Connect with us

Opini

Ancaman Yaman, Jika Genosida Gaza Berlanjut

Published

on

Ketika dunia terdiam menyaksikan genosida yang terus berlangsung di Gaza, Yaman muncul sebagai suara yang lantang dalam memperjuangkan kemanusiaan. Dalam pidatonya pada 16 Januari, Abdul-Malik al-Houthi, pemimpin Ansarallah, menegaskan bahwa operasi militer Yaman akan terus mendukung Palestina jika pembantaian oleh Israel tidak segera dihentikan. Peringatan ini menggaung di tengah keheningan global.

Houthi menyampaikan dengan tegas bahwa serangan brutal Israel, meskipun berada di bawah tekanan gencatan senjata yang dijanjikan, tidak dapat dibiarkan tanpa perlawanan. Dalam situasi ini, Yaman menunjukkan keberanian yang luar biasa, berdiri bersama rakyat Gaza di saat banyak negara takut akan dampak konfrontasi dengan sekutu kuat Israel, termasuk Amerika Serikat. Sikap ini membawa harapan baru.

Di tengah serangan udara dan blokade ekonomi yang melumpuhkan Yaman, komitmen Ansarallah terhadap Palestina menggambarkan solidaritas sejati. Ketika negara-negara lain memprioritaskan kepentingan diplomatik dan hubungan dagang dengan kekuatan besar, Yaman justru memilih untuk berbagi penderitaan dengan rakyat Gaza. Bahkan, serangan Israel tidak hanya diterima di Gaza tetapi juga di tanah Yaman.

Serangan balasan Yaman terhadap kapal induk USS Harry Truman di Laut Merah menunjukkan keberanian yang jarang ditemukan di kawasan ini. Dengan sumber daya yang terbatas, Yaman mengirimkan pesan jelas kepada dunia bahwa dukungan untuk Palestina bukan sekadar retorika. Tindakan ini mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi dasar perjuangan mereka, menantang ketidakadilan global yang semakin merajalela.

Namun, mengapa Yaman memilih untuk mengambil risiko sebesar ini? Jawabannya terletak pada akar sejarah dan identitas perlawanan mereka. Sebagai bangsa yang telah menderita akibat agresi asing selama bertahun-tahun, Yaman memahami betul rasa sakit dari penindasan dan penjajahan. Pengalaman ini memupuk solidaritas yang mendalam dengan rakyat Gaza, yang juga terjebak dalam situasi yang serupa.

Lebih dari sekadar kepentingan geopolitik, dukungan Yaman terhadap Palestina adalah perlawanan terhadap tirani global. Di mata Ansarallah, pembantaian di Gaza bukan hanya masalah Palestina, tetapi cerminan dari kegagalan sistem internasional yang mendukung penjajahan. Dengan mengambil sikap ini, Yaman menyampaikan pesan moral kepada dunia bahwa ketidakadilan harus dilawan, apa pun risikonya.

Meskipun demikian, perjuangan Yaman tidak lepas dari tantangan berat. Blokade dan serangan yang dipimpin oleh koalisi AS, Inggris, dan Israel pada awal Januari menunjukkan bahwa kekuatan besar tidak segan-segan menghukum siapa pun yang menentang kebijakan mereka. Namun, Yaman tetap berdiri kokoh, mengorbankan segalanya demi prinsip yang mereka yakini.

Sejak pengumuman gencatan senjata, serangan Israel di Gaza telah menewaskan puluhan warga sipil, termasuk anak-anak. Dalam konteks ini, ancaman Houthi untuk melanjutkan operasi militer adalah pengingat bagi dunia bahwa perjuangan Palestina tidak boleh dikhianati. Ketika kekuatan besar gagal memaksa Israel menghormati kemanusiaan, Yaman tampil sebagai penjaga kehormatan rakyat Gaza.

Di tengah keheningan negara-negara Muslim dan Arab yang khawatir terhadap konsekuensi diplomatik, keberanian Yaman menjadi oase harapan. Solidaritas mereka melampaui sekadar kata-kata; itu diwujudkan dalam tindakan nyata, bahkan ketika mereka sendiri berada di bawah ancaman senjata yang sama. Gaza tidak lagi berjuang sendirian di bawah langit yang berlumuran darah.

Yaman telah membuktikan bahwa solidaritas sejati lahir dari pengalaman yang sama akan penderitaan dan keadilan. Di saat dunia memilih bungkam, Yaman melawan. Ketika negara lain memilih aman, Yaman berdiri menantang. Dan ketika Gaza menangis, Yaman berjanji bahwa mereka tidak akan dibiarkan berjuang sendirian. Dunia harus belajar dari keberanian ini.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *