Connect with us

Opini

Airdrop untuk Gaza: Bungkus Amal di Atas Kuburan Nurani

Published

on

Dari langit, bantuan turun seperti hujan yang telat datangnya. Tujuh paket. Tepung. Gula. Kaleng makanan. Disaksikan dengan kamera, diedit rapi, lalu disiarkan ke dunia. Sebuah pertunjukan kemanusiaan—tapi yang ini tanpa aktor utama: kemanusiaan itu sendiri. Sementara di bawah sana, tubuh-tubuh kurus menunggu mukjizat di tengah suara tank dan dentum ledakan. Gaza kini bukan lagi tanah, tapi laboratorium penderitaan yang dipantau dari menara diplomasi.

Israel menyebut itu airdrop. Dunia menyebut itu bantuan. Tapi warga Gaza? Mereka menyebutnya: terlambat. Terlambat datang, terlalu sedikit, dan terlalu sinis. Karena bagaimana mungkin Anda menyuapi orang yang sedang ditembaki? Bagaimana mungkin Anda membagi roti pada yang baru saja Anda usir dari dapurnya? Bantuan yang dijatuhkan dari udara, tapi hati nurani yang entah mendarat di mana.

Donasi ke Vichara via Saweria

Dukung Vichara dengan berdonasi 💛

Militer Israel menyebut tidak ada kelaparan di Gaza, bahkan saat anak-anak yang tak punya penyakit apapun mulai mati perlahan karena perut kosong. Pernyataan itu dibacakan dengan tegas, dingin, dan nyaris sempurna—jika saja tidak dikacaukan oleh kenyataan di lapangan. Di mana para relawan harus menyuntikkan cairan infus ke lengan mereka sendiri agar cukup kuat merawat pasien. Di mana orang tua rela mati ditembaki demi satu karung tepung. Ya, sekarung tepung. Bukan untuk dijual, bukan untuk pesta, hanya untuk menyalakan kembali api di tungku yang telah dingin berhari-hari.

Tapi tenang saja, Israel sudah berbaik hati memberi “koridor kemanusiaan”. Tidak jelas di mana. Tidak jelas kapan. Mungkin itu semacam teka-teki silang internasional—hanya bisa dipecahkan oleh badan PBB yang cukup sabar dan tidak terlalu lapar. Dan kalau Anda pikir ini keterlaluan, tunggu sampai Anda tahu bahwa Gaza Humanitarian Foundation—sebuah lembaga baru yang dibentuk dengan penuh cinta oleh kontraktor Amerika dan restu Tel Aviv—akan menjadi alternatif dari PBB. Ya, kita hidup di dunia di mana tukang bangunan bisa menggantikan dokter, asalkan ia disukai sponsor perang.

Sementara itu, ratusan orang ditembak mati saat mencoba mengambil bantuan. Beberapa karena dianggap ancaman, meski tak membawa senjata. Yang lain karena dianggap terlalu dekat dengan truk bantuan. Mungkin ada aturan baru yang belum dipublikasikan: “Boleh lapar, asal jangan terlalu berharap.” Di utara Gaza, mereka melihat cahaya dan mengira itu datang dari truk pembawa makanan. Mereka lari. Mereka ditembaki. Karena ternyata, yang datang bukan truk, tapi tank. Ironi yang terlalu nyata untuk disangkal, dan terlalu absurd untuk disebut sebagai kesalahan teknis.

Dan jangan lupakan Mesir, tetangga yang punya kunci tapi tak berani membuka pintu. Entah karena takut dimarahi, atau karena terlalu sibuk menghitung dana bantuan luar negeri. Rafah menjadi gerbang neraka yang dibuka hanya jika mood diplomasi sedang baik. Dunia Arab pun memilih diam, atau paling banter mengirimkan pernyataan prihatin. Barangkali karena mereka pikir, satu-satunya yang layak dijatuhkan ke Gaza memang hanya airdrop—bukan tekanan politik, bukan pasokan medis, bukan rasa malu.

Apa kabar dunia? Dunia baik-baik saja. Dunia sedang menyiapkan konferensi internasional untuk membahas efektivitas bantuan lewat udara. Sementara itu, anak-anak Gaza belajar bahwa makan bukan hak asasi, tapi hasil undian. Mereka belajar bahwa tak semua manusia itu setara. Ada yang disambut dengan bom, dan ada yang dikasih karung berisi gula sebagai kompensasi. Dunia tak sedang tidur. Dunia sedang sibuk memilih kata-kata yang cukup sopan untuk menggambarkan pembantaian yang terlalu vulgar ini.

Jadi, inilah solusi elegan hasil musyawarah panjang: lempar bantuan dari langit, lalu potong pita seolah masalah selesai. Masalahnya, Gaza bukan rumah sakit darurat, melainkan rumah tahanan massal tanpa peradilan. Dan airdrop? Airdrop hanyalah cara paling mahal dan paling teatrikal untuk tidak menyelesaikan apapun. Tapi ia bagus untuk foto. Bagus untuk headline. Bagus untuk membungkam kritik. Toh kamera lebih mudah dibujuk daripada perut yang lapar.

Jangan salah, dunia bukannya tak tahu. Dunia tahu betul. Tapi dunia juga tahu siapa yang memegang veto. Dunia tahu siapa yang punya satelit, pasar, dan pangkalan militer. Dunia paham siapa yang boleh ditembak, siapa yang boleh kelaparan, dan siapa yang boleh mengatur cerita. Maka dunia tidak bicara tentang blokade, hanya tentang bantuan. Tidak bicara tentang keadilan, hanya tentang logistik. Dunia telah tunduk, bukan karena kalah perang, tapi karena kehilangan nyali.

Dan kita pun menonton. Dari layar kaca, dari notifikasi berita, dari doa-doa yang bergaung di masjid dan gereja. Kita menonton dunia gagal. Kita menonton Gaza dipreteli nyawa demi nyawa. Kita menonton airdrop jatuh seperti ampunan yang palsu. Kita menonton, dan barangkali dalam hati kecil kita, kita pun tahu: ini bukan soal makanan. Ini soal martabat. Dan hari ini, martabat itu dibungkus plastik, dijatuhkan dari langit, dan disambut dengan tembakan.

Gaza tak butuh tepung yang dijatuhkan seperti sedekah murahan. Gaza butuh pintu yang dibuka. Gaza butuh kemerdekaan, bukan remah roti. Tapi mungkin terlalu banyak yang takut jika Gaza berdiri tegak. Maka mereka kirim bantuan agar Gaza tetap hidup, tapi cukup lemah untuk tak melawan. Dan kita pun diajak percaya bahwa ini adalah bentuk cinta.

Tapi cinta tak pernah menjatuhkan bantuan dari langit sambil terus mengunci pintu darat. Cinta tak menembaki orang lapar. Cinta tak menciptakan fondasi kemanusiaan yang disusun dari kontraktor perang. Jadi maaf, jika kami menolak menyebut ini sebagai kepedulian. Karena jika ini adalah cinta, maka itu cinta yang dibacakan oleh algojo, dengan suara pelan dan tangan berlumur darah.

Dan jika dunia tetap memilih diam, biarkan kami menulis. Dengan pena yang marah, dengan kata yang pedas. Karena tak ada satupun yang pantas diam saat karung tepung jadi pemicu kematian, dan langit jadi panggung sandiwara paling murahan dalam sejarah peradaban.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Populer