Opini
Al-Shara: Presiden Suriah yang Dipaksakan

Ahmad al-Shara akhirnya berbicara. Setelah dua bulan diam, presiden transisi Suriah ini muncul dengan pidato singkat yang penuh janji tentang inklusivitas dan keadilan. Ia menyerukan persatuan, membangun negara, dan menjanjikan konsultasi dengan seluruh elemen masyarakat. Kata-kata manis ini terdengar akrab, seperti lagu lama yang diputar ulang oleh pemilik kekuasaan baru.
Al-Shara diangkat oleh koalisinya sendiri, dalam pertemuan tertutup yang tidak dihadiri oleh semua faksi. Konstitusi langsung dihapus, parlemen dibubarkan, dan tentara lama dihapus tanpa banyak diskusi. Jika cara-cara ini mengingatkan kita pada metode diktator lama, mungkin itu bukan kebetulan. Revolusi yang menjanjikan kebebasan kini melahirkan penguasa baru dengan wajah lama.
Warga Suriah yang sebelumnya berharap perubahan kini harus menghadapi kenyataan. Al-Shara berbicara tentang “konsultasi luas” tetapi pertemuan yang mengangkatnya justru tertutup bagi kelompok Druse dan Kurdi. Bagaimana mungkin keadilan dan inklusivitas ditegakkan jika sejak awal beberapa pihak dikecualikan? Kata-kata dalam pidato itu tampaknya hanya formalitas belaka.
Dalam pidatonya, al-Shara juga menekankan bahwa pengangkatannya sah berdasarkan “norma hukum yang berlaku.” Sayangnya, norma hukum mana yang dimaksud tidak dijelaskan. Mungkin norma hukum itu adalah hukum rimba, di mana siapa yang mengangkat senjata lebih kuat, dialah yang berhak menentukan aturan. Begitu revolusi berjalan, hukum bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
Kunjungan Emir Qatar ke Damaskus hanya mempertegas bahwa ini bukan sekadar upaya transisi biasa, tetapi langkah strategis untuk mendapatkan pengakuan internasional. Mengingat Qatar memiliki riwayat mendukung kelompok bersenjata tertentu di Suriah, kehadiran Emir bisa diartikan sebagai sinyal bahwa kepentingan asing kini mulai berbaris rapi di belakang al-Shara. Legitimasi lebih penting daripada rekonsiliasi.
Pidato lima menit itu seharusnya menjadi momen meyakinkan rakyat. Namun, alih-alih membangun harapan, pidato ini justru semakin memperjelas arah pemerintahan baru. Tidak ada kepastian berapa lama transisi akan berlangsung, tidak ada mekanisme konkret untuk memastikan representasi semua kelompok. Kata-kata manisnya hanya menenangkan bagi mereka yang ingin percaya, bukan yang berpikir kritis.
Rakyat Suriah pernah merayakan kejatuhan Assad, mengira bahwa kekuasaan tidak lagi dipaksakan. Tapi kini mereka harus menyaksikan proses yang serupa: seorang pemimpin ditunjuk secara tertutup, sistem lama dihancurkan, dan masa depan ditentukan oleh kelompok kecil yang berkuasa. Jika ini bukan perputaran roda yang kembali ke titik awal, lalu apa?
Dalam sejarah politik dunia, pemimpin yang terlalu cepat mendeklarasikan dirinya sebagai penguasa sering kali berakhir sebagai pemimpin yang cepat dijatuhkan. Al-Shara, dengan segala keinginannya untuk melegitimasi diri, tampaknya sedang memainkan permainan yang sama. Ia tahu, tanpa dukungan faksi lain, pemerintahannya hanya akan bertahan selama senapan masih diarahkan ke rakyat.
Krisis politik Suriah tidak akan selesai hanya dengan mengganti pemimpin. Rakyat butuh kejelasan, bukan penguasa baru yang hanya berbeda nama tetapi tetap menggunakan metode lama. Jika benar ada niat untuk rekonsiliasi nasional, mengapa tidak ada pertemuan terbuka? Mengapa keputusan diambil dalam ruang tertutup, jauh dari mereka yang seharusnya dilibatkan?
Satu hal yang pasti, revolusi ini telah menunjukkan satu hal penting: kekuasaan bukan soal siapa yang lebih benar, tetapi siapa yang lebih kuat. Al-Shara mungkin ingin terlihat sebagai pemimpin yang membawa perubahan, tetapi jika prosesnya tetap mengabaikan partisipasi luas rakyat Suriah, ia hanya akan menjadi versi lain dari pemimpin lama yang digulingkan.
Jika benar al-Shara ingin menciptakan negara yang lebih demokratis, ia harus belajar dari sejarah. Negara yang lahir dari paksaan tidak akan bertahan lama. Jika rakyat hanya dihadapkan pada pilihan antara diktator lama dan tirani baru, maka ini bukan transisi, melainkan repetisi. Suriah pantas mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari sekadar pergantian aktor di panggung yang sama.