Connect with us

Analisis

Resmi: PBB Menuduh ‘Israel’ Melakukan Genosida di Gaza

Published

on

*Oleh: Kit Klarenberg, Jurnalis Investigasi

Pada 22 Maret, Al Mayadeen English merinci temuan dari Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB terkait “penggunaan kekerasan seksual, reproduktif, dan bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender lainnya secara sistematis oleh Israel sejak 7 Oktober 2023.” Penyelidikan ini terutama menyoroti pemerkosaan dan pelecehan seksual berskala besar terhadap tahanan laki-laki dan perempuan Palestina di penjara-penjara Pasukan Pendudukan Zionis (ZOF), sebuah fenomena yang begitu meluas hingga hanya bisa dijelaskan sebagai kebijakan yang disengaja dan terorganisir dari tingkat tertinggi pemerintahan Israel.

Memperkuat kesimpulan mengerikan itu, dalam laporan Komisi tersebut terdapat bagian-bagian penting yang secara tegas menuduh entitas Zionis dengan sengaja melakukan “tindakan genosida” di Gaza—tindakan yang secara sadar dan terencana ditujukan untuk “menghancurkan secara fisik rakyat Palestina sebagai suatu kelompok.” Rincian yang disajikan sangat meyakinkan, dan menunjukkan bahwa “Israel” dengan jelas melanggar Statuta Roma serta Konvensi Genosida. Dalam dunia yang benar-benar adil, bungkamnya media arus utama terhadap putusan bersejarah ini seharusnya dianggap sebagai tindakan kriminal.

Sejak 7 Oktober 2023, sudah sangat jelas bahwa entitas Zionis tengah melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza. Hanya dalam hitungan hari setelah serangan brutal Tel Aviv terhadap “kamp konsentrasi terbuka” itu dimulai, sejarawan Israel, Raz Segal—profesor yang mendalami studi genosida modern—menyebut kampanye ZOF sebagai “contoh nyata genosida.” Berbagai organisasi hak asasi manusia arus utama berulang kali melontarkan tuduhan tersebut. Bahkan sebagian media—yang umumnya menutupi kejahatan Tel Aviv dalam holocaust abad ke-21 ini—mulai mengakui kenyataan itu.

Namun hingga saat ini, belum ada organisasi internasional utama yang secara resmi menyatakan bahwa entitas Zionis bersalah atas genosida. Meskipun dalam pertemuan Komite PBB untuk Pelaksanaan Hak-Hak Palestina pada 31 Oktober 2024, sejumlah “pakar” secara tegas menyatakan tindakan “Israel” di Gaza bersifat genosida, namun PBB tidak secara resmi mengadopsi pernyataan mereka. Sementara itu, gugatan yang diajukan Afrika Selatan terhadap Tel Aviv di Mahkamah Internasional (ICJ) pada Desember tahun sebelumnya membuahkan hasil yang campuran.

Pada 26 Januari 2024, ICJ mengeluarkan putusan sementara yang memerintahkan entitas Zionis untuk mengambil semua langkah guna mencegah tindakan yang bertentangan dengan Konvensi Genosida, tetapi tidak memerintahkan gencatan senjata. Pada 20 Mei tahun yang sama, Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), Karim Khan, menyatakan sedang mengajukan surat perintah penangkapan internasional terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas “kejahatan terhadap kemanusiaan” yang dilakukan di Gaza sejak “setidaknya” 8 Oktober 2023.

Meski demikian, Netanyahu masih bebas bepergian ke luar negeri dan bertemu para pemimpin dunia, meskipun ICC menyerukan agar otoritas setempat menangkap dan menyerahkannya ke Den Haag. Beberapa pejabat Barat bahkan secara terbuka menyatakan tidak akan mematuhi surat perintah ICC. Namun kini, setelah PBB secara terbuka menuduh entitas Zionis melakukan genosida, sikap keras kepala seperti itu mungkin akan runtuh. Konvensi Genosida mewajibkan semua negara penandatangan untuk mencegah genosida, termasuk melalui ekstradisi para tersangka. Negara yang gagal mematuhi, bisa ikut dianggap bertanggung jawab secara hukum.

Satu-satunya Kesimpulan yang Masuk Akal

Bagian dari laporan Komisi PBB yang secara eksplisit menuduh entitas Zionis melakukan genosida, mendokumentasikan serangan ZOF pada Desember 2023 terhadap Pusat IVF Basma, “klinik kesuburan terbesar di Gaza.” Serangan tersebut menghancurkan sekitar 4.000 embrio, 1.000 sampel sperma, dan sel telur yang belum dibuahi. Semua bahan reproduksi yang tersimpan di laboratorium hancur. Serangan itu juga menghentikan pasokan nitrogen cair—yang sangat penting untuk menjaga suhu penyimpanan bahan-bahan tersebut agar bisa digunakan di masa depan.

Komisi “melalui analisis visual foto-foto dari lokasi kejadian menyimpulkan bahwa kerusakan luas pada bagian luar dan dalam gedung disebabkan oleh proyektil berkaliber besar,” kemungkinan besar dari tank ZOF. Klinik itu merupakan bangunan terpisah dengan papan nama yang jelas, dan tidak ditemukan bukti bahwa klinik tersebut merupakan target militer sah. Komisi menyatakan bahwa ZOF “dengan sengaja menyerang dan menghancurkan klinik Basma, pusat kesuburan utama di Gaza”:

“Komisi menyimpulkan bahwa penghancuran klinik Basma IVF adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah kelahiran di kalangan warga Palestina di Gaza, yang merupakan tindakan genosida menurut Statuta Roma dan Konvensi Genosida. Komisi juga menyimpulkan bahwa tindakan ini dilakukan dengan niat untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza sebagai suatu kelompok, baik secara keseluruhan maupun sebagian, dan bahwa inilah satu-satunya kesimpulan yang secara logis dapat ditarik dari tindakan tersebut.”

Penilaian bahwa “Israel” tengah melakukan genosida di Gaza ditegaskan kembali dalam bagian lain laporan Komisi, yang menjelaskan bahwa penghancuran Pusat IVF Basma bukanlah insiden tunggal atau akibat dari serangan acak. ZOF ditemukan telah “secara sengaja dan sistematis menyerang dan menghancurkan fasilitas kesehatan ibu dan reproduksi di seluruh Gaza, termasuk rumah sakit bersalin dan sayap bersalin di rumah sakit.” Serangan langsung terhadap layanan kesehatan reproduksi dan maternitas ini “mengakibatkan kematian serta luka fisik dan mental serius bagi warga Palestina.”

Komisi menyatakan bahwa “satu-satunya kesimpulan yang masuk akal” dari penghancuran fasilitas kesehatan reproduksi dan infrastruktur vital tersebut adalah adanya niat untuk menghancurkan rakyat Palestina di Gaza—secara keseluruhan atau sebagian—dengan kata lain: genosida. Di bagian lain laporan, entitas Zionis juga ditemukan telah melanggar “norma hukum humaniter internasional yang memberikan perlindungan khusus kepada perempuan dan anak-anak dalam konflik bersenjata.”

‘Menggunakan Segala Cara’

Komisi menggambarkan tindakan genosida oleh ZOF ini sebagai bagian dari kampanye luas dan terorganisir yang bertujuan menimbulkan “penderitaan tak terbayangkan” kepada “ibu hamil, ibu baru, dan bayi yang baru lahir.” Mereka sangat terdampak oleh blokade Israel atas Gaza, yang membuat “akses, isi, dan jumlah bantuan kemanusiaan” sangat dibatasi oleh Tel Aviv. Ini mencakup obat-obatan dan peralatan penting untuk memastikan kehamilan dan persalinan yang aman serta perawatan neonatal—juga kebutuhan dasar seperti makanan, air, obat, dan tempat tinggal.

Sementara itu, otoritas entitas Zionis secara rutin menolak izin keluar dari Gaza bagi warga Palestina yang membutuhkan perawatan medis mendesak—termasuk pasien dengan kanker ginekologi. Akibatnya, perempuan hamil “mengalami berbagai komplikasi yang seharusnya bisa dicegah dan tidak mendapatkan akses ke layanan kesehatan reproduksi.” Mereka “terpaksa menjalani persalinan tidak aman karena tidak bisa mencapai rumah sakit, dan mengalami persalinan yang menyakitkan tanpa obat penghilang rasa sakit yang memadai,” yang mengakibatkan “kerusakan reproduksi” dan “penderitaan fisik dan mental berkepanjangan”:

“Kerusakan reproduksi terhadap perempuan hamil, pasca melahirkan, dan menyusui termasuk dalam… kejahatan perang berupa dengan sengaja menyebabkan penderitaan besar, atau cedera serius terhadap tubuh atau kesehatan… Dampak terhadap perempuan hamil dan menyusui di Gaza sangat besar. Selain itu, kurangnya akses terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi menyebabkan dampak fisik dan mental langsung yang tidak dapat diubah dan berdampak jangka panjang terhadap kesehatan mental serta prospek kesuburan rakyat Palestina di Gaza sebagai suatu kelompok.”

Berdasarkan temuan-temuan ini, sebagian besar pemerintah di seluruh dunia kini memiliki kewajiban hukum yang jelas untuk melakukan segala daya upaya menghentikan penghancuran Gaza dan rakyatnya oleh entitas Zionis. Saat ini, 153 negara menjadi pihak dalam Konvensi Genosida, dan berbagai preseden internasional menyatakan bahwa negara penandatangan harus “menggunakan semua cara yang tersedia secara wajar” untuk mencegah terjadinya genosida. Kewajiban ini bergantung pada “kemampuan suatu negara untuk secara efektif mempengaruhi tindakan pihak yang kemungkinan besar akan atau sedang melakukan genosida.”

Kegagalan dalam menghentikan bantuan kepada negara atau entitas yang melakukan genosida dapat melanggar kewajiban suatu negara berdasarkan Pasal I Konvensi Genosida, begitu juga kegagalan dalam membantu menuntut dan menghukum para pelaku genosida. Ini mencakup penyelidikan, ekstradisi, dan penuntutan tersangka, baik secara mandiri maupun bersama pihak lain. Statuta Roma juga mewajibkan negara penandatangan untuk membantu penuntutan melalui ICC. Beberapa negara mungkin memilih untuk menarik diri dari ICC seperti yang dilakukan Hongaria.

Namun, dengan semakin banyaknya bukti nyata atas niat dan tindakan genosida oleh entitas Zionis di Gaza, serta PBB yang kini secara terbuka menuduh Tel Aviv melakukan genosida, kebebasan bergerak internasional yang selama ini dinikmati pejabat Israel mungkin akan semakin terbatas. Lebih dari itu, tantangan serius kini telah diajukan kepada banyak negara yang selama ini mengaku menjunjung tinggi hukum internasional. Dengan demikian, keadilan yang telah lama ditunggu-tunggu bagi rakyat Palestina mungkin akhirnya mulai mendekat.

Artikel ini telah diterbitkan oleh media daring Al-Mayadeen dan diterjemahkan serta disunting oleh tim Vichara.id.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *