Connect with us

Analisis

Setelah Suriah, Israel Bidik Yaman

Published

on

Oleh: Lutfi Awaludin Basori

Setelah melemahkan Suriah, Israel tampaknya mengalihkan fokusnya ke Yaman. Laporan terbaru emiratesleaks.com mengungkapkan bahwa Israel, dengan dukungan Uni Emirat Arab (UAE), tengah merencanakan pembangunan pangkalan militer di Somaliland. Langkah ini tidak hanya mempertegas strategi Tel Aviv untuk mengokohkan pengaruhnya di kawasan, tetapi juga menunjukkan upaya sistematis untuk melumpuhkan Poros Perlawanan yang selama ini menjadi ancaman utamanya.

Runtuhnya pemerintahan Bashar al-Assad pada 8 Desember 2024 menjadi momen penting dalam dinamika kawasan. Dengan jatuhnya Assad, Israel secara aktif memanfaatkan situasi untuk menyerang dan menghancurkan infrastruktur yang digunakan Iran dan Hizbullah. Kehancuran ini menciptakan kekosongan besar dalam jaringan logistik Poros Perlawanan, melemahkan Hizbullah, dan mengurangi ancaman langsung di perbatasan utara Israel. Namun, melemahnya Suriah hanya menjadi awal. Kini, fokus Israel bergeser ke Yaman, yang dianggap sebagai simpul strategis baru dalam pertarungan geopolitik di Timur Tengah.

Ansarullah Yaman, kelompok yang didukung Iran, telah menunjukkan kemampuan militernya dengan meluncurkan rudal balistik dan drone yang mampu mencapai Tel Aviv, seperti yang terjadi pada Juli 2024. Serangan ini mengekspos kelemahan pertahanan Israel, yang kini merasa perlu mencari solusi jangka panjang untuk menghadapi ancaman tersebut. Dalam konteks ini, Somaliland muncul sebagai pilihan strategis. Dengan lokasi yang berdekatan dengan Bab al-Mandeb, jalur vital perdagangan dunia, dan kontrol parsial Ansarrullah di kawasan tersebut, Somaliland memberikan Israel keuntungan geografis untuk memantau dan menyerang target di Yaman.

Dukungan UAE menjadi kunci utama dalam rencana ini. Sebagai mitra Israel dalam normalisasi hubungan sejak 2020, UAE tidak hanya menyediakan pendanaan tetapi juga infrastruktur yang sudah ada, seperti pelabuhan Berbera di Somaliland yang telah digunakan untuk operasi militer sejak 2017. Kerja sama ini mencerminkan aliansi strategis yang bertujuan melemahkan Ansarullah, melindungi jalur perdagangan, dan menekan pengaruh Iran di kawasan tersebut. Sebagai imbalan atas pembangunan pangkalan militer, Israel juga dikabarkan akan mengakui Hargeisa, ibu kota Somaliland, sebagai entitas terpisah, langkah yang memperkuat posisinya di kawasan.

Namun, langkah ini tidak lepas dari risiko geopolitik. Kehadiran militer Israel di Somaliland dapat meningkatkan ketegangan dengan Iran, yang menganggap Yaman sebagai medan utama dalam perlawanan terhadap aliansi Tel Aviv-UAE. Selain itu, keberadaan Israel di pintu masuk Laut Merah juga berpotensi mengancam kepentingan Mesir, yang sangat bergantung pada keamanan Suez Canal sebagai sumber pendapatan utama. Dalam konteks yang lebih luas, langkah ini mencerminkan upaya Israel untuk memperkuat dominasi maritimnya, memperluas pengaruhnya di kawasan, sekaligus menciptakan buffer zone strategis untuk menghadapi ancaman regional.

Meski rencana ini menunjukkan ambisi besar Israel, tantangan yang dihadapi tidaklah kecil. Kehadiran Houthi yang didukung Iran, persaingan dengan aktor regional lainnya seperti Ethiopia, serta potensi respons dari kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan China yang juga memiliki kepentingan di Laut Merah, menunjukkan bahwa langkah ini dapat memicu eskalasi konflik lebih luas. Setelah Suriah, Yaman kini menjadi medan baru dalam persaingan geopolitik yang melibatkan Israel, Iran, dan sekutu-sekutu mereka. Pertarungan ini bukan hanya soal penguasaan wilayah, tetapi juga tentang siapa yang akan memegang kendali atas masa depan kawasan Timur Tengah.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *