Opini
America First: Strategi Modern ala Nazi?

Pernyataan Sergei Lavrov tentang kebijakan “America First” yang menyerupai slogan Nazi “Germany Above All” cukup mengundang perhatian. Jika kita mengabaikan kacamata sejarah dan berfokus pada dampak praktisnya, apakah ada benang merah antara kebijakan yang diterapkan oleh Trump dan ideologi Nazi yang terkenal itu? Entah kebetulan atau tidak, kebijakan “America First” punya beberapa kesamaan mencolok dengan pendekatan Jerman yang berusaha mengeksportkan superioritasnya kepada dunia.
Lavrov dengan bijak mengingatkan kita tentang ketegangan yang muncul dari kebijakan nasionalis, baik yang berbentuk isolasionisme maupun proteksionisme. Memang, tidak ada pasukan SS yang terlibat dalam kebijakan Trump. Namun, apa yang dia lakukan dalam dunia perdagangan dan diplomasi global mengingatkan kita pada sebuah permainan kekuasaan yang meminggirkan prinsip-prinsip multilateralisme. Mungkin kita bisa menyebutnya “Nazi Lite”. Tidak seberat aslinya, tetapi tetap berbahaya.
Bayangkan ini: Trump ingin membeli Greenland. Serius, membeli pulau dari negara lain, seolah kita hidup di abad ke-19. Apa yang dia lakukan kalau bukan ingin menguasai wilayah strategis dengan cara yang lebih halus, yang jika diteruskan bisa jadi semacam kolonialisme modern? Bagaimana kalau negara lain dengan kepentingan serupa tiba-tiba memutuskan untuk membeli wilayah kita? Siapa yang untung di sini? Tentu saja, mereka yang lebih kuat.
Bila dilihat dari konteks ini, “America First” memang mengandung esensi yang sangat mirip dengan prinsip-prinsip ekspansionisme yang pernah dianut oleh Nazi. Seperti halnya Jerman yang berusaha menguasai wilayah demi memperbesar kekuasaannya, AS di bawah Trump juga berusaha mengambil keuntungan dari sumber daya alam dan strategi geopolitik demi keuntungan ekonomi sendiri. Ada ketidakharmonisan yang terasa, terutama ketika kebijakan ini melupakan hak-hak negara lain yang harus dihormati.
Namun, meskipun kebijakan “America First” tidak melakukan invasi militer atau kampanye genosida seperti yang dilakukan Nazi, kebijakan ini tidak jauh dari perilaku ekspansionis dalam bentuk yang lebih modern. Ide untuk membeli Greenland, misalnya, menunjukkan bagaimana negara besar kadang merasa berhak atas wilayah yang bukan miliknya. Ini jelas merusak prnsip kedaulatan yang telah menjadi landasan hubungan internasional sejak akhir Perang Dunia II.
Selain dampak ekspansionisme, kebijakan “America First” juga berdampak besar dalam menciptakan peningkatan nasionalisme yang berbahaya. Seperti halnya Nazi yang menekankan superioritas nasional Jerman, kebijakan ini juga mendorong nasionalisme yang ekstrem di AS. Dengan mengedepankan kepentingan domestik, kebijakan ini menciptakan isolasi politik dan ekonomi, yang pada gilirannya bisa memperburuk ketegangan dengan negara-negara lain. Rasa superioritas ini bisa menyulut perpecahan, bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga di kancah internasional.
Di samping itu, ada juga dampak serius dari pengabaian terhadap multilateralisme. “America First” sering kali bertindak seolah-olah AS bisa bertindak sepihak tanpa mempertimbangkan sistem internasional yang telah dibangun pasca-Perang Dunia II. Pengunduran diri dari berbagai perjanjian internasional dan organisasi global semacam PBB mencerminkan penolakan terhadap kerja sama global. Ini mirip dengan cara Nazi menanggalkan prinsip-prinsip multilateral untuk mengejar kepentingan Jerman. Dalam dunia yang semakin saling terhubung, kebijakan semacam ini hanya akan merusak tatanan internasional yang telah ada.
Namun yang lebih buruk lagi adalah bagaimana kebijakan ini menciptakan ketidakpastian dan ketegangan di seluruh dunia. Negara-negara yang merasa terancam oleh kebijakan Amerika akan mulai mencari jalan untuk menanggapi. Perang dagang dengan China, ketegangan dengan Rusia, dan ketidakpastian hubungan dengan sekutu lama semakin memperburuk situasi. Ini mengingatkan kita pada bagaimana kebijakan unilateral Nazi pada akhirnya membawa dunia ke dalam Perang Dunia II. Meskipun kita tidak sedang menuju perang besar, kebijakan semacam ini bisa menciptakan ketegangan internasional yang membahayakan.
Jadi, apakah pernyataan Lavrov benar? Mungkin benar jika kita mempertimbangkan dampak kebijakan “America First” yang bisa mengarah pada ketegangan internasional dan memperburuk hubungan antarnegara. Meski tidak ada tentara yang menyerbu, tetapi efeknya tetap bisa memicu ketidakstabilan, yang dalam beberapa hal tidak jauh berbeda dari strategi Nazi untuk menguasai dunia. Perbedaannya hanya pada cara dan skalanya. Kita mungkin belum sampai pada pertempuran besar, tetapi jika kebijakan seperti ini terus berlanjut, siapa yang tahu apa yang akan datang selanjutnya?