Connect with us

Analisis

Operasi “Kill the Messenger” Israel di Gaza

Published

on

Operasi “Kill the Messenger” Israel di Gaza

Di jalur Gaza yang terkepung, di antara reruntuhan bangunan dan deru senjata, jurnalis TV Al-Aqsa, Ayman Mohammed Rweishid berdiri. Kamera yang menggantung di bahunya tidak hanya menangkap gambar-gambar kehidupan yang terkoyak oleh perang, tetapi juga merekam cerita-cerita yang dunia harus dengar. Namun, hari ini, di bawah langit yang diliputi asap dan debu, cerita terakhirnya terhenti. Sebuah peluru menghentikan suara yang selama ini menjadi saksi dari kekerasan yang tak terkatakan.

Kabar kematian Ayman hanyalah satu dari deretan panjang nyawa yang hilang. Sejak serangan militer Israel ke Gaza dimulai pada 7 Oktober tahun lalu, 177 jurnalis telah gugur, masing-masing dengan cerita yang tak sempat disampaikan. Mereka adalah pewarta yang membawa kisah hidup dan mati, penghubung antara dunia luar dan kegelapan yang menyelimuti Gaza. Namun, seperti Ayman, mereka dibungkam — dihilangkan di bawah moncong senjata Israel.

Di balik kematian mereka, ada pertanyaan yang tak terhindarkan: Mengapa jurnalis? Mengapa mereka harus menjadi target dalam medan perang yang sudah cukup brutal ini?

Israel tampaknya telah mengadopsi strategi kuno namun efektif: kill the messenger. Membunuh para pembawa pesan untuk memastikan bahwa kebenaran tidak pernah sampai ke dunia luar. Jurnalis, dengan kamera dan pena mereka, adalah ancaman. Mereka memiliki kekuatan untuk mematahkan narasi yang coba dipaksakan oleh mesin propaganda, membuka tabir kebohongan, dan menghadirkan realitas yang tak terelakkan — kejahatan terhadap kemanusiaan yang sedang berlangsung di Gaza.

Bayangkan, di bawah langit yang penuh ketakutan dan suara-suara ledakan, ada seorang jurnalis yang berlari melintasi reruntuhan, berusaha menyelamatkan sepotong kebenaran dari kehancuran total. Mereka tahu, dengan setiap rekaman dan setiap laporan, mereka berada dalam bahaya. Namun, ini adalah panggilan jiwa mereka. Menyampaikan kenyataan, tak peduli seberapa pahit atau brutal, adalah tugas suci yang tak bisa diabaikan. Dan justru karena itulah mereka diburu. Israel tidak hanya berperang melawan musuh di medan pertempuran, mereka juga berperang melawan kebenaran.

Membunuh jurnalis adalah cara paling efektif untuk memotong aliran informasi. Ketika dunia tak lagi memiliki saksi di lapangan, kejahatan bisa terjadi tanpa pertanggungjawaban. Dengan membungkam para jurnalis, Israel berusaha memastikan bahwa dunia hanya akan melihat apa yang mereka ingin tunjukkan — bukan realitas di balik dinding beton dan puing-puing yang berserakan.

Setiap jurnalis yang terbunuh di Gaza adalah peringatan bahwa kebenaran sedang dilenyapkan secara sistematis. Mereka bukan hanya korban perang, mereka adalah korban dari sebuah upaya yang lebih besar untuk menutup akses dunia terhadap penderitaan rakyat Gaza. Serangan terhadap pewarta adalah serangan terhadap hak asasi manusia untuk mengetahui kebenaran.

Jurnalisme bukan sekadar profesi di medan perang; itu adalah benteng terakhir dari kemanusiaan. Ketika seorang jurnalis terbunuh, bukan hanya nyawa yang hilang, tetapi juga suara yang seharusnya menjadi milik semua orang. Di balik setiap peluru yang menargetkan seorang jurnalis, ada pesan yang jelas: “Kami takut pada kebenaran yang mereka bawa.”

Namun, kebenaran, bagaimanapun kerasnya usaha untuk membungkamnya, tidak akan bisa dibunuh selamanya. Dunia harus menuntut pertanggungjawaban dari Israel atas pembunuhan jurnalis. Serangan terhadap pewarta bukan hanya pelanggaran hukum internasional, tetapi juga penghinaan terhadap prinsip-prinsip dasar kebebasan dan keadilan. Jika kita tidak bertindak, maka kita turut ambil bagian dalam membiarkan kekejaman ini terus berlanjut.

Jurnalis adalah saksi dari sejarah. Mereka adalah penjaga kebenaran di tengah badai kekerasan. Israel harus menghentikan operasi “kill the messenger” ini. Dunia berhak tahu apa yang terjadi di Gaza, dan mereka yang mempertaruhkan nyawa untuk menyampaikan kebenaran harus dilindungi, bukan dihilangkan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *