Connect with us

Analisis

Ketika Perlawanan Jadi Jalan Terakhir Palestina

Published

on

Langit Palestina kerap kali berubah warna, dari biru cerah yang hangat menjadi kelam dan penuh asap. Suara ledakan menggema di kejauhan, menggetarkan tanah yang kering dan berdebu. Di balik tembok-tembok retak dan rumah-rumah yang sebagian besar telah runtuh, anak-anak berlari mencari perlindungan, sementara orang tua merapatkan doa di antara desing peluru. Setiap langkah adalah sebuah tarikan nafas penuh kecemasan, setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup dalam realitas yang tak pernah berubah.

Di tengah kehancuran itu, ada yang menggelegak dalam hati rakyat Palestina—sebuah rasa yang sulit dipadamkan oleh derita atau ancaman. Rasa itu bukan sekadar kemarahan; ia adalah harga diri yang diinjak-injak, martabat yang dilucuti, dan masa depan yang dipaksa sirna. Setiap rintihan dari kamp tahanan, setiap jeritan dari tubuh yang disiksa, menjadi penanda bahwa mereka bukan lagi manusia biasa dalam pandangan sang penjajah, melainkan hanya “ancaman” yang harus dihapuskan. Kehidupan mereka terjebak dalam lingkaran kelam penindasan, dipaksa menyerah pada kekuasaan yang tidak mengenal batas kemanusiaan.

Maka, di hadapan kehampaan yang begitu menyesakkan, pilihan untuk mengangkat senjata tumbuh bukan sebagai keputusan yang datang dengan mudah, tetapi sebagai panggilan untuk mempertahankan apa yang tersisa dari harga diri mereka. Tanpa perlawanan, mereka tahu nasib akan tetap sama—hidup di bawah bayang-bayang militer, dihantui siksaan, dan terperangkap dalam ketidakadilan yang mengikis habis segala harapan.

Bukti yang menguatkan pilihan ini ada di depan mata. Laporan dari The Commission of Detainees and Ex-Detainees Affairs dan Palestinian Prisoners Society menyampaikan bahwa lebih dari 1.000 orang telah diculik dari Gaza, tanpa proses pengadilan, menghilang dalam jaringan kamp tahanan Israel. Jumlah ini semakin bertambah, termasuk 1.627 orang yang dikategorikan sebagai “kombatan ilegal” tanpa adanya kejelasan tentang hak mereka. Di tempat-tempat seperti Kamp Ofer, kisah-kisah menyayat hati terus bergema—dari orang-orang yang dirantai tanpa alasan, hingga mereka yang harus menjalani kehidupan di dalam sel dalam kondisi yang tak manusiawi.

Salah satu kisah yang mencuat adalah milik seorang tahanan Palestina, A.A., yang hidupnya direnggut oleh kekerasan tanpa ampun. Meski kehilangan kedua kakinya, ia dipaksa menghadapi kekerasan fisik yang tak berperikemanusiaan. Tangannya diputar dan dipukul oleh penjaga sebagai bentuk “hukuman” karena ketidakmampuannya menghadiri roll call. Setiap hari, ia diharuskan berbaring telungkup di lantai selama berjam-jam, sebuah bentuk penindasan yang perlahan-lahan menggerus fisik dan jiwanya.

Tak hanya A.A. yang menderita. Para tahanan lainnya pun hidup di bawah penderitaan yang sama—terbatas dalam kebutuhan dasar seperti kebersihan diri, hanya diperbolehkan mandi sekali dalam sepuluh hari. Inspeksi dilakukan empat kali sehari, dengan setiap tahanan dipaksa berbaring tengkurap, sementara hukuman fisik siap menanti mereka yang dianggap tidak patuh.

Di hadapan kenyataan ini, bagaimana mungkin rakyat Palestina tidak merasa bahwa mengangkat senjata adalah satu-satunya jawaban yang tersisa? Bukan untuk membalas dendam, melainkan untuk mempertahankan martabat, hak untuk hidup, dan kebebasan dari kekerasan yang tak pernah berhenti. Sementara dunia terdiam, kekerasan demi kekerasan terus terjadi. Pada akhirnya, mereka menyadari bahwa hanya dengan keberanian mempertahankan diri, mereka dapat menjaga martabat dan kelangsungan hidup dari generasi ke generasi.

Dengan luka yang terus terbuka dan dunia yang seakan mengabaikan tangisan mereka, rakyat Palestina tetap berdiri di ambang pilihan yang sulit. Mereka telah mengulurkan tangan meminta keadilan, namun yang mereka terima hanyalah siksaan. Maka, mengangkat senjata bukanlah bentuk ambisi kekerasan, melainkan pilihan terakhir bagi mereka yang tidak punya lagi pilihan lain.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *