Connect with us

Analisis

Strategi Licik Israel: Ciptakan Perang Saudara di Tepi Barat

Published

on

Oleh: Lutfi Awaludin Basori

Laporan dari Al Jazeera dan Times of Israel telah mengungkapkan langkah-langkah signifikan yang diambil Israel, khususnya melalui IDF, dalam mendukung otoritas Palestina (PA) di Tepi Barat. Langkah ini, yang tampak pada permukaan sebagai upaya “memerangi terorisme,” menyiratkan niat yang jauh lebih kompleks dan penuh perhitungan. Dalam praktiknya, dukungan terang-terangan kepada PA dapat dilihat sebagai upaya strategis Israel untuk menciptakan fragmentasi lebih dalam di tengah masyarakat Palestina, khususnya dengan mendorong bentrokan internal antara faksi-faksi seperti Hamas dan Jihad Islam melawan PA.

Menurut laporan Times of Israel, IDF mendukung operasi PA di daerah Jenin dan wilayah utara Tepi Barat lainnya, wilayah yang dikenal sebagai basis kekuatan Hamas dan Jihad Islam. PA sendiri dilaporkan berhasil menyita senjata, menetralisasi alat peledak, serta menangkap anggota dari kelompok-kelompok tersebut. Dukungan ini dilakukan dalam bentuk peningkatan koordinasi dan kerja sama, dengan harapan PA dapat terus menekan kelompok-kelompok yang dianggap sebagai ancaman keamanan, baik bagi PA sendiri maupun Israel.

Namun, ada ironi mendalam dalam langkah ini. Sebelumnya, Israel secara aktif mengintervensi kamp-kamp pengungsi di Tepi Barat, yang menyebabkan melemahnya otoritas PA dan munculnya kekuatan milisi di wilayah tersebut. Ketika milisi ini mendapatkan momentum, Israel justru kembali mendukung PA untuk menekan mereka, menciptakan lingkaran konflik internal yang terus berulang. Dengan cara ini, Israel tidak hanya memanfaatkan ketegangan internal Palestina, tetapi juga memastikan bahwa faksi-faksi di Tepi Barat tidak memiliki ruang untuk bersatu melawan pendudukan.

Laporan Al Jazeera menambahkan perspektif lebih luas terkait dinamika ini. Dalam wawancara dengan para analis dan pengamat, dinyatakan bahwa langkah Israel dalam mendukung PA bukanlah upaya tulus untuk menciptakan stabilitas. Sebaliknya, ini adalah strategi yang dirancang untuk menjaga agar PA tetap lemah dan bergantung pada Israel, sambil memanfaatkan konflik internal Palestina sebagai alasan untuk melanjutkan pendudukan dan menolak solusi politik yang adil. PA sendiri berada dalam posisi dilematis, di mana tekanan Israel dan tantangan dari rival internal seperti Hamas membuat mereka kehilangan legitimasi di mata rakyat Palestina.

Statistik yang dirilis IDF memberikan gambaran lebih rinci tentang skala konflik di Tepi Barat. Dalam dua tahun terakhir, ratusan serangan udara, ribuan insiden kekerasan, dan operasi militer telah menewaskan ratusan warga Palestina. Mayoritas korban adalah anggota kelompok militan, tetapi sejumlah kecil warga sipil juga menjadi korban. Data ini menunjukkan bagaimana pendekatan militeristik Israel tidak hanya menargetkan kelompok bersenjata, tetapi juga berkontribusi pada penderitaan luas di kalangan masyarakat sipil Palestina. Dalam konteks ini, dukungan kepada PA dapat dilihat sebagai bagian dari upaya untuk memproyeksikan citra “mitra dalam keamanan,” sembari terus memperkuat kontrol militer atas wilayah tersebut.

Hasil akhirnya adalah lanskap politik dan sosial yang semakin terfragmentasi di Tepi Barat. PA, yang semakin kehilangan legitimasi akibat kegagalannya memenuhi aspirasi kemerdekaan Palestina, menjadi alat bagi Israel untuk menekan rival-rival mereka. Sementara itu, faksi-faksi seperti Hamas dan Jihad Islam memanfaatkan ketidakpuasan rakyat untuk memperkuat posisi mereka, menciptakan siklus konflik yang tidak ada habisnya. Dalam skenario ini, Israel muncul sebagai pihak yang paling diuntungkan, karena mampu mempertahankan status quo pendudukan tanpa menghadapi perlawanan yang terkoordinasi.

Langkah-langkah ini juga memiliki implikasi jangka panjang bagi masa depan Palestina. Dengan mendorong konflik internal, Israel tidak hanya mengurangi tekanan internasional untuk menyelesaikan masalah pendudukan, tetapi juga melemahkan peluang rekonsiliasi nasional Palestina. Ketegangan yang diciptakan oleh kebijakan ini akan sulit diatasi bahkan jika solusi politik akhirnya ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa strategi Israel tidak hanya berorientasi pada keuntungan jangka pendek, tetapi juga dirancang untuk memastikan dominasi jangka panjang di wilayah tersebut.

Dengan demikian, laporan-laporan ini mengungkapkan bagaimana Israel tidak hanya berperan sebagai pihak yang mengintervensi, tetapi juga sebagai aktor yang secara aktif menciptakan dan memanfaatkan konflik internal Palestina. Melalui pendekatan ini, Israel berhasil mempertahankan pendudukan sekaligus melemahkan perjuangan kolektif rakyat Palestina. Strategi ini mungkin tampak berhasil dalam jangka pendek, tetapi konsekuensinya adalah perpecahan yang semakin mendalam di Tepi Barat, yang pada akhirnya akan memperumit setiap upaya menuju perdamaian yang adil dan berkelanjutan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *