Feature
Operasi Penyelamatan yang Berakhir dengan Tragis dan Ironi

Oleh: Lutfi Awaludin Basori
Dalam gelapnya malam setahun lalu, deru langkah pasukan khusus Israel menggema di lorong sempit sebuah gedung di tengah kawasan konflik. Mata mereka penuh kewaspadaan, tangan menggenggam senjata erat, hati mereka diliputi harapan besar. Mereka berada di sana untuk menyelamatkan Noa Argamani, seorang perempuan muda yang telah menjadi simbol ketabahan setelah ia diculik oleh kelompok perlawanan. Informasi intelijen yang mereka terima jelas: Noa disekap di dalam gedung itu.
Namun, kenyataan kadang tak seindah harapan.
Begitu pintu gedung didobrak, rentetan tembakan meledak dari arah yang tak terduga. Pasukan khusus Israel itu seketika terjebak dalam baku tembak sengit. Dinding-dinding gedung bergetar, serpihan beton berhamburan, dan udara dipenuhi bau mesiu. Operasi penyelamatan itu mendadak berubah menjadi misi penyelamatan untuk para prajurit itu sendiri. Beberapa anggota pasukan terluka parah. Dengan sisa kekuatan, mereka berusaha menarik rekan-rekan mereka keluar dari neraka itu.
Selama berjam-jam mereka berjuang, bersembunyi, dan menembus ancaman di setiap sudut. Namun, ketika akhirnya mereka berhasil keluar dari lokasi, berita yang mereka terima dari unit intelijen militer (AMAN) menghancurkan semangat yang tersisa. Orang yang berada di dalam gedung itu bukanlah Noa Argamani. Sosok yang mereka temukan di tengah hujan peluru adalah Sa’ar Baruch, seorang pria yang diculik dari rumahnya di Be’eri.
Ironi semakin dalam ketika tubuh Sa’ar ditemukan dengan luka tembak di kepala. Hingga kini, tak ada yang tahu pasti apakah ia tewas akibat peluru dari pihak perlawanan atau secara tragis terkena tembakan salah sasaran dari pasukan penyelamat.
Di layar televisi, keluarga Sa’ar berbicara dengan suara bergetar. Kepada Channel 12, mereka mengatakan, “Tekanan militer seperti ini bisa mengakibatkan kematian sandera. Kami hanya berharap tidak ada lagi kematian seperti ini, dan semua sandera bisa pulang secepatnya melalui kesepakatan damai.”
Pernyataan mereka mencerminkan rasa kehilangan mendalam sekaligus kritik terhadap pendekatan militer yang terlalu berisiko. Sa’ar Baruch, yang seharusnya bisa diselamatkan, menjadi korban dari sebuah tragedi yang berakar pada kesalahan intelijen Israel.
Misi penyelamatan ini mengungkap kompleksitas operasi militer di tengah konflik yang penuh ketegangan. Harapan besar bisa menyelamatkan nyawa sering kali harus berbenturan dengan kenyataan pahit di lapangan. Kisah ini menjadi pengingat bahwa di balik setiap keputusan taktis, ada kehidupan yang dipertaruhkan—dan tak semua keputusan berakhir dengan kemenangan.
Bagi para prajurit yang terlibat, luka fisik mungkin sembuh, tetapi bayangan tentang malam itu akan terus menghantui. Bagi keluarga Sa’ar, pertanyaan tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam gedung itu mungkin tak akan pernah terjawab sepenuhnya. Dan bagi kita yang menyaksikan dari jauh, ini adalah cerita tentang harapan yang berubah menjadi ironi tragis, mengingatkan bahwa perang tak pernah benar-benar membawa kemenangan, hanya meninggalkan jejak duka.
*Sumber: Suppressed News