Connect with us

Analisis

Masa Depan Suriah: Antara Harapan dan Realitas

Published

on

Masa depan Suriah menjadi salah satu topik yang sangat menentukan dalam geopolitik Timur Tengah saat ini. Setelah jatuhnya rezim Bashar Assad pada tahun 2024, berbagai spekulasi muncul mengenai arah yang akan diambil negara ini. Berdasarkan analisis Ali Rizk di Sputnik, ada tiga skenario besar yang mungkin terjadi di Suriah pada 2025: fragmentasi menjadi entitas kecil, terbentuknya pemerintahan Salafi jihadi, dan kemungkinan Suriah bersatu kembali di bawah kendali kekuatan asing seperti AS, Israel, dan Turki. Masing-masing skenario ini menawarkan dampak yang sangat besar bagi rakyat Suriah dan kawasan Timur Tengah secara keseluruhan. Namun, meskipun skenario-skenario tersebut perlu diperhatikan, kenyataannya menurut saya, masa depan Suriah lebih condong pada fragmentasi yang semakin dalam.

Seperti yang dijelaskan oleh Ali Rizk, skenario pertama yang mungkin terjadi adalah Suriah terpecah menjadi negara-negara kecil berdasarkan garis etnis dan agama. Kondisi ini diperburuk oleh intervensi asing yang sangat kuat, baik dari AS, Turki, maupun Israel, yang masing-masing memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar di Suriah. Dalam pandangan saya, meskipun rekonsiliasi nasional atau penyatuan kembali tampaknya mungkin dalam teori, dalam praktik hal tersebut hampir mustahil mengingat kompleksitas situasi yang ada.

Saat ini, Suriah telah terfragmentasi secara de facto menjadi beberapa wilayah yang dikendalikan oleh kelompok-kelompok dengan kepentingan masing-masing. AS dengan SDF-nya yang bertentangan dengan Turki, Turki dengan aliansinya bersama Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), serta Israel yang sudah melakukan invasi ke wilayah Suriah, semuanya berusaha untuk mendapatkan pengaruh lebih besar. Keberadaan kekuatan-kekuatan asing ini membuat saya merasa bahwa untuk menjaga Suriah tetap utuh sebagai negara yang satu adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Bahkan, bisa jadi ini lebih mirip sebuah mimpi jika kita melihat bagaimana kepentingan negara-negara besar ini saling berbenturan.

Dalam skenario yang lebih konkret, saya melihat bahwa Suriah bisa terpecah menjadi beberapa entitas atau negara kecil yang masing-masing berada di bawah kendali kekuatan asing. SDF bisa saja mendeklarasikan wilayahnya sebagai negara otonom, sementara Israel berpotensi mencaplok wilayah-wilayah strategis. Turki, bersama dengan HTS, bisa saja membentuk wilayah yang mereka kendalikan sebagai negara bagian mereka sendiri. Fragmentasi ini bukan hanya soal perebutan wilayah, tapi juga soal pengaruh yang ingin mereka kuasai, baik untuk alasan politik, keamanan, maupun sumber daya.

Bagaimana dengan harapan untuk melihat Suriah kembali menjadi negara yang utuh dan sekuler seperti dulu? Saya rasa, harapan tersebut sudah semakin pudar. Seperti yang dijelaskan oleh Ali Rizk, suara rakyat Suriah kini terfragmentasi dan diredam oleh berbagai kelompok yang mendominasi wilayah-wilayah tertentu. Masyarakat Suriah yang dahulu dikenal dengan identitas sekuler dan nasionalis kini hampir tidak memiliki kesempatan untuk kembali ke kondisi tersebut. Integritas negara Suriah yang dahulu mungkin bisa dijaga, tetapi dengan keterlibatan kekuatan asing yang begitu dalam, saya merasa itu sudah berakhir.

Kebangkitan kembali Suriah yang stabil dan bersatu tampaknya sangat sulit tercapai, apalagi dalam bentuk negara sekuler yang dulu ada. Dalam pandangan saya, negara Suriah yang dulu dikenal dengan identitasnya yang kuat sebagai negara sekuler, nasionalis, dan bersatu sudah tamat. Keinginan untuk membangunnya kembali lebih mirip sebuah impian, apalagi ketika kepentingan negara-negara besar dan kelompok-kelompok yang bertikai di dalam negeri begitu kuat.

Namun demikian, meskipun saya cukup pesimis dengan masa depan Suriah yang utuh, saya tidak menutup kemungkinan untuk melihat sebuah solusi yang lebih inklusif, seperti federasi yang memberikan otonomi bagi wilayah-wilayah tertentu. Meskipun begitu, itu akan sangat bergantung pada perubahan besar di tingkat internasional dan pengurangan ketegangan yang ada.

Secara keseluruhan, masa depan Suriah akan sangat bergantung pada dinamika internal dan eksternal yang tidak mudah diprediksi. Apa pun yang terjadi, upaya internasional untuk mendukung rekonstruksi dan rekonsiliasi Suriah harus diprioritaskan, meskipun kenyataannya sangat sulit untuk mewujudkan Suriah yang utuh seperti sebelumnya. Oleh karena itu, jika kita berharap pada stabilitas Suriah yang lama, mungkin itu hanya akan menjadi sebuah kenangan yang semakin sulit untuk diraih.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *