Connect with us

Analisis

Pendudukan di Quneitra: Strategi Israel dan Realita Baru Pasca-Assad

Published

on

Ketika mata dunia tertuju pada gencatan senjata di Gaza atau diplomasi para pemimpin Timur Tengah, Israel dengan tenang melanjutkan langkah-langkah strategisnya di Suriah. Baru-baru ini, laporan menunjukkan bahwa Israel mulai mendirikan pos militer baru di wilayah Jabatha al-Khashab, Quneitra. Seperti biasa, dunia memilih bungkam, seolah ini hanyalah insiden kecil tanpa konsekuensi besar.

Pendekatan Israel di Quneitra tidaklah baru, tetapi eksekusinya kali ini terasa lebih terencana. Mengusir dan merusak kehidupan lokal, membatasi akses warga, dan mendeklarasikan zona militer tertutup adalah langkah awal untuk mengkonsolidasikan kontrol di wilayah yang secara hukum berada di bawah kedaulatan Suriah. Namun, dengan runtuhnya pemerintahan Assad, siapa yang benar-benar peduli dengan “hukum”?

Kemunculan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) di Suriah membawa dinamika baru, tetapi bukan yang diharapkan rakyatnya. Ahmad al-Sharaa, atau lebih dikenal sebagai Abu Muhammad al-Julani, menyatakan bahwa pemerintahannya tidak akan menjadi ancaman bagi Israel. Sebuah pernyataan yang mengingatkan kita pada pendekatan kompromistis Otoritas Palestina (PA) terhadap pendudukan Israel di Tepi Barat.

Seperti PA, HTS tampaknya lebih tertarik pada stabilitas internal dan pengakuan internasional daripada memperjuangkan kepentingan rakyat. Pendekatan ini memberikan keuntungan besar bagi Israel. Dengan pemimpin yang enggan melawan, pendudukan Israel di wilayah seperti Golan dan Quneitra menjadi lebih mudah diterima sebagai status quo.

Rakyat Suriah kini menghadapi skenario yang mengerikan: kehilangan tanah mereka secara perlahan, pembatasan kebebasan bergerak, dan rasa takut yang terus menghantui. Analoginya jelas: seperti rakyat Palestina yang terjepit di bawah pendudukan, rakyat Suriah pun menjadi korban diamnya dunia. Tragisnya, HTS tampaknya lebih sibuk membangun citra daripada melindungi rakyatnya.

Israel, tentu saja, melihat situasi ini sebagai peluang emas. Pasca jatuhnya Assad, mereka segera menghancurkan infrastruktur militer Suriah dan memperluas kontrolnya. Kini, dengan HTS sebagai penguasa de facto, Israel nyaris tidak menghadapi perlawanan. Bahkan, serangan drone yang menargetkan pejabat lokal Suriah tampaknya hanya menjadi catatan kecil tanpa respons signifikan.

Bayangkan ini sebagai permainan catur. Sementara Israel bergerak dengan strategi matang, HTS sibuk merapikan papan tanpa memahami ancaman nyata. Ahmad al-Sharaa mungkin berpikir bahwa sikap komprominya akan memberinya tempat di meja diplomasi internasional. Namun, seperti PA, dia hanya menjadi alat untuk melegitimasi pendudukan yang terus berlanjut.

Realita pahitnya, dunia lebih memilih fokus pada isu-isu besar lainnya, seperti Gaza atau konflik diplomatik di Lebanon. Suriah, dengan segala kompleksitasnya, hanya menjadi berita kecil yang terselip di antara headline. Dalam keheningan ini, Israel melangkah dengan percaya diri, memperluas kontrol tanpa hambatan berarti.

Jika HTS terus mengambil jalur seperti PA, Suriah berisiko menjadi Palestina berikutnya, di mana pendudukan menjadi normalitas baru. Pendekatan kompromistis ini mungkin memberikan stabilitas jangka pendek bagi HTS, tetapi pada akhirnya, rakyat Suriah lah yang menanggung beban terberat. Sayangnya, suara mereka tenggelam di tengah retorika kosong dan ambisi para pemimpin yang kehilangan arah.

Kita harus bertanya, sampai kapan dunia akan terus menutup mata terhadap tragedi ini? Pendudukan di Quneitra bukan hanya masalah lokal; ini adalah preseden berbahaya yang menunjukkan bagaimana ketidakpedulian internasional memungkinkan penjajahan modern terus berlanjut. Seperti rakyat Palestina, rakyat Suriah kini berdiri di ambang kehilangan segalanya.

Dan di tengah semua ini, Israel tetap tenang, nyaris tanpa gangguan, seperti seorang pemain catur yang tahu bahwa lawannya bahkan belum menyadari permainan telah dimulai. HTS mungkin berpikir mereka memimpin, tetapi pada kenyataannya, mereka hanyalah bidak dalam strategi besar yang dirancang untuk memastikan dominasi Israel di kawasan. Rakyat Suriah pantas mendapatkan lebih dari sekadar pemimpin yang menyerah sebelum bertarung.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *