Connect with us

Analisis

Video Tahanan Israel: Tangis Tekan Gencatan Senjata

Published

on

Di sebuah ruangan sederhana dengan dinding yang terkelupas dan sofa bermotif bunga yang sudah usang, seorang pria duduk dengan selimut ungu di pangkuannya. Wajahnya pucat, sorot matanya penuh keputusasaan, dan suaranya bergetar saat ia berbicara melalui telepon. “Rivka, istriku yang luar biasa… aku memimpikanmu setiap hari dan malam,” ucapnya dengan nada yang penuh kerinduan, sebelum air matanya jatuh saat ia menyebut ulang tahun kelima anaknya, Ram, yang tak bisa ia rayakan. Video ini, yang dirilis oleh Al-Qassam Brigades yang diposting oleh akun X @ME_Observer_, bukanlah sekadar rekaman emosional. Ini adalah senjata propaganda yang dirancang untuk menekan Israel agar menyetujui gencatan senjata, sebuah strategi yang memanfaatkan emosi, timing, dan narasi untuk mengguncang opini publik dan dunia internasional.

Pria dalam video itu adalah seorang tahanan Israel yang tidak disebutkan namanya, yang berbicara dengan keluarganya melalui telepon yang direkam oleh Al-Qassam. “Aku sudah memohon kepada semua orang—negara, pemerintah, serikat pekerja, bahkan tentara,” katanya dengan nada frustrasi, sebelum menambahkan, “Mereka lebih peduli pada warganya daripada pemerintah.” Ia juga meminta saudaranya, Uriel, untuk menghubungi Presiden Trump, dengan harapan AS dapat membantu pembebasannya. Video ini berbeda dari propaganda sebelumnya, seperti video Edan Alexander pada Maret 2025, yang menampilkan pernyataan langsung ke kamera, sebagaimana dilaporkan NPR. Kali ini, Al-Qassam memilih format percakapan pribadi, memberikan kesan autentisitas yang lebih kuat. Teks penutup video, “Only a Ceasefire Agreement Brings Them Back Alive,” menegaskan tujuan utama: menekan Israel untuk menghentikan operasi militernya di Gaza.

Timing rilis video ini sangat strategis, bertepatan dengan pernyataan Abu Obeida, juru bicara Al-Qassam, Abu Obeida yang diposting oleh akun @TheCradleMedia. Abu Obeida mengungkapkan bahwa nasib Edan Alexander, seorang tahanan Israel-Amerika, tidak diketahui setelah seorang penjaga ditemukan meninggal. “Nyawa mereka dalam bahaya karena pemboman kriminal oleh tentara musuh,” katanya, menyalahkan serangan Israel sebagai ancaman utama. Edan, yang sebelumnya ditampilkan hidup dalam video beberapa hari lalu di X, kini menjadi simbol ketidakpastian. Dengan merilis video tahanan lain yang masih hidup bersamaan, Al-Qassam menyiratkan bahwa nasib serupa bisa menimpa tahanan ini jika Israel tidak segera menyetujui gencatan senjata, sebuah taktik yang memperkuat urgensi negosiasi.

Upaya gencatan senjata telah berlangsung sepanjang 2025, meskipun dengan banyak hambatan. Menurut Al-Manar TV Lebanon, gencatan senjata sementara berlangsung dari Januari hingga Maret 2025, namun gagal diperpanjang, diikuti oleh pemboman Israel yang menewaskan 19 orang di Gaza. Pada awal April, pembicaraan terhenti karena dua isu yang tidak terselesaikan, seperti dilaporkan NPR, sementara Israel menarik pasukannya dari Khan Yunis untuk mempersiapkan invasi Rafah. Dalam konteks ini, video Al-Qassam bertindak sebagai alat untuk memaksa Israel kembali ke meja perundingan, menggunakan emosi keluarga tahanan dan tekanan internasional sebagai leverage.

Narasi yang dibangun Al-Qassam sangat jelas: serangan militer Israel, bukan Hamas, yang membahayakan nyawa tahanan. Abu Obeida menuduh Israel memalsukan kesaksian untuk menjelekkan Hamas, sembari menutupi fakta bahwa serangan mereka telah membunuh tahanan, seperti insiden di Shuja’iyya pada Desember 2023, di mana IDF secara tidak sengaja membunuh tiga tahanannya sendiri, menurut AP News. Video ini memperkuat narasi tersebut dengan menunjukkan keputusasaan tahanan, yang mengeluh tentang kesehatannya yang memburuk, “Kesehatanku tidak baik, aku takut,” katanya. Dengan menyalahkan “pemboman kriminal” Israel, Al-Qassam memposisikan diri sebagai pelindung tahanan, sebuah strategi untuk membalikkan kritik internasional terhadap mereka.

Format video yang baru—rekaman percakapan telepon—memberikan efek emosional yang jauh lebih kuat dibandingkan video pernyataan sebelumnya. Jika video Edan Alexander terasa terstruktur dengan pesan langsung, video ini terasa lebih mentah dan personal. Tahanan menangis saat berbicara tentang ulang tahun anaknya, “Aku ingin membesarkanmu menjadi warga negara yang baik,” katanya kepada Ram, sebelum menambahkan, “Tapi lihat bagaimana negara ini memperlakukanku.” Momen ini bukan hanya tentang kerinduan, tetapi juga kritik terhadap pemerintah Israel, yang menurutnya tidak peduli pada nasibnya, sebuah sentimen yang sejalan dengan protes keluarga tahanan di Tel Aviv, seperti dilaporkan NPR.

Reaksi di X mencerminkan polarisasi yang tajam. Pengguna seperti @wafoua2017 menyerukan agar Netanyahu menyerah, sementara @Steve252452887 menyebut video ini sebagai “air mata buaya,” menunjukkan skeptisisme terhadap emosi yang ditampilkan. Namun, format yang lebih personal ini kemungkinan besar memengaruhi keluarga tahanan secara mendalam. Rivka, Ram, dan Uriel, yang mendengar langsung keputusasaan orang yang mereka cintai, mungkin akan meningkatkan tekanan pada pemerintah Israel, sebuah dinamika yang telah terlihat sejak Maret 2025, ketika keluarga tahanan seperti Liri Albag memprotes di Jerusalem, menurut NPR.

Seruan kepada Presiden Trump dalam video menambah dimensi internasional pada strategi ini. “Pergi ke Gedung Putih, minta Trump menepati janjinya tentang tahanan,” kata tahanan kepada Uriel, yang disebut sebagai warga Amerika. Pada April 2025, Trump yang baru menjabat, dan telah menjanjikan tindakan tegas terkait tahanan, seperti dilaporkan NPR, dengan ancaman “memuat Gaza menjadi neraka” jika tahanan tidak dibebaskan. Dengan melibatkan Edan Alexander, seorang warga Amerika, dan seruan ini, Al-Qassam berusaha menarik perhatian AS, memanfaatkan tekanan publik di Amerika untuk mendorong Israel berkompromi.

Video ini juga menyoroti kontradiksi dalam sikap Israel. Netanyahu, yang telah menghadapi kritik sejak September 2024 karena tidak menginginkan gencatan senjata, menurut Al-Manar TV, kini berada di bawah tekanan yang lebih besar. Operasi militer Israel, seperti penarikan pasukan dari Khan Yunis pada 7 April 2025 untuk invasi Rafah, menunjukkan prioritas militer di atas nyawa tahanan. Al-Qassam memanfaatkan ini untuk memperkuat narasi bahwa Israel lebih mementingkan agresi daripada keselamatan warganya, sebuah narasi yang dapat memengaruhi opini publik global, terutama di tengah krisis kemanusiaan di Gaza.

Pada akhirnya, video ini adalah puncak dari strategi propaganda Al-Qassam yang canggih. Dengan menggabungkan emosi mentah dari percakapan telepon, ketidakpastian nasib Edan Alexander, dan narasi bahwa serangan Israel adalah ancaman utama, mereka menciptakan tekanan yang multi-dimensi: pada Israel, keluarga tahanan, dan komunitas internasional. Dalam konflik yang telah menewaskan ribuan orang dan membuat Gaza porak-poranda, seperti dilaporkan CNN, video ini menjadi pengingat bahwa nyawa tahanan tergantung pada keputusan politik. Al-Qassam tahu bahwa emosi adalah senjata paling kuat, dan mereka menggunakannya dengan sangat efektif untuk menuntut gencatan senjata.

 

Daftar Sumber

  1. @ME_Observer_. (2025). “⚡️⭕️ Al-Qassam publishes for the first time a video of a Zionist prisoner calling his family and attacking Netanyahu’s government.” X Post, ID: 1913596163015483799. Diakses pada 19 April 2025. https://x.com/ME_Observer_/status/1913596163015483799
  2. @TheCradleMedia. (2025). “BREAKING | Spokesman for Hamas’s Qassam Brigades Abu Obeida: ‘We were able to retrieve a martyr who was tasked with guarding the captive Edan Alexander…'” X Post, ID: 1913582789930123584. Diakses pada 19 April 2025. https://x.com/TheCradleMedia/status/1913582789930123584
  3. (2025). “Hamas releases videos of two Israeli captives amid stalled ceasefire talks.” NPR News, 13 April 2025. https://www.npr.org
  4. Al-Manar TV Lebanon. (2025). “Ceasefire talks in Gaza: A timeline of events.” Al-Manar TV Lebanon, 13 April 2025. https://www.almanar.com.lb
  5. (2024). “Hamas releases video of Israeli-American hostage Edan Alexander ahead of Passover.” CNN, 22 April 2024. https://www.cnn.com
  6. AP News. (2023). “Israeli military says it mistakenly killed 3 hostages in Gaza.” AP News, 15 Desember 2023. https://www.apnews.com
  7. (2025). “Families of Israeli hostages protest in Tel Aviv as ceasefire talks falter.” NPR News, 9 Maret 2025. https://www.npr.org
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *