Analisis
LSM Liberal Alami Krisis: Dampak Pembekuan Dana USAID oleh Trump

Oleh Vitaly Ryumshin, analis politik di Gazeta.ru
Jika Anda sering berselancar di media sosial, terutama X, mungkin Anda memperhatikan pola tertentu. Media, LSM, dan kelompok hak asasi manusia yang cenderung berpihak pada ideologi liberal mulai mengeluhkan masalah keuangan. Sebagian meminta donasi publik, sementara yang lain mengumumkan PHK dan pemangkasan anggaran.
Apa yang menyebabkan kekacauan ini? Dalam banyak kasus, penyebab utamanya adalah penghentian sementara pendanaan oleh United States Agency for International Development (USAID). Selama beberapa dekade, lembaga ini menjadi sumber dana utama bagi banyak pencari hibah. Namun, dengan pembekuan operasionalnya, banyak organisasi kini menghadapi krisis besar.
Kekacauan dalam Lembaga Raksasa
USAID adalah sumber utama bantuan keuangan resmi AS untuk luar negeri, dengan anggaran tahunan yang mencapai puluhan miliar dolar. Dana ini digunakan untuk mendukung ratusan proyek di berbagai belahan dunia. Beberapa di antaranya memang ditujukan untuk menangani masalah nyata seperti kemiskinan, kelaparan, dan perlindungan lingkungan. Namun, ada juga proyek dengan tujuan yang lebih kabur, seperti “membangun masyarakat sipil” atau “mengembangkan demokrasi.” Tak jarang, proyek-proyek ini dijadikan alat untuk mendorong kepentingan politik AS, bahkan terkadang memiliki keterkaitan tersembunyi dengan badan intelijen.
Antara 2022 dan 2024, USAID menyalurkan hampir $120 miliar secara global. Penerima terbesar adalah Ukraina, yang mendapat lebih dari $32 miliar untuk mendanai berbagai hal, mulai dari operasional pemerintahan hingga 90% media di negara tersebut. Moldova juga menjadi penerima utama, dengan pendanaan untuk proyek kemandirian energi serta media yang selaras dengan kebijakan pemerintah.
Negara-negara lain di kawasan bekas Uni Soviet juga menerima jutaan dolar untuk proyek “pembangunan demokrasi.” Pada 2024 saja, USAID menggelontorkan lebih dari $40 juta untuk proyek masyarakat sipil di Georgia, $20 juta untuk Armenia, dan $11 juta untuk Belarus. Bahkan setelah secara resmi menghentikan operasionalnya di Rusia pada 2012, USAID tetap melanjutkan kegiatannya secara diam-diam. Untuk periode 2025-2026, lembaga ini mengalokasikan dana sebesar $60 juta untuk 11 program di Rusia, termasuk proyek “Penguatan Tata Kelola Lokal di Kaukasus Utara” dan inisiatif “Media Baru.”
Dampak Trump: Menutup Keran Dana
Pada Januari 2025, segalanya berubah drastis. Presiden AS Donald Trump membekukan seluruh bantuan luar negeri selama 90 hari. Keputusan ini disusul dengan aksi penggerebekan kantor pusat USAID oleh agen dari Department of Government Efficiency (DOGE). Elon Musk bahkan menyatakan bahwa lembaga ini “secara efektif telah ditutup.”
Selama bertahun-tahun, pendanaan USAID menjadi penopang utama bagi kelompok pro-Barat dan oposisi, baik di Rusia maupun di negara lain. Kini, banyak dari organisasi ini terpaksa menghentikan aktivitasnya karena kehilangan sumber pendanaan yang stabil dalam semalam.
Namun, merayakan peristiwa ini sebagai kemenangan mungkin masih terlalu dini.
Rencana Trump terhadap USAID
Pembekuan dana USAID bukan berarti pembubaran lembaga ini sepenuhnya. Sebaliknya, ini adalah upaya restrukturisasi untuk mengambil alih kendali dari Partai Demokrat, yang sebelumnya menggunakan USAID untuk menyebarkan nilai-nilai liberal secara global. Trump ingin mengubah USAID menjadi alat untuk mendorong agenda konservatif pemerintahannya. Seperti yang ia tegaskan: “[USAID] dikelola oleh sekelompok orang radikal gila, dan kami akan menyingkirkan mereka,” sementara Elon Musk menyebutnya sebagai “organisasi kriminal” yang “sudah saatnya dihentikan.”
Di bawah rencana Trump, USAID akan diintegrasikan ke dalam Departemen Luar Negeri AS, yang kini dipimpin oleh Marco Rubio. Pendanaan tidak akan dihentikan, tetapi dialihkan. Jika sebelumnya hibah diberikan untuk proyek-proyek progresif, kini dana tersebut akan digunakan untuk mendukung inisiatif yang selaras dengan nilai-nilai konservatif, patriotisme, dan kebangkitan kembali “American Dream.” Penerima manfaatnya pun akan bergeser dari aktivis liberal ke kelompok konservatif yang mempromosikan nilai-nilai ini.
Secara geografis, prioritas pendanaan kemungkinan juga akan berubah, dengan lebih banyak fokus ke Eropa dan Amerika Latin. Namun, terlepas dari pergeseran ini, tujuan utama USAID—yakni mempertahankan kepentingan AS di dunia—tetap tidak berubah.
Dilema Pencari Hibah
Pembekuan USAID telah menciptakan kekacauan bagi jaringan luas organisasi Rusia yang bergantung pada pendanaannya. Namun, mereka tidak akan menyerah begitu saja.
Beberapa di antara mereka mungkin akan melakukan perubahan ideologi demi bertahan, dengan menyesuaikan citra mereka agar lebih sejalan dengan kebijakan Trump demi mendapatkan aliran dana baru. Yang lain akan beralih ke donor Eropa atau pendukung swasta, seperti oligarki tahun 1990-an yang kontroversial, Mikhail Khodorkovsky. Ada pula yang akan mengecilkan skala operasionalnya, mengurangi jumlah staf dan anggaran, tetapi tetap berusaha bertahan secara mandiri.
Kelompok yang paling terdampak adalah organisasi kecil yang memiliki ideologi kaku dan tidak mau beradaptasi. Mereka kemungkinan besar akan gulung tikar, meskipun jumlahnya relatif sedikit dibandingkan dengan yang bertahan.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Perombakan USAID oleh Trump menandai perubahan besar dalam kebijakan luar negeri AS. Jika sebelumnya AS berusaha menegakkan hegemoninya sebagai penguasa global, kini pendekatannya lebih transaksional—mengejar kepentingan tertentu melalui negosiasi langsung atau tekanan politik. Pendekatan pragmatis ini sangat berbeda dari model ekspor ideologi yang mendominasi USAID selama beberapa dekade terakhir.
Meskipun reformasi ini mungkin membuat USAID lebih terarah dan efisien, perubahan ini juga menghadirkan tantangan baru bagi negara-negara seperti Rusia. Dengan struktur baru yang dilengkapi dengan teknologi digital dan analisis data, distribusi hibah bisa menjadi lebih efektif dan tertarget, memperbesar pengaruh AS di kawasan-kawasan strategis.
Bagi Rusia, pelajaran yang dapat diambil dari perkembangan ini jelas: bersikap pasif bukanlah pilihan. Untuk menghadapi ancaman yang terus berkembang ini, Moskow harus mengembangkan alat “soft power” sendiri, menyusun narasi tandingan, dan menyesuaikan strategi dengan lanskap geopolitik modern. Model konfrontasi langsung ala tahun 1990-an sudah tidak lagi relevan.
Saat pemerintahan Trump mendefinisikan ulang citra global Amerika, medan pertempuran ideologis juga bergeser. Rusia harus bersiap menghadapi tantangan ini secara langsung. Perebutan pengaruh masih jauh dari selesai—justru baru saja dimulai.