Connect with us

Opini

Agenda AS: Kendalikan Lebanon-Suriah demi Israel

Published

on

Di bawah langit Beirut yang kelabu, dentuman serangan udara Israel masih menghantui warga, menyisakan luka di kota yang rapuh. Di Damaskus, puing-puing akibat bom Israel mencerminkan pelanggaran kedaulatan Suriah. Namun, ancaman nyata ini dikesampingkan ketika Suriah, di bawah tekanan AS, menahan dua pemimpin Palestinian Islamic Jihad (PIJ), Khaled Khaled dan Yasser al-Zafari, pada 17 April 2025 (The Cradle, 22 April 2025). Lebanon pun didesak melucuti Hamas dan Hizbullah. Ironisnya, agresi Israel, yang melanggar hukum internasional, diabaikan, sementara AS memanfaatkan transisi kepemimpinan untuk mengendalikan kedua negara demi kepentingan Israel.

Penahanan Khaled Khaled, kepala operasi PIJ di Suriah, dan Yasser al-Zafari, kepala komite organisasi, menandai pergeseran drastis. Quds Brigades, sayap bersenjata PIJ, menyatakan keduanya ditahan “tanpa penjelasan” dan “dengan cara yang tidak diharapkan” (The Cradle, 22 April 2025). Syria TV mengakui penahanan ini, meski Damaskus belum berkomentar (The Cradle, 22 April 2025). Penahanan ini menyusul kunjungan Congressman AS Cory Mills, yang memuji Ahmad al-Sharaa karena mencegah transfer senjata melalui Suriah (Jusoor, April 2025). Reuters melaporkan syarat AS untuk keringanan sanksi, termasuk menjauhkan kelompok Palestina yang didukung Iran (Reuters, Maret 2025).

Di Lebanon, tekanan serupa terlihat. Dewan Pertahanan Tertinggi, pada 2 Mei 2025, memperingatkan Hamas agar tidak “mengacaukan keamanan” atau menggunakan wilayah Lebanon untuk aksi yang “mengancam keamanan nasional” (The Cradle, 2025). Pertemuan di Istana Baabda, dihadiri Presiden Joseph Aoun, Nawaf Salam, dan Michel Menassa, menyerukan penyerahan senjata ilegal. The Cradle menyebut Lebanon berada di bawah “tekanan intensif” AS untuk melucuti Hizbullah, yang melemah pasca-perang 2023–2024. Namun, serangan Israel di Beirut, yang dikutuk Aoun, terus melanggar Resolusi PBB 1701 tanpa respons AS (Al-Mayadeen, 9 Januari 2025).

Transisi kepemimpinan menjadi celah bagi AS. Pemilihan Joseph Aoun sebagai presiden Lebanon pada 9 Januari 2025, didukung AS, Arab Saudi, dan Prancis, mengakhiri kekosongan dua tahun (Al-Jazeera, 10 Januari 2025). Aoun menegaskan “negara harus memiliki hak eksklusif untuk membawa senjata” (Al-Mayadeen, 9 Januari 2025), mencerminkan tekanan AS untuk melemahkan Hizbullah. Di Suriah, al-Sharaa, pasca-penggulingan Assad oleh Hayat Tahrir al-Sham pada Desember 2024, bertemu diplomat AS Barbara Leaf, yang memujinya sebagai “pragmatis” (Reuters, 20 Desember 2024). Keringanan sanksi mendorong penahanan PIJ.

Penahanan pemimpin PIJ di Suriah menunjukkan agenda AS yang sistematis. Quds Brigades menyesalkan bahwa, di tengah perjuangan di Gaza selama 18 bulan, Suriah menahan “kader terbaik” mereka (The Cradle, 22 April 2025). Penahanan ini mengikuti perintah Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) untuk membubarkan formasi militer Palestina, dengan penutupan kantor Fatah al-Intifada, Al-Sa’iqa, dan PFLP–GC, serta penyitaan senjata mereka (The Cradle, Desember 2024). Operasional PIJ dan Hamas dibatasi ketat, mencerminkan tekanan AS untuk menghapus pengaruh kelompok perlawanan.

Ironi “stabilitas” AS sangat mencolok. Perang 2023–2024 di Lebanon menewaskan ribuan warga sipil dan menghancurkan infrastruktur selatan (Human Rights Watch, 2024). Peluncuran roket dari Lebanon pada Maret 2025, tanpa keterlibatan Hizbullah, menunjukkan ancaman Israel (The Cradle, 2025). Namun, AS tidak menekan Israel untuk mematuhi gencatan senjata, melainkan fokus pada pelucutan Hizbullah dan Hamas. Di Suriah, serangan Israel terhadap PIJ di Damaskus pada 13 Maret 2025 melanggar kedaulatan tanpa respons AS (The Cradle, 22 April 2025). Stabilitas berarti ketundukan pada Israel.

Hambatan muncul di kedua negara. Hizbullah menolak pelucutan senjata, hanya bersedia mendiskusikan strategi pertahanan nasional (The Cradle, 2025). Aoun, pada 30 April 2025, menyebut “penarikan senjata dari selatan” namun mengakui “senjata ringan sebagai budaya Lebanon” (The Cradle, 2025). Di Suriah, al-Sharaa menyeimbangkan tekanan AS dengan dukungan Turki dan simpati pro-Palestina. Al-Araby Al-Jadeed melaporkan kemungkinan pembebasan pemimpin PIJ, menunjukkan gestur simbolis untuk AS (Al-Araby Al-Jadeed, April 2025).

Konteks historis memperdalam kontradiksi. Pengungsi Palestina di Lebanon, tinggal di kamp sejak Perjanjian Kairo 1969 (dibatalkan 1987), dilarang bekerja di 72 profesi dan memiliki properti (Amnesty International, 2023). Jihad Taha dari Hamas menyerukan strategi Lebanon-Palestina yang mencakup hak sipil pada 30 April 2025 (Al-Risala Net, 2025). Di Suriah, hubungan retak Hamas dengan Assad membuat PIJ rentan di bawah al-Sharaa, yang menghapus warisan rezim lama untuk dukungan Barat. Penahanan PIJ, pasca-kunjungan Mahmoud Abbas, memicu spekulasi politik (The Cradle, 22 April 2025).

Tekanan AS merusak kedaulatan. Pemerintahan Aoun menghadapi krisis ekonomi dan ketidakpuasan publik, diperparah ketidakmampuan menangani agresi Israel akibat dukungan AS pada Tel Aviv (OCHA, 2024). Di Suriah, penahanan pemimpin PIJ berisiko memicu ketegangan dengan komunitas pro-Palestina, menghambat rekonsiliasi. UNRWA melaporkan 438.000 pengungsi Palestina di Suriah, dengan 40 persen terlantar, dan Lebanon membatasi hak mereka (UNRWA, 2024). Kondisi ini memperburuk penderitaan Palestina di tengah tekanan geopolitik.

Agenda AS bukan stabilitas, melainkan kendali untuk melindungi Israel. Aoun dan al-Sharaa terjebak antara tekanan eksternal dan realitas domestik. Serangan Israel, yang menewaskan ribuan di Lebanon (OCHA, 2024) dan melanggar kedaulatan Suriah, diabaikan AS, yang memprioritaskan pelucutan kelompok perlawanan. Quds Brigades menegaskan perjuangan PIJ di Gaza membutuhkan dukungan Arab (The Cradle, 22 April 2025). Stabilitas sejati mensyaratkan penghormatan hukum internasional, termasuk menekan Israel.

Lebanon dan Suriah berhak atas kebijakan yang mengatasi ancaman nyata. Pemimpin baru mereka harus menolak tekanan yang mengorbankan kedaulatan. PBB harus mendesak penghentian pelanggaran Israel dan mendukung hak pengungsi Palestina, seperti diserukan Taha (Al-Risala Net, 2025). Dengan menulis ulang narasi stabilitas—berpusat pada keadilan dan kedaulatan—kedua negara dapat bangkit dari hegemoni AS dan membangun masa depan yang menghormati rakyat mereka.

 

Sumber:

  1. The Cradle. (22 April 2025). “Syrian security forces detain Palestinian resistance leaders.” https://thecradle.co/articles/syrian-security-forces-detain-palestinian-resistance-leaders
  2. The Cradle. (2025). “Lebanon warns Palestinian factions against threatening national security.”
  3. Al-Mayadeen. (9 Januari 2025). “Joseph Aoun’s inauguration speech.”
  4. Al-Jazeera. (10 Januari 2025). “Lebanon elects Joseph Aoun as president.”
  5. (20 Desember 2024). “US engages with Syria’s new leadership.”
  6. (Maret 2025). “US conditions for Syria sanctions relief.”
  7. (April 2025). “Interview with Cory Mills.”
  8. Human Rights Watch. (2024). “Lebanon: Impact of 2023–2024 war.”
  9. Amnesty International. (2023). “Palestinian refugees in Lebanon.”
  10. (2024). “Lebanon humanitarian crisis report.”
  11. Al-Risala Net. (2025). “Interview with Jihad Taha.”
  12. (2024). “Situation report on Palestinian refugees.”
  13. Al-Araby Al-Jadeed. (April 2025). “Potential release of PIJ leaders.”

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *