Analisis
Rencana AS Tambah Pasukan di Suriah: Memperburuk Ketegangan

Oleh: Lutfi Awaludin Basori
Keputusan Amerika Serikat untuk mengirimkan pasukan tambahan ke Suriah semakin memperburuk ketegangan yang telah berlangsung lama di kawasan tersebut. Dengan lebih dari 2.000 personel militer, termasuk 1.100 pasukan tambahan yang dikerahkan untuk mendukung perlindungan dan operasi lainnya, AS semakin mempertegas posisinya dalam konflik yang semakin melibatkan kekuatan besar. Namun, langkah ini juga meningkatkan potensi ketegangan dan kemungkinan eskalasi lebih lanjut yang sulit untuk dihindari, mengingat banyaknya aktor yang terlibat dan persaingan geopolitik yang terjadi di Suriah.
Keberadaan pasukan AS yang diperkuat ini menandakan bahwa upaya untuk mengamankan pasukan mereka, yang menjadi sasaran ancaman baik dari kelompok lokal maupun negara-negara tetangga, kini menjadi prioritas utama. Namun, keputusan AS juga menghadirkan dilema besar di tingkat domestik Suriah. Salah satu dampaknya adalah kemungkinan besar peningkatan ketegangan yang bisa berujung pada konflik bersenjata lebih lanjut, baik antara pasukan asing, seperti AS, dengan faksi-faksi bersenjata di Suriah, maupun antara kelompok-kelompok yang bersaing memperebutkan kekuasaan. Di pihak lain, kehadiran pasukan tambahan ini memperburuk prospek perdamaian jangka panjang, karena justru menguatkan pandangan bahwa Suriah akan terus menjadi medan pertempuran yang tak kunjung berakhir, mirip dengan apa yang terjadi di Afghanistan.
Di sisi lain, upaya pemerintah sementara yang dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa, yang juga dikenal sebagai Abu Mohammed al-Jolani dari kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), untuk mengendalikan senjata di Suriah semakin memperumit situasi. Dalam pernyataannya, Jolani mengungkapkan bahwa semua senjata yang ada, termasuk yang dikuasai oleh pasukan Kurdi (SDF) yang didukung AS, akan diambil alih oleh negara. Pernyataan ini mengindikasikan adanya upaya besar untuk mengonsolidasikan kekuasaan di bawah pemerintahan baru, yang berusaha mengintegrasikan berbagai kelompok bersenjata yang selama ini beroperasi di Suriah. Namun, pertanyaan besar muncul: apakah HTS akan mengambil langkah-langkah nyata untuk melucuti senjata yang dimiliki pasukan AS? Atau malah berusaha mengontrol senjata yang dimiliki oleh pasukan asing, mengingat ketegangan yang terus meningkat? Jika demikian, ini bisa memicu konfrontasi bersenjata yang lebih besar.
Namun, tidak hanya kekuatan lokal yang terlibat dalam ketegangan ini. Turki, yang memiliki kepentingan strategis di Suriah, memainkan peran kunci yang semakin memperumit situasi. Sebagai negara yang memiliki perbatasan langsung dengan Suriah dan yang memandang SDF sebagai cabang dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK)—kelompok yang dianggapnya sebagai organisasi teroris—Turki berusaha untuk membatasi pengaruh pasukan Kurdi yang didukung oleh AS. Sejak lama, Turki telah menentang kehadiran SDF di Suriah, dan bahkan melakukan serangan militer untuk mengusir pasukan Kurdi dari wilayah utara Suriah yang dekat dengan perbatasannya.
Dengan meningkatnya kehadiran pasukan AS di Suriah dan dukungan yang diberikan kepada SDF, Turki kini menghadapi dilema besar: bagaimana menanggapi ancaman yang dirasakannya dari pasukan Kurdi yang semakin kuat, sementara pada saat yang sama, mempertahankan hubungan dengan kekuatan besar seperti AS yang kini menjadi mitra dalam memerangi ISIS? Jika Turki merasa bahwa pengaruh SDF semakin tak terkendali dan pasukan Kurdi makin mendekati perbatasannya, ketegangan antara Turki dan AS berpotensi meningkat, bahkan dapat berujung pada konfrontasi langsung di Suriah.
Bagi rakyat Suriah, langkah AS ini membawa dampak yang jauh lebih luas. Kehadiran pasukan asing yang terus meningkat tidak hanya memperpanjang konflik, tetapi juga memperburuk penderitaan rakyat Suriah. Infrastruktur yang telah hancur, ekonomi yang terpuruk, dan ratusan ribu warga yang terlantar semakin terancam dengan adanya peningkatan kehadiran militer asing. Dengan adanya berbagai kekuatan asing yang terlibat dalam konflik ini, rakyat Suriah seakan terperangkap dalam persaingan internasional yang tidak berpihak kepada mereka. Hal ini semakin menyulitkan proses rekonsiliasi, karena setiap langkah yang diambil oleh kekuatan besar justru semakin memperburuk ketegangan di dalam negeri.
Respon dunia terhadap langkah AS ini kemungkinan besar akan beragam. Negara-negara yang mendukung keberadaan pasukan AS di Suriah, seperti negara-negara Barat dan beberapa negara Arab, kemungkinan besar akan melihat ini sebagai langkah untuk menjaga stabilitas kawasan dan melawan ancaman kelompok ekstremis. Namun, negara-negara yang lebih mendukung pemerintah Suriah atau yang menentang dominasi AS, seperti Rusia dan Iran, akan melihat langkah ini sebagai eskalasi yang berbahaya, yang hanya memperburuk ketidakstabilan dan memperpanjang konflik. Dalam skenario ini, dunia akan terus terpecah, dengan masing-masing negara memilih pihak yang mendukung kepentingannya sendiri.
Melihat perkembangan ini, tidak bisa dipungkiri bahwa Suriah memiliki potensi untuk menjadi semacam “Afghanistan kedua”, di mana persaingan internasional yang tidak berujung antara kekuatan besar dan aktor lokal yang bersaing akan memperburuk situasi. Sebagai negara yang telah terpecah-pecah, Suriah kemungkinan akan semakin terfragmentasi, dengan kekuatan asing yang terus memperburuk ketegangan di dalam negeri. Konflik ini mungkin akan terus berkepanjangan, dengan tidak ada pihak yang benar-benar menang, sementara rakyat Suriah yang paling menderita.
Kesimpulannya, dengan meningkatnya kehadiran pasukan AS dan langkah pemerintah sementara Suriah untuk mengendalikan senjata, ketegangan yang ada semakin sulit untuk diredakan. Suriah menghadapi masa depan yang semakin suram, di mana setiap langkah yang diambil oleh aktor internasional justru menambah kerumitan dan memperburuk keadaan. Tanpa adanya solusi politik yang jelas dan tanpa komitmen dari pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai perdamaian yang sejati, konflik ini berpotensi berlangsung selama bertahun-tahun, dengan dampak besar bagi rakyat Suriah dan stabilitas kawasan secara keseluruhan.
*Sumber: Sputnik, Straitstimes