Connect with us

Analisis

Melawan Narasi Palsu Tentang Suriah

Published

on

Melawan Narasi Palsu Tentang Suriah

Oleh : Elijah J. Magnier (Analis Militer)

Saya akan membahas narasi palsu yang banyak disebarkan oleh media Arab dan Barat, yang bertujuan untuk mendistorsi sejarah Suriah dan alasan di balik dukungan luar negeri kepada Bashar al-Assad.

Banyak yang mencoba menyederhanakan situasi dengan mengotak-atiknya menjadi dikotomi “pendukung Assad” versus “pendukung pejuang kebebasan.” Kerangka berpikir seperti ini menyesatkan dan tidak benar.

Ada yang mendukung Bashar al-Assad karena alasan pribadi atau politik tertentu. Selain itu, banyak yang mendukung pemerintahan Suriah di bawah Assad karena kelompok takfiri seperti ISIS—yang dipimpin oleh Abu Mohamad al-Julani (kini dikenal sebagai pemimpin HTS yang lebih moderat pada tahun 2024)—berencana mengambil alih Irak, Suriah, dan Lebanon untuk memberlakukan agenda ekstrem mereka.

Kelompok takfiri ini pertama-tama membunuh banyak warga Irak, Suriah, dan Lebanon sebelum Iran dan Hizbullah terlibat dalam pertempuran di wilayah Suriah, meskipun banyak serangan bunuh diri telah dilakukan di Lebanon sebelum keterlibatan Hizbullah.

ISIS, yang awalnya dikenal sebagai Al-Qaeda di Irak, mengirim Abu Mohammad al-Joulani ke Suriah sebelum 2011 dengan dana besar mencapai $1 miliar untuk mempersiapkan pembentukan khilafah. Kelompok ini sudah mengasah strategi mereka di Irak, mengubah konflik menjadi perang sektarian Sunni-Syiah di bawah pimpinan Abu Musab al-Zarqawi, yang kemudian terbunuh. Setelah kematian Zarqawi, beberapa emir menggantikannya hingga Abu Bakr al-Baghdadi mengambil alih kekuasaan.

Abu Bakr al-Baghdadi mengutus al-Joulani ke Suriah dengan misi jelas: mengubah Suriah, yang disebut sebagai “tanah Nusra,” menjadi “tanah jihad.” Untuk mencapainya, banyak ulama radikal disebarkan di seluruh Suriah, memanfaatkan perannya sebagai jalur transit bagi para jihadis yang bepergian ke Irak untuk melawan pendudukan AS. Gerakan ini difasilitasi oleh Assad sendiri setelah Menteri Luar Negeri AS, Colin Powell, memperingatkannya pada kunjungan tahun 2003 bahwa Suriah bisa bernasib sama seperti Irak jika tidak bekerja sama.

Meskipun demonstrasi awal di Daraa menandai awal pemberontakan dan tanggapan brutal pemerintah Suriah memang kejam, kelompok seperti Jabhat al-Nusra (saat itu bagian dari ISIS) sudah bersiap untuk mengeksploitasi kekacauan dan menjadi pemain utama.

Masuknya Iran dan Hizbullah ke Suriah

Iran dan Hizbullah meluncurkan operasi militer besar pertama mereka di Suriah pada 2013, dengan fokus pada kota Qusayr, dua tahun setelah serangan pertama Jabhat al-Nusra. Pada 23 Desember 2011, kelompok tersebut melakukan serangan bom bunuh diri kembar yang menargetkan fasilitas keamanan Suriah di Damaskus, menewaskan 44 orang dan melukai 166 lainnya. Jabhat al-Nusra mengaku bertanggung jawab atas aksi teror ini.

Saat itu, ketegangan sektarian telah meningkat, dengan komunitas Syiah di Lebanon dan Irak sering menjadi target serangan. Konflik sektarian ini didorong oleh dukungan finansial dan logistik dari berbagai negara Arab, Turki, Amerika Serikat, Inggris, dan sekutu NATO lainnya.

Penangkapan Besar Teroris Terkait Al-Qaeda di Lebanon

Berikut ini adalah beberapa peristiwa penting terkait aktivitas Al-Qaeda dan kelompok ekstremis di Lebanon:

– 2002: Penangkapan tersangka Al-Qaeda yang dituduh merencanakan serangan terhadap target Barat.

– 2005-2006: Plot bom yang gagal oleh jaringan Abd al-Rahman al-Masri yang menargetkan daerah Syiah di Lebanon.

– 2007: Konflik di kamp pengungsi Nahr al-Bared, yang diikuti serangan kelompok takfiri.

– 2013-2014: Serangkaian serangan bom bunuh diri di Beirut dan Lembah Bekaa yang diklaim oleh kelompok seperti Jabhat al-Nusra.

Serangan Jabhat al-Nusra di Suriah: Bukan Sebuah Revolusi 

Di bawah ini adalah garis waktu serangan yang dilakukan oleh Jabhat al-Nusra di Suriah. Tindakan teror ini tidak boleh disamakan dengan revolusi Suriah yang lebih luas:

  1. 2011: Pemboman di Damaskus.
  2. 2012: Serangan di Aleppo dan Damaskus.
  3. 2013: Pembantaian di Adra dan serangan di Aleppo.
  4. 2014-2016: Serangan di Idlib, Aleppo, dan Hama.
  5. 2017: Pemboman bunuh diri di Idlib.

Serangan-serangan ini menunjukkan bahwa peran Jabhat al-Nusra di Suriah tidak pernah terkait revolusi, melainkan penyebaran kekacauan dan pembentukan negara jihad. Konflik Suriah yang kompleks tidak dapat disederhanakan menjadi narasi pejuang kebebasan versus pasukan pemerintah. Memahami kenyataan ini penting untuk melawan narasi palsu dan mengenali dinamika sebenarnya yang terjadi. []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *