Connect with us

Feature

Cerita Mengerikan dari RS Kamal Adwan di Gaza

Published

on

Oleh: Lutfi Awaludin Basori

Cerita ini dimulai pada tengah malam yang sunyi di sekitar RS Kamal Adwan, Gaza Utara. Keheningan itu pecah oleh suara kendaraan mendekat, menggetarkan hati siapa saja yang mendengarnya. Di sebuah rumah kecil dekat rumah sakit, seorang paramedis sukarelawan sedang berlindung bersama sebelas warga sipil lainnya. Dengan napas tertahan, ia mengintip dari balik jendela dan melihat robot-robot kecil bergerak perlahan di depan rumah-rumah. “Itu robot berisi bahan peledak,” bisiknya kepada yang lain, suaranya penuh ketakutan.

Ketika detik bergulir, ledakan-ledakan mulai mengguncang tanah. Robot-robot itu, dikendalikan oleh tentara Israel, meledak di sekitar rumah-rumah warga. Jeritan anak-anak, perempuan, dan orang tua bergema di udara, kemudian teredam oleh debu dan reruntuhan yang menimpa mereka. Mereka yang masih hidup berlari dalam gelap, mencoba mencari keselamatan di tengah rasa takut yang tak terlukiskan.

Di dalam RS Kamal Adwan, situasinya jauh dari aman. Rumah sakit yang seharusnya menjadi tempat menyelamatkan nyawa justru berubah menjadi lokasi teror. Berdasarkan kesaksian yang dikumpulkan oleh Euro-Med Human Rights Monitor, tentara Israel melakukan tindakan brutal, termasuk mengeksekusi warga yang terluka di tempat, bahkan pada mereka yang memegang bendera putih sebagai tanda menyerah.

Wanita, termasuk staf medis dan pengungsi yang berlindung di rumah sakit, tidak luput dari kekejaman. Pelecehan fisik dan seksual terjadi di depan mata mereka yang tak berdaya. Beberapa perempuan dipaksa melepas hijab dan pakaian mereka di bawah ancaman senjata. Suara tangisan dan ketakutan menggema di setiap sudut bangunan yang kini penuh kehancuran.

Hussam Abu Safia, direktur rumah sakit itu, menjadi salah satu simbol keberanian di tengah tragedi ini. Foto terakhirnya yang beredar di media sosial memperlihatkan dia berjalan melewati reruntuhan, dengan tank-tank Israel di belakangnya. Wajahnya tampak tegar meski ancaman jelas terlihat. Tak lama kemudian, ia ditangkap oleh tentara Israel, meninggalkan luka batin mendalam pada mereka yang mengenalnya.

Semua ini bukanlah kebetulan atau tindakan yang tidak terencana. Ini adalah bagian dari apa yang disebut “Rencana Jenderal,” sebuah strategi untuk membuat Gaza Utara tidak lagi layak huni. Rumah sakit dihancurkan, warga sipil diusir dari rumah mereka, dan mereka yang tersisa dipaksa memilih antara kematian atau melarikan diri.

RS Kamal Adwan hanyalah salah satu korban dari rencana ini. Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara kini hampir sepenuhnya rata dengan tanah, sementara RS Al-Ahli dan RS Al-Wafaa juga dihantam serangan, mengakibatkan kematian dan kehancuran. Dalam waktu kurang dari 24 jam, lebih dari lima puluh orang tewas di sekitar RS Kamal Adwan, sementara serangan masih terus berlangsung di berbagai sudut Gaza.

Ketika pagi datang, langit Gaza dipenuhi asap dan debu. Di antara reruntuhan, seorang paramedis yang selamat menceritakan malam itu dengan suara gemetar. “Kami hanya berlari. Kami tidak tahu apakah bisa bertahan hidup. Kami terus berlari.”

Cerita ini bukan sekadar tentang bangunan yang hancur atau korban jiwa. Ini adalah kisah tentang kemanusiaan yang terkoyak, tentang rasa sakit yang tak terkatakan. Setiap jeritan, setiap air mata, setiap nyawa yang hilang adalah saksi bisu dari penderitaan yang seharusnya tidak dialami oleh siapa pun. Gaza menangis, dan dunia hanya melihat.

 

*Sumber: The Crradle

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *