan pemerintah Netanyahu.

Cobalah lihat jumlahnya: di Gaza, 101 sandera Israel masih bertahan dalam kondisi tidak jelas, sementara di sisi lain, ada lebih dari 5.000 tawanan Palestina di penjara Israel, termasuk perempuan dan anak-anak. Sebagian besar dari mereka ditahan tanpa proses hukum yang layak. Ketimpangan ini adalah wajah sebenarnya dari kebijakan Israel, di mana nyawa bukanlah prioritas kecuali bisa digunakan untuk melayani ambisi geopolitik mereka.

Dan apa hasil dari kebijakan ini? Israel melancarkan serangan brutal ke Gaza yang telah berlangsung 419 hari, menewaskan 44.282 warga Palestina dan melukai lebih dari 104.880 lainnya. Genosida ini terus berlangsung dengan dalih “menghancurkan Hamas,” tetapi kenyataannya yang paling banyak menjadi korban adalah warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan. Ironi semakin terasa ketika salah satu sandera Israel dilaporkan tewas akibat serangan udara Israel sendiri.

Lalu, apa respons pemerintah? Diam. Bahkan Benny Gantz, mantan menteri kabinet perang Israel, secara blak-blakan mengakui, “Kita gagal melindungi sandera dan telah meninggalkan mereka demi alasan politik.” Ya, demi alasan politik. Bukan demi keselamatan warga, bukan demi kemanusiaan, tetapi demi ambisi.

Sementara itu, keluarga para sandera memohon-mohon di depan kantor Netanyahu, berharap ada secercah perhatian. Namun, mereka seperti anak kecil yang menangis meminta perhatian dari orang tua yang terlalu sibuk mengejar mimpi besar. Demonstrasi mereka, yang berujung diusir dari gedung parlemen, adalah simbol dari ketidakpedulian pemerintah. Nyawa para sandera bukanlah prioritas, karena bagi Netanyahu dan timnya, ada agenda yang lebih besar: menghancurkan Gaza, apapun harganya.

Kebijakan ini jelas bukan soal melindungi warga atau menegakkan keamanan. Ini tentang dominasi. Gaza bukan sekadar wilayah; itu adalah simbol perlawanan yang harus dihancurkan. Para sandera hanyalah alat tawar yang bisa diabaikan jika itu menghalangi rencana besar.

Pada akhirnya, para sandera ini bukanlah korban konflik, melainkan korban kebijakan. Mereka adalah pengingat tragis bahwa bagi pemerintah Israel, ambisi politik jauh lebih penting daripada keselamatan warganya sendiri. Dalam perang ini, para sandera dan warga Palestina di Gaza berbagi nasib: menjadi korban dari kebijakan yang, apa boleh dibilang, tidak berperikemanusiaan?

Karena itulah, jika ingin jujur, pihak yang terus-menerus melakukan kejahatan adalah pemerintah Israel sendiri. Dengan kebijakannya yang tanpa rasa kemanusiaan, mereka menciptakan tragedi di mana nyawa manusia, entah itu Israel atau Palestina, hanyalah angka yang bisa dihapus demi mimpi dominasi.

Jadi, apa kabar para sandera di Gaza? Mungkin jawabannya adalah kabar buruk. Karena di mata pemerintah Israel, mereka bukanlah manusia yang layak diselamatkan, melainkan sekadar pion dalam perang panjang ini.

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *